HAI, SELAMAT MEMBACA CERITA ARES DAN ADARA<3!
—
Hari ini diadakan upacara penyambutan kepala sekolah baru. Adiva yang baru datang heboh berlari kearahku, Sani, dan Thalita yang sedang berbincang ringan. Senyuman Adiva merekah. Aku menatap heran Adiva setelah itu.
"OMG KALIAN TAU ENGGAK?! ANAK KELAS 12 IPA 1 YANG JADI PETUGAS!" ucap Adiva menggelegar membuat semua anak menatapnya minat.
"Aelah Div, bucin banget sih!" timpal Deral yang berada bersebrangan dengan meja guru.
"Asyik dong! Kira-kira Kak Ares jadi petugas enggak ya?" ujar Thalita dengan senyum aneh.
Aku melirik Thalita dengan tatapan curiga. Sedetik kemudian, curigaku hilang begitu saja. "Aw, pasti ganteng subhanaallah! Makin tambah suka!" katanya membuat jantungku rasanya melecos. Aku tidak salah dengar. Aku bahkan sudah membersihkan telingaku saat mandi tadi.
Tapi aku siapa? Aku tidak berhak marah atas Ares kepada Thalita.
"Kata temen gue, Kak Ares menang loh olimpiade kemaren!" suara itu kembali terdengar dari Thalita.
Sani tertawa, "Sumpah deh, kalau denger beginian, gue merasa makhluk paling bodoh seantero."
Aku baru saja ingin menimpali ucapan Sani, tapi bel berkumpul menggema mendahuluiku. Aku bergegas mencari topi di tas bersama dengan beberapa anak lain. Sani terlihat gelisah mengubrak-abrik isi tas miliknya.
"Kenapa San?" tanyaku ketika melihat raut wajah Sani yang ingin menangis.
"Gue lupa bawa topi," ujar Sani yang matanya memanas.
Aku mengelah napas, "Yaudah, lo ke UKS aja," saranku kepada Sani.
"Anterin, nanti anak PMR gak percaya sama gue."
"Iya, udah ah! Gak usah nangis!" seruku kemudian menarik tangan Sani.
Thalita pamit pergi ke lapangan duluan karena ingin melihat Ares. Sedangkan aku dan Adiva, kami berencana mengantar Sani terlebih dahulu. Kami melalui barisan belakang kelas sebelum ke UKS. Deral menatap aneh kearah kami yang ingin berlalu dari sana.
"Heh! Mau kemana? Ayo buruan masuk barisan!" titah Deral. Walaupun tergolong anak yang urakan, Deral memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi.
Aku berjalan mendekati Deral, "Sani enggak bawa topi, jadi mau pura-pura sakit!" bisikku yang membuat Deral menatap Sani.
"Yaelah Ra, lo bikin gue labil tau enggak sih! Padahal tekad bolos gue tadi udah ilang diterbangin angin," ucap Deral membuatku menatapnya aneh.
Deral tertawa yang melihat aku melongo. "Males gue liat Kak Ares-Ares itu! Gak pernah tertarik buat tau, apalagi kenal," jelas Deral membuatku cemberut.
Deral terkekeh singkat melihatku. Dia mengusap puncak kepalaku pelan sebelum berjalan mendekati Sani. Deral melepas topinya lalu memasangkan ke kepala Sani. Cowok itu lalu sedikit melirik kiri dan kanan sebelum berlari menuju tembok belakang sekolah.
"Oi, Deral enggak waras!" ketus Adiva.
"Syirik lo sama Kak Ares, makanya gitu!" tambah Adiva lalu membariskan diri. Begitupun dengan aku dan Sani. Sani tersenyum senang karena pagi ini dapat mencuci matanya melihat anak-anak kelas einstein yang memang jarang tampak berkeliaran.
"Aduh, bebeb gue enggak jadi petugas nih. Biasanya jadi komandan," ujar Adiva yang melihat Kak Anggara berada dibarisan kelasnya.
"Ya enggak lah Div, komandanya kan Kak Ares!" ucap Thalita semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES
Teen FictionBima Antares Denov (Ares) sama seperti bintang yang sedang sekarat di rasi skorpius. Menjadi siswa berprestasi tidak lantas membuat Ares mendapatkan kebahagiaan yang utuh. Ares yang tinggal di panti asuhan dan berkerja paruh waktu sebagai guru les p...