Twelve

6.9K 470 8
                                    

Twelve
.
.
.
.
.
Seorang gadis kecil menangis keras. Didepan matanya, ia melihat sebuah kejadian yang sangat mengerikan. Kedua orangtuanya dibunuh dan disaksikan olehnya. Gadis kecil yang tak mengerti apa yang terjadi hanya mampu menangis sambil berusaha membangunkan kedua orangtuanya yang ia kira tertidur. Namun walaupun seberapa keras ia mengguncang-guncangkan tubuh mereka, keduanya takkan pernah membuka mata. Gadis kecil itu terus menangis hingga kelelahan dan tertidur disamping mayat kedua orang yang disayanginya. Tanpa disadarinya, ada seseorang telah berdiri disampingnya.

"Kau gadis yang menarik. Aku akan menjadikanmu orang hebat yang bisa membuatmu 'lupa' apa yang kau alami. Kau akan berterimakasih padaku karena menyelamatkanmu dan itu yang membuatmu menuruti semua perkataanku." kata orang tersebut.

Ia menggendong gadis kecil itu dan membawanya menjauh dari mayat kedua orang yang telah dibunuhnya. Seringai licik terpatri dari wajah pucatnya. Dibenaknya telah tersimpan sebuah rencana besar untuk gadis kecil yang dibawanya. Sebuah rencana yang mengubah jalan hidup gadis kecil itu dikemudian hari.
*
*
*
*
*
*
*
*
*
"Selesai!" seru Vito.

Terdengar gumaman kelegaan dari orang-orang yang masih berada diruangan tersebut. Tampak Jason yang memeluk erat Brandon dengan mata berbinar.

"Kita berhasil, Bi." bisik Jason dengan menatap Brandon.

Matanya berkaca-kaca. Brandon mengusap punggung Jason lembut. Ia juga merasakan kelegaan seperti yang dirasakan Jason.

"Belum. Kita belum bisa dikatakan berhasil, Jase." kata Vito.

Pernyataan Vito mengagetkan keduanya. "Maksudmu?" tanya Jason.

"Ya. Kita belum bisa mengatakan hal ini sukses sebelum kita mengetahui hasilnya dalam beberapa hari. Semua ini masih butuh proses untuk mengembangkannya." jelas Vito.

"Tapi berapa lama proses pembuahannya?" tanya Jason lirih.

Brandon kembali mengelus lembut punggung Jason. Dia juga mengecup puncak kepala Jason, sekedar menangkannya.

"Kita tak punya banyak waktu, Bi." kata Jason pelan. Ia menatap sendu pada suaminya.

"Aku tahu, Jay. Sangat tahu sekali." balas Brandon.

Ia merengkuh Jason dan membiarkannya menumpahkan perasaannya. Jason meremas baju Brandon dengan kuat. Ia menenggelamkan wajahnya didada keras suaminya.

Vito mendekati keduanya dan mengucapkan sesuatu tanpa bersuara. Brandon mengangguk mengerti. Kemudian Vito keluar ruangan diiringi oleh Jesse dan Mike. Sementara Angelina menemani Laila yang sedang terbaring diruangan lain.

"Kita akan selalu bersama, Jay. Kau bisa mempercayaiku." kata Brandon.

Jason hanya terisak dipelukan hangat Brandon. Dada bidang dan keras Bandon seakan mampu menelan tubuh Jason didalamnya.

"Aku tahu. Aku hanya..." Jason tak sanggup melanjutkan kalimatnya.

"Walau kita tak bisa melihatnya, aku yakin kita telah memberikan yang terbaik untuk mereka." kata Brandon menenangkan. Jason mengangguk dalam dekapan Brandon.

Sebuah tepukan lembut mengusik mereka. Tampak Angelina telah berada dibelakang Jason. Jason memalingkan wajah dari dada Brandon kearah Angelina. Sejurus kemudian, ia ganti memeluk saudara kandungnya itu.

"Can I see them later, sis?" tanya Jason tanpa menoleh ke Angelina.

Dagunya berada dibahu saudarinya. Angelina mendongak menatap Brandon, meminta bantuan atas jawaban yang akan diberikan pada Jason.

BROWN AND WHITE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang