Tujuh Belas

289 24 5
                                    

SELAMAT MEMBACA KISAH ARES DAN ADARA!

-

"Hmm kalau gitu...."

"Apa?" tanyaku.

"Hubungan serius menurut lo itu gimana, Ra?"

Aku memudarkan senyumku seketika. Ares meraih kembali tanganku dan diletakkan di pangkuannya. Ibu jarinya mengusap telapak tanganku perlahan membuatku linglung dengan situasi saat ini. Aku berdehem singkat sebelum mengangkat suara.

"Pacaran," kataku lalu tak lama terdengar tawa Ares yang mengalun merdu di gendang telingaku.

"Gak ada hubungan jenis lain?" tanya Ares.

"Ya apa? Nikah aja sekalian kalau gitu!" ujarku kesal.

"Masih kecil mikirnya nikah," ujar Ares diiringin sentilan pelan di dahiku.

Aku meringis, "ya lagian banyak tanya."

"Gimana pendapat lo tentang komitmen?" tanya Ares.

"Nah kan banyak tanya! Ngapain sih nanya-nanya lagian. Situ mau ngajak gue komitmen? pacaran? nikahan? kawinan? kalau iya baru gue jawab!"

"Sebegitu maunya lo sama gue," ejeknya.

Aku membuang napasku kasar, "Iya. Lo nya aja yang peka tapi gak respon."

Ares tersenyum dan mengusap puncak kepalaku. Matanya menatapku dengan tatapan penuh arti. Aku sampai tidak bisa mengalihkan pandanganku karena terkunci melihat iris mata Ares yang teduh. Aku tersenyum, rasanya indah sekali. Aku tidak ingin momen seperti ini cepat berlalu.

"Ra, maaf ya, tadi gue nurunin lo di halte." Senyumku luntur seketika dan mulai melancarkan aksi ngambekku.

"Gak, gak di maafin. Lagian kenapa sih pake diturunin disitu?!"

"Iseng," kata Ares yang langsung aku hadiahi pukulan pelan disebelah lengannya.

"Gak bertanggung jawab banget. Harusnya nganter tuh sampai ke sekolah lah! Masa nurunin didepan halte. Ya kali!"

"Ga tanggung jawab gimana, hm?" tanya Ares diikuti pergerakan wajahnya yang mendekat kearahku.

"Emangnya lo mau gue tanggung jawabin?" tanya Ares lagi.

"Eh maksud gue enggak gitu. Y-ya kan mama b-bilang anterin g-gue sampai ke sekolah," kataku dengan kegugupan yang tiba-tiba saja menyerang.

"Kapan ibu Nesi bilang gitu?" tanya Ares seraya tersenyum miring.

"Y-ya udah terserah. Ih situ-situ jangan deket-deket! Jantung gue pengen lompat nih!" seruku kesal lalu mendorong sisi kanan pundak Ares agar sedikit menjauh.

Ares terkikik geli saat melirikku. "Merah," katanya tanpa rasa bersalah.

Tanganku otomatis memegang kedua pipiku yang sudah panas akibat perlakuan Ares. Aku menatap tajam kerahnya, tapi Ares malah tertawa melihatku. Saat aku mendongakkan kepala seraya memejamkan mata, wajahku terasa ditetesi bulir cairan dingin. Dan sialnya saat aku membuka mata, aku dihadapkan dengan wajah Ares.

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang