3.0

1.9K 327 25
                                    

Satu suapan dari ayam tersebut berhasil masuk ke dalam mulut Juyeon. Lelaki itu mengunyahnya dengan perasaan haru. Merasa tersentuh akan Hyunjae yang tumben sekali membelikannya makanan seperti ini.

Apa Hyunjae peduli akan nasib Juyeon yang pingsan gara-gara belum makan sama sekali selama seharian penuh ditambah luka yang ia ciptakan kemarin?

Juyeon tiba-tiba berdiri ketika mendengar suara langkah kaki dari arah tangga. Mata kucingnya menyipit ketika Hyunjae datang mendekatinya dengan wajah tanpa ekspresi. Menatap kotak yang masih penuh dengan ayam karena Juyeon hanya memakannnya satu potong, kemudian beralih ke arah Juyeon yang tersenyum kearahnya secara bergiliran.

"Lo nggak suka ayamnya atau nggak suka pas gue beliin lo makanan kayak gini?" Tuduh Hyunjae dengan sorot tajamnya. Lelaki itu merasa tidak dihargai akan sikap Juyeon yang sepertinya tidak suka dengan aksi yang ia lakukan sekedar untuk memberikan perhatiannya sebelum kembali menorehkan luka pada beberapa bagian tubuh sang adik kembali.

Dengan cepat Juyeon menggelengkan kepalanya. Dia tidak bermaksud untuk tidak menghargai sikap Hyunjae saat ini. Juyeon hanya ingin menyisakannya sampai Hyunjae selesai dengan aktivitasnya dan mereka bisa makan bersama.

"Nggak, kok. Juju cuman mau makan bareng kak Hyunjae," cicitnya begitu pelan. Berupaya menampik pikiran negatif Hyunjae.

Namun Hyunjae sepertinya sudah termakan dengan asumsi jeleknya. Lelaki itu memecahkan gelas yang ada di atas meja sehingga pecahannya mengenai salah satu telapak kakinya yang tidak memakai alas.

Juyeon melihatnya. Noda darah yang mulai keluar dari sela-sela kulit yang terkena pecahan kaca. Ia berniat untuk bersimpuh dan setidaknya mencabut pecahan tersebut agar tidak membuatnya infeksi. Akan tetapi, Hyunjae terlanjur mencengkram bahunya dengan sangat kuat sehingga bibirnya mengeluarkan ringisan parau ketika tubuhnya terasa terbanting ke atas meja dengan Hyunjae yang berusaha untuk mencekik lehernya.

Belahan bibirnya terbuka lebar. Sebisa mungkin ingin berteriak agar Hyunjae menghentikan aksinya, tapi yang keluar hanyalah sebuah ucapan tidak jelas yang bahkan Juyeon sendiripun tidak tau akan maksudnya apa. Lagi-lagi cekikan Hyunjae terlalu kuat sampai-sampai membuat nafasnya ikut tercekat.

Air mata mulai menggenangi pelupuk matanya. Hyunjae hampir saja membunuh adiknya sendiri seandainya saja bunyi bel dari arah luar tidak mengharuskannya untuk membukakannya pintu.

Cekikan Hyunjae terlepas begitu saja. Juyeon langsung meraup oksigen dengan rakus. Ia bisa memastikan jikalau bekas cekikan Hyunjae pasti sekarang sudah membuat leher Juyeon memerah.

Tidak lama setelah Hyunjae memutuskan untuk pergi ke luar, suara keributan terdengar sayup-sayup di telinga Juyeon. Dengan wajah yang masih memerah, ia mengangkat kepalanya ke atas dan menemukan sesosok laki-laki sedang menatapnya yang sedang terduduk lemas di bawah meja tanpa berkedip sedikitpun.

Hyunjae perlahan muncul dari arah belakang lelaki didepannya ini. Tatapan tajamnya kembali terarah kepada Juyeon yang sejujurnya masih belum bisa mencerna akan apa yang sebenarnya terjadi saat ini.

"Jae, ini siapa?" Pertanyaan tersebut membuat Juyeon menatap langsung ke arah Hyunjae. Berharap agar sang kakak akan memperkenalkannya dengan baik kepada teman-temannya, akan tetapi yang ia dapat hanyalah helaan nafas berat yang keluar dari mulut Hyunjae.

Lelaki itu juga memberi isyarat berupa lirikan agar Juyeon kembali ke kamarnya. Sekali lagi Juyeon hanya bisa menurutinya. Dia sama sekali tidak berkeinginan untuk memberontak. Sebuah ikatan tak kasat mata membuat Juyeon merasa jikalau dirinya tidak akan pernah bisa kabur dari Hyunjae.

Bahkan perdebatan yang terjadi antara Hyunjae dan temannya yang melibatkan dirinya tidak membuat Juyeon tertarik untuk menoleh sedikitpun. Ia hanya ingin agar Hyunjae melupakan hari dimana lelaki itu akan menyiksanya lagi secara membabi-buta seperti hari-hari sebelumnya.

.
[Tbc]
.

Invictus +MiljuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang