Tujuh

460 31 16
                                    

Hai, gimana kabar kalian?

SIAP KAN BUAT BACA ARES DAN ADARA?

"Lo terlalu starbuck buat gue yang good day cappucino." —Adara Arkana


Ares menatap nanar jam dinding kamarnya. Setengah sembilan malam. Ares kembali melanjutkan belajarnya. Dua hari kedepan, dia tidak masuk sekolah karena Pak Aga menyuruhnya untuk belajar mandiri. Ares memang akan mengikuti olimpiade kimia tingkat Provinsi lusa nanti.

Baru ingin membuka lembaran soal yang lain, suara ponselnya tiba-tiba terdengar. Ares melirik ponsel di tempat tidurnya sekilas. Ares lalu berdiri untuk melihat pesan yang masuk tersebut. Bibirnya mengulas sebuah senyuman.

Adara
Ares, makasih ya yang tadi.
20.34 read

Ares
Lain kali gak usah nonton gue.
Kesorean.
20.36 read

Adara
Terserah gue hihi.
20.36 read

Ares
Tidur
20.38 read

Adara
Ih, romantis bgt sih.
Oke GN!
20.38 read

Ares
GN?
20.39 read

Adara
Good night:)
20.40 read

Ares mengembangkan senyuman tipis dan kembali ke meja belajarnya. Rasanya jadi lebih semangat setelah menerima pesan dari Adara. Beberapa lembar soal seperti angin lalu saja. Dalam tiga puluh menit, lembaran soal sudah selesai diisi oleh Ares.

Terdengar bunyi ketukan pintu. Ibu Irah datang dengan membawakan secangkir teh hangat. Ares tersenyum. Ibu Irah mengusap rambut Ares dengan sayang.

"Semangat belajarnya Res," ucap Ibu Irah.

Ares tersenyum lalu mengambil alih secangkir teh tadi, "Udah selesai belajarnya, Bu."

"Oh gitu," ujar Ibu Irah dengan senyuman.

Ibu Irah kembali angkat suara, "Gimana kamu bimbingan sama Adara kemaren?"

"Adara persis seperti yang sering diceritakan Ibu Nessi," balas Ares seraya memejamkan mata mengingat beberapa sifat Adara yang ceria tapi mudah mengambek. Terkesan kekanakan sih, tapi menurut Ares, lucu?

Ares buru-buru menggelengkan kepala pelan, mencoba menepis pemikiran aneh mengenai Adara. Seperti ada yang rasa yang tidak seharusnya Ares tumbuhkan untuk Adara. Terutama, Ares sudah menganggap Adara seperti adiknya sendiri. Kehadiran Adara seolah membuat Ares linglung dengan dunianya.

Ibu Irah tersenyum dan pamit keluar kamar. Ares menatap sebentar kertas diatas mejanya. Tangannya lalu merapikan kertas tadi hingga membentuk tumpukan. Ares mengambil secarik kertas dari laci meja. Itu adalah surat kemaren. Sebelah tangan Ares bergerak untuk memijat pelan dahinya. Dia lalu kembali menyimpan surat tersebut.

Ares kemudian membuka jendela kamar. Terlihatlah bintang-bintang tertaburan di bentang angkasa. Dia mengambil napas dan menghembuskannya pelan. Setetes cairan bening kembali lolos tanpa cowok itu sadari. Ares mencengkram bagian kiri dadanya dengan kuat, mencoba melampiaskan emosi yang tidak berujung tersebut. Inilah sisi lain Ares, rapuh.

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang