5.0

1.7K 276 17
                                    

Masih jelas diingatan Juyeon tentang yang tadi malam Hyunjae katakan kepadanya. Meskipun dirundung perasaan sakit hati yang teramat dalam, tetap saja Juyeon bagaikan menjadikan sebuah pantangan bagi dirinya sendiri untuk membenci sang kakak tiri. Hyunjae adalah satu-satunya keluarganya sekarang. Meskipun kadang lelaki itu sering memperlakukannya secara tidak manusiawi, pada akhirnya Juyeon tetaplah memaafkannya dengan lapang dada.

Juyeon melirik jam yang ada di dinding, kemudian beralih memperhatikan tangga rumah. Sudah hampir satu jam semenjak Juyeon mempersiapkan sarapan untuk mereka berdua, namun Hyunjae belum juga keluar dari kamarnya.

Rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. Juyeon mengambil langkah ragu menuju kamar sang kakak. Tidak berlangsung lama, ia telah mengambil posisi berdiri tepat di depan pintu sambil berusaha meraih knop pintu dengan tangan yang terlihat bergetar.

Pintu perlahan terbuka dengan sangat pelan. Juyeon mulai memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar kakaknya yang memang jarang sekali dimasuki olehnya. Hyunjae selalu melarangnya untuk masuk ke dalam kamarnya, entah apa yang disembunyikannya namun Juyeon terlalu penurut akan apapun yang diucapkan oleh sang kakak. Sehingga ia sendiri tidak berani untuk sekedar mengintip masuk ke dalam kamar Hyunjae.

Sesaat Juyeon terpaku melihat Hyunjae yang saat ini sedang tidur dengan posisi memunggunginya. Langkah demi langkah ia tapaki dengan pelan. Sehingga ketika ia telah berada tepat disamping Hyunjae, Juyeon sontak menunduk ke bawah ranjang saat menyadari jikalau Hyunjae telah merubah posisi tidurnya menjadi telentang.

Nafas memburu sang kakak terdengar di telinganya. Juyeon mengangkat kepalanya untuk sekedar mengintip keadaan Hyunjae saat ini. Yang terlihat di mata Juyeon saat ini adalah wajah Hyunjae yang sudah sepenuhnya memerah dengan mata terpejam sembari mengeluarkan hembusan nafas yang berat, juga dahi serta lehernya dipenuhi oleh keringat.

"Kak Hyunjae?" Panggilnya dengan suara yang terdengar panik. Yang punya nama sontak membuka matanya dengan sayu. Nafasnya masih tidak teratur. Biasanya ia mungkin akan menepis tangan Juyeon yang saat ini sedang menyentuh dahinya, namun Hyunjae merasa jika ia sedang tidak punya tenaga bahkan untuk sekedar mengeluarkan suara sekalipun.

"P-panas," gumam yang lebih muda pelan. "Kak Hyunjae sakit?" Lagi-lagi bergumam hal yang sudah jelas jawabannya.

Juyeon menggigit bibirnya sendiri, kemudian berdiri dan berniat untuk berlari keluar dari kamar Hyunjae sebelum sang kakak menghentikan langkahnya dengan menahan pergelangan tangan milik sang adik. "Diem di sini!" titahnya dingin.

Mau tidak mau, Juyeon lantas mengangguk.

.
[Invictus]
.

Juyeon merasakan sepasang kakinya mulai terasa kebas lantaran terlalu lama duduk. Pandangannya teralihkan ke sosok Hyunjae yang saat ini telah tertidur pulas. Kali ini ia mengambil kain yang ia gunakan untuk mengompres dahi sang kakak yang masih saja panas. Bibirnya mencebik sambil kembali mencelupkan kain tersebut ke air yang ada di dalam baskom dan menaruhnya lagi di atas dahi sang kakak.

Tatapannya tanpa sengaja melirik ke arah ponsel yang ada di atas nakas. Juyeon sempat melirik ke arah Hyunjae yang ternyata masih tertidur. Dengan sedikit ragu, ia lantas mengambilnya dan membuka ponsel Hyunjae. Ia sangat bersyukur dalam hati lantaran Hyunjae tidak mengunci ponselnya sama sekali.

Juyeon mencoba untuk mengingat akan siapa nama dari sosok yang kemarin datang ke rumahnya. Meskipun ia sebenarnya masih cukup takut tentang yang terjadi kemarin, Juyeon tetap bersikukuh untuk melawan egonya sendiri. Yang dipikirkannya saat ini adalah cara agar Hyunjae sembuh dan karena memang Hyunjae tidak mengizinkannya untuk pergi ke luar rumah sama sekali, maka satu-satunya cara adalah dengan memanggil teman sang kakak untuk kemari.

.
[Tbc]
.

Invictus +MiljuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang