10.5

1.3K 231 68
                                    

Juyeon menikmati waktu sendirinya dalam keheningan. Tidak ada suatu kebisingan yang terdengar ke dalam telinganya dari dalam kamar rumah sakit yang ditempatinya. Pemuda itu menatap kosong ke arah jendela yang terbuka. Menerbangkan tirai penghalang masuknya matahari begitu angin sejuk ikut masuk ke dalam ruangan dan menerpa wajahnya.

Selang infus telah tercabut dari tangannya. Membuat cairan berwarna merah pekat turun sehingga mengotori sprei putih kepunyaan rumah sakit. Juyeon mengabaikannya. Pemuda itu jauh lebih pantas disebut sebagai boneka hidup sekarang ketimbang harus dianggap sebagai manusia pada umumnya. Sangat minim ekspresi.

Arah tatapannya mengacu pada objek di langit, dimana awan nampak sedang mendung sekarang. Tidak secerah hari-hari belakangan. Seakan mendukung rentetan peristiwa buruk yang terjadi kepada Juyeon sebelumnya. Alam sepertinya ikut muak dengan segala kesedihan yang terus datang menimpa Juyeon.

Juyeon termangu. Masih tidak menampakkan ekspresi apapun meskipun ia sadar jika saat ini ada sosok lain yang berada diruangan ini selain dirinya dan sedang memeluknya dari belakang. Hembusan nafas hangat seseorang menerpa lehernya. Tetapi, lagi-lagi Juyeon memilih untuk abai terhadap itu semua.

"Kakak kangen kamu."

Suara Hyunjae menjadi pengisi dari telinganya yang tadi kosong. Begitu terdengar manis walaupun empunya tersadar jika sosok yang menyebut dirinya sendiri 'Kakak', tidak lain dan tidak bukan hanya membual semata.

Obsidiannya tanpa sengaja melirik ke arah sprei rumah sakit yang penuh akan noda darah yang berasal dari tangan sang adik. Hyunjae meraih telapak tangan milik Juyeon dan mengarahkannya tepat ke wajah Juyeon. Seperti berniat ingin menunjukkan bagaimana buruknya kondisi tangan yang Hyunjae injak beberapa hari yang lalu.

"Kenapa infusnya dicabut?" Hyunjae bertanya sembari mengecup singkat pipi sang adik. Jika perlu dikatakan, melihat bagaimana raut wajah Juyeon sekarang membuat Hyunjae kesal. Tidak ada ekspresi maupun reaksi yang berarti oleh Juyeon. Hyunjae merasa sedang diejek oleh pemuda berhidung bangir tersebut.

"Pengen mati, ya?" lanjutnya dengan sebuah seringai tipis. Bibirnya mendekat pada daun telinga milik sang adik. "Sini biar gue bantuin lo."

Manik matanya yang kosong sedikit demi sedikit mengeluarkan cahayanya. Beriringan dengan tetesan air yang membanjiri pelupuk matanya.

Kemudian, pemuda tersebut lantas merasakan tangannya ditarik paksa oleh yang lebih tua. Juyeon mengikuti langkah tersebut dengan tertatih sampai mereka keluar dari ruangan tersebut. Langkah kakinya terseok, namun tidak berkeinginan untuk menjeda laju langkahnya dengan Hyunjae. Pemuda itu terus berjalan tanpa memperhatikan kondisi Juyeon dibelakangnya.

Deru nafasnya memburu. Lelah karena terus-menerus menaiki tangga tanpa istirahat sama sekali. Kakinya yang tidak dilapisi oleh alas kaki apapun menginjak kerikil semen yang ada di sisi tangga. Juyeon langsung meringis kecil. Bisa dipastikan kakinya akan lecet akibat beberapa kerikil yang masuk menembus kulit kakinya.

Tujuan terakhir mereka adalah atap rumah sakit. Hujan turun bersamaan dengan Hyunjae yang kini telah berhenti melangkah didepannya. Mata kucingnya menatap heran kepada sang kakak yang sama sekali tidak berbicara lagi setelah mereka berdiri disini.

Rintik hujan membasahi keseluruhan tubuh mereka. Cenderung sangat deras sehingga suhu pun ikut turun drastis. Juyeon memeluk tubuhnya sendiri menggunakan kedua tangannya. Tidak heran mengapa ia merasa kedinginan sekarang karena pemuda itu hanya memakai pakaian rumah sakit yang memiliki tekstur kain yang sangat tipis.

Sepersekian menit berlalu. Hyunjae baru membalikkan badannya sambil menatap senang ke arah sosok Juyeon yang terlihat sedang menggigil.

"Juyeon," panggilnya.

Merasa namanya disebut, Juyeon lantas mendongakkan kepalanya. Menatap langsung ke arah manik tajam milik Hyunjae yang sedang tersenyum memandangnya. Juyeon hampir membalas senyuman tersebut sebelum Hyunjae melanjutkan kata-katanya tadi.

"Melompatlah ke bawah."

.
[Tbc]
.

Invictus +MiljuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang