22

5K 241 10
                                    

Morgan dengan langkah kakinya yang panjang berlari di sepanjang lorong menuju ruang rawat inap Nabila. Tempat dimana gadisnya dirawat. Morgan melangkah tanpa memperhatikan sekitarnya. Menabrak orang orang yang berlalu-lalang dan alhasil mendapatkan umpatan pedas dari banyak orang disana. Tapi Morgan tak peduli. Didalam pikiran nya hanya bagaimana keadaan Nabila sekarang.

Morgan sampai di ruang UGD yang sudah ada Yammi yang duduk di kursi pengunjung dengan kepala tertunduk.

" Gimana Nabila?" Tanya Morgan tanpa basa basi membuat gadis itu mengangkat pandangan nya ke atas.

" Masih di periksa didalem. M-maafin gua Mor. G-gue gabisa jaga Nabila" Isak Yammi membuat Morgan mengacak rambutnya kasar. Ia tidak bisa menyalahkan Yammi atas kejadian ini. Ini semua salahnya yang membiarkan Nabila keluar malam.

Morgan menepuk pundak Yammi "Bukan salah Lo. Makasih udah jaga Nabila " tutur Morgan dengan wajah nya yang kembali datar. Yammi mengangguk lemah. Ia hanya merasa bahwa ini karena kelalaiannya dalam menjaga Gadis itu.

Beberapa lama menunggu, Sang dokter keluar dari ruang UGD membuat Morgan dengan cepat menghampiri dokter tersebut.

" Gimana keadaan pacar saya dok?" Tanya Morgan

" Pasien baik baik saja. Hanya saja benturan kuat di kepala nya membuat pasien mengalami geger otak ringan. Pasien juga akan sering merasakan pusing yang berlebihan selama beberapa hari selama masa pemulihan. Saya anjurkan untuk tidak membebani pikiran pasien. Pasien harus beristirahat dengan cukup. Dan saya juga menyarankan agar pasien dirawat inap di Rumah Sakit ini. Kalau begitu saya permisi dulu. Kalian juga boleh menjenguk pasien di dalam. Asal tetap jaga ketenangan pasien. Suster akan memindahkan pasien terlebih dulu ke ruang rawat inap. Setelah itu kalian bisa menjenguknya. Permisi" Dokter tersebut menjauh dari Yammi dan juga Morgan. Morgan dan Yammi tersenyum lega.

Setelah Nabila dipindahkan ke ruang rawat inap, Morgan dengan cepat memasuki ruangan Nabila. Dimana ia bisa melihat dengan jelas keadaan gadisnya yang terlihat lemah dengan kepala di perban dan juga bibir yang biasanya merah berubah menjadi pucat pasi.

Nabila berjalan mendekati Nabila disusul Yammi di belakang pria itu. Morgan duduk di kursi samping brankar Nabila, memegang penuh kehati-hatian tangan mungil itu dan membawanya menuju bibir lelaki itu. Wajah nya tak dapat ditebak. Yang pasti tersirat kekhawatiran dan kesedihan di wajah datar itu.

Yammi memilih mengabari keempat sahabatnya dan juga temen temen Morgan.

" Sya,, kerumah sakit Vascola"

" Hah? Ngapain begok? "

" Cepet ke sini. Gpl"

Sambungan terputus. Yammi memilih duduk di sofa dengan kepala yang tertunduk. Ia menatap sepatu yang ia pakai. Pikiran nya berkecamuk kemana mana. Menurut dirinya, kecelakaan ini seperti di rekayasa oleh seseorang.

Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya teman teman Nabila dan Morgan sampai di Rumah sakit. Semuanya terkejut melihat Nabila yang terkapar lemah di ranjang rumah sakit.

" Nabila kenapa mi?" Tanya Fasya khawatir. Sungguh ia tidak aku apa yang terjadi sekarang ini. Ia membutuhkan penjelasan. Yammi menyeret Fasya keluar dari ruangan Nabila. Ia akan menjelaskan semuanya di luar. Kini giliran Morgan yang berada di dalam dengan teman temannya.

" Gue gatau mau gimana lagi " lirih pria itu putus asa. Peneror ini semakin merajalela. Hinga tak segan segan menyakiti kekasihnya. Seseorang yang sangat berharga dalam hidup Morgan. Nabila-!!

" Lo jangan nyerah gitu aja Mor. Masih ada seribu satu cara buat tau siapa dibalik semua teror teror gajelas ini. Kita semua bakal bantuin Lo buat tangkap siluman babi itu." Tutur Bimo tegas. Tak lupa umpatan di akhir kata katanya.

Morgan mengangguk. Ia semakin pusing memikirkan masalah yang kian lama semakin banyak berdatangan. Ia memijat pelipisnya yang terasa sakit. Tommy menepuk pundak lelaki itu sebagai penambah semangat untuk Morgan agar tidak mudah menyerah.

***
Disinilah seorang lelaki muda dan lelaki berumur tengah duduk dengan sebatang nikotin di jepitan jari jarinya. Kedua lelaki itu menghisap dengan tenang rokok tersebut dan menghembuskan nya dengan perlahan. Pria tua itu menatap lelaki muda itu dengan tatapan penuh intimidasi.

" Berjalan lancar?" Tanya pria tua itu

" Jangan pernah meragukan ku Tuan Anjaya" tukas pemuda itu dengan nada sombongnya.

" Ya.. Ya .. Aku ingin kau melakukannya secara bertahap. Siksa perlahan. Jangan biarkan hidup mereka tenang. Jangan biarkan dia merasakan kelegaan. "

" Tenang saja. Aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat mereka menderita. Terutama gadis lemah itu. "

" Baiklah. Temui aku seminggu lagi di Prancis. Susul aku setelah tugasmu selesai"

Setelah nya pria tua tersebut berdiri dari duduknya dan meninggalkan pria muda itu dengan seringai nya yang sedikit menakutkan.

***

Morgan dan teman temannya tengah berada di markas mereka. Markas ini hanya mereka mereka saja yang tahu letaknya. Sabar tertutup dan jauh dari perkotaan. Bisa dikatakan untuk menempuhnya membutuhkan waktu 30 menit.

" Gimana menurut Lo? Gue gabisa nunggu lama lagi" tukas Morgan menatap Tommy dan yang lainnya dengan tatapan datarnya.

" Gue belom bisa nge indentifikasi pelaku yang nabrak Nabila. Yang gue tau semua kecelakaan ini unsur kesengajaan. Tapi bukan peneror itu yang turun tangan. Ia pasti mengutus seseorang untuk dijadikan alat nya" jelas Tommy. Morgan mencoba mencerna semua perkara perkara yang terjadi didalam hidupnya ini. Terlebih lagi kasus teror yang menimpa gadisnya.

" Kita gabisa diem terus Tom. Dia bakal merasa menang kalo kita diam gini terus!" Geram Prima. Kali ini pria itu tau mana waktu yang pas untuk bercanda dan mana waktu untuk sebuah lelucon. Bimo mengangguk.

" Yang dibilang si anak pungott itu benar Tom, Mor. Kita gabisa diam gini aja. Kali ini kita butuh bantuan Dasteo. Cuman dia yang bisa pecahin teori teori dibalik teror yang nyerang Nabila. "

Prima mendelik " Heh lontong-!! Elu tuh anak pungut. Ngadi ngadi emang. By one lah sini. Meh.. mehh" tantang Prima terlanjur kesal. Bimo memang sangat suka mencari masalah dengannya.

Morgan tak peduli dengan perdebatan tidak jelas antara Bimo dan Prima. Morgan berpikir sejenak. Morgan sadar ia tidak bisa memecahkan masalah yang cukup ribet ini dengan sendirinya. Ia membutuhkan seseorang yang ahli dalam teori teror yang memusingkan kepala. Morgan akhirnya mengangguk menyetujui saran dari Tommy.  

" Gue harus minta bantuan Dasteo. Gw juga butuh partisipasi Lo pada buat bantu gue. Terkhususnya lo Tom. Dan buat Lo berdua.." Morgan menunjuk ke arah Prima dan Bimo yang terdiam mematung.

" Gue mohon tolong jaga Nabila. Awasin setiap pergerakan cewe gua. Gua mohon kali ini Lo berdua jaga dia. Gua percaya sama Lo berdua" ujar Morgan terdengar putus asa. Bimo mendekat ke arah Morgan, merangkul pemuda itu dan tersenyum.

" Lo bukan cuma sahabat gua. Lo saudara gua Mor. Nabila udah kita anggap adik kita sendiri. Kita juga bakal bantu lo buat jagain dia. Jangan pernah sungkan minta apapun sama kita. Selagi kita bisa bantu, kita bakal semaksimal mungkin buat bantuin lo." Tutur Bimo. Ia tidak suka mendengarkan nada keputus asaan yang keluar dari mulut Morgan tadi. Itu bukan seperti Morgan yang ia kenal.

***

Okaayyy-!!!

Segini dulu untuk saat ini

Aku update lama karena banyak alasan

Apalagi seminggu ini aku gabakal update karena aku bakal ujian

Jangan lupa vote dan Coment nya dong 🤗

Bhayy-!!

My Obsession Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang