Enam Belas

228 25 2
                                    

SELAMAT MEMBACA KISAH ARES DAN ADARA!

-

Aku menghela napas pelan mendengar siraman rohani dari Ibu Dian. Setelah bel istirahat pertama berbunyi nyaring, aku dan Ares dipanggil ke ruang BK karena membuat sekolah heboh tadi pagi. Lagian kenapa aku ikut terseret, kan Ares pelakunya!

Ares nampak tenang sekali dan sesekali mengangguk, berbeda denganku yang jengah sekali dari tadi mendengarnya. Untung saja perutku tadi pagi sudah diisi, kalau tidak mungkin aku akan pingsan karena waktu istirahatku dipakai untuk mendengar ceramah, bukannya makan di kantin. Pasti sekarang si Sani sedang sedap-sedapnya menyantap miso mang Ujang di kantin.

"Nah kan heboh jadinya. Jadi lain kali kalau mau pacaran gak usah di sekolah ya?" ucap Bu Dian.

"Ihh si Ibu, Adara gak pacaran sama Ares. Udah dibilangin juga dari tadi!" kataku kesal. Walaupun aku ngebet pengen sama Ares, tapi posisiku yang sekarang tetap aku akui. Memang kenyataannya bukan, bahwa aku tidak pacaran? karena kondisiku ini masih calon pacar.

"Gak pacaran tapi mengumbar kemesraan. Kalian tuh masih SMA, belajar dulu yang bener. Entar kau udah tamat terserah mau ngapain!" Bu Dian menggelengkan kepalanya.

"Iya Bu," jawab Ares lalu berdiri.

"Kalau begitu saya permisi, Bu," katanya lalu diberi anggukan oleh Bu Dian.

Aku buru-buru ikut berdiri, "Adara juga ya Bu!"

"Eh sebentar Adara, Ibu belum suruh kamu keluar!"

"Lah itu Ares juga belum Ibu suruh tapi boleh keluar?"

Bu Dian menatapku tajam, "Duduk kamu!"

Aku dengan terpaksa menghempaskan bokongku ke kursi kembali. Sambil malas, aku melihat Bu Dian yang geleng-geleng melihat diriku. Kenapa harus aku yang ditahan? Sedangkan Ares? Dibiarkan saja begitu. Apa ini yang dinamakan pilih kasih perihal otak?!

"Kamu beneran gak pacaran sama Ares?"

Pertanyaan macam apa itu? Aku memutar bola mataku malas.

"Iya Ibu, Ares itu bukan pacar saya, tapi calon masa depan saya," kataku. Ternyata sudah kembali jiwa bar-barku yang sempat redup tadi pagi.

"Kepedean kamu nak," celetuk Bu Dian.

"Memangnya kenapa sih Bu?" tanyaku kesal.

"Gapapa, nanya aja. Sana keluar!" kata Bu Dian lalu berlalu dari pandanganku.

Orang-orang hari ini pada kenapa sih? Mabuk durian apa mabuk kepahyang, pikirku.

Aku memilih bangkit dari kursi dan merapikan seragamku. Baru sampai ambang pintu, aku merasa tanganku ditarik kesamping. Ares, pelakunya, hanya diam menatapku. Aku mendecak kesal.

"Apasih! Yaampun, kenapa sih calon masa depan gue ini rewel banget!" kataku kesal.

Kalau kalian mau melihat jiwa percaya diriku, akan aku pastikan Ares sedang menahan senyumnya sekarang. Karena aku berhasil menangkap beberapa kerutan di wajahnya yang muncul setelah aku menyelesaikan kalimat tadi.

"Angel ngapain lo?" tanyanya membuatku cengo.

"Ha?"

"Lemot," ucapnya.

"Ya situ ngomongnya mendadak banget," gumamku pelan.

"Gue denger," kata Ares.

"Biarin," jawabku cuek.

Aku membuang napasku sebelum kembali berbicara, "Gak ngapa-ngapain. Emangnya kenapa?"

"Oke."

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang