Dua Belas

653 31 12
                                    

Sebelumnya aku minta maaf sebesar-besarnya karena sudah lebih satu bulan aku gak update. Kenapa? karena akhir-akhir ini aku di sibukkan dengan aktivitas lain yang memang wajib buat aku kerjain. Untuk itu aku minta maaf kepada para pembaca setia Antares. Aku usahakan tetap update seperti biasa demi kalian:).

Untuk itu jangan lupa vote dan komen ya!. Thank you <3!

SELAMAT MEMBACA KISAH ARES DAN ADARA!

-

Aku menegang kaget ketika suara bisikan di telinga kananku terdengar. "Ara?" katanya yang membuatku kikuk.

"Ara?" ulangku heran.

Ares mengusap belakang kepalanya asal, namun tetap tanpa ekspresi. Kami berdua menjadi atensi sekitar. Ares menarik sebelah tanganku dengan gerakan cepat kearah belakang. Aku kaget tapi tetap diam. Sekujur tubuhku panas dingin seketika kala Ares tetap menautkan tangan kami berdua.

Tubuh Ares yang menjulang tegap itu membuatku salah fokus. Namun aku sesegara mungkin menghilangkan pemikiran berlebihan. Pandanganku masih menatap wajah Ares. Sedangkan Ares, pandangannya lurus kedepan, memperhatikan kendaraan yang sedang berlalu-lalang. Dia melirikku saat sadar dirinya aku perhatikan sejak tadi.

"Mulai sekarang gue panggil lo, Ara. Biar gak mainstream," ucapnya singkat lalu menarik tubuhku semakin dekat kearahnya. Aku jadi deg-degan setengah mati. Rasanya ada yang sedang berterbangan di perutku.

"O-oke, terserah lo aja," jawabku lalu menempelkan pipi sebelah kiriku yang terasa memanas ke bahu kiriku.

Setelah beberapa detik, aku baru sadar, bahwa aku tidak hanya berdua disini. Terutama kami berada di pinggir jalan. Mataku bisa menangkap beberapa anak sedang bisik-bisik kearah kami, atau bahkan menatap kami seperti tidak suka. Ares akhirnya melepaskan tangannya. Aku baru sadar bahwa Ares masih menggunakan baju seragam basket. Bahkan berkeringat seperti ini pun Ares tetap wangi, siapa sih yang gak betah disamping Ares kalau begini.

"Lo pulang bareng gue, Mama lo gak bisa jemput," ujarnya lalu berjalan masuk kembali ke arah gerbang.

Aku berlari agar dapat mensejajarkan langkah kami, "Kok lo bisa tau? Kenapa Mama gak ngabarin gue langsung dan malah ngabarin lo? Yang anaknya itu lo atau gue sih? Harusnya kan Mama itu nga—"

Aku tidak melanjutkan perkataanku kala Ares secara mendadak menghentikan langkahnya dan menundukkan tubuhnya agak sejajar dengan tinggiku. "Udah selesai ngomongnya?" tanyanya dengan suara lembut.

"B-belum," kataku terbata.

Ares menyingkirkan anak rambut yang menghalangi pandanganku, "Lanjutin kalau gitu."

"Enggak usah!" jawabku sebal dan berjalan terlebih dahulu menuju motor Ares di parkiran.

Saat aku berjalan, tidak berhenti terdengar kekehan kecil dari Ares yang membuatku lagi dan lagi salah tingkah. Aku menghentikan langkah saat berada tepat di depan motor kebanggaan Ares. Aku juga mengambil napas beberapa kali, menyiapkan mental saat berhadapan dengan Ares.

"Ngapain ke motor gue?" tanya Ares acuh dan memakai helmnya.

Aku menatapnya heran, "Lah katanya mau nganterin gue pulang?" tanyaku memastikan.

"Salah denger lo kali," ujarnya lalu menyalakan mesin motor.

Gawat ini gawat! Kalau begini gue pulang sama siapa? Mana uang gue hari ini udah abis!

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang