19.

13 0 0
                                    

Jam 14.35 aku melihat ke arah jam meja digital yang kuletakkan disisi meja TV. Ya Tuhan kepalaku rasanya sakit sekali. Mataku jelas terasa masih bengkak sisa menangis histeris semalam. Kupejamkan mata sekali lagi dan menarik nafas panjang memastikan bahwa aku masih hidup. Padahal tadinya aku berfikir saraf saraf otakku mati setelah pukulan mental yg terjadi semalam dan saat aku memejamkan mata hilang kesadaran. Mungkin aku sudah terbangun di alam kubur dan siap siap menerima pertanyaan dari malaikat. Tapi ternyata aku masih di dalam kamar mess. Aku kembali membuka mataku perlahan, lagi lagi menarik nafas panjang. Menangis (lagi) tidak bisa kutahan rasa sakit di dadaku ditambah sakit kepala yang juga luar biasa sulit kutahan rasa sakitnya.

Aku melihat secarik kertas diletakkan dimeja TV yang aku yakin itu pasti pesan dari kang Kholis. Pelan kupaksakan tubuhku untuk duduk. Berhenti sejenak dalam posisi duduk karena yang aku rasakan selanjutnya adalah mual yang teramat sangat. Aku mencoba berdiri tapi aku sangat yakin kalau kupaksakan aku pasti langsung pingsan atau minimal jatuh tersungkur. Jadi kuputuskan untuk tetap duduk lebih lama sedikit. Kemudian perlahan aku merangkak turun dari dipan. Berhenti lagi sejenak sambil kupegang kuat kuat kepalaku menahan nyeri hebat yang tidak kunjung reda. Aku kembali merangkak kali ini tujuanku adalah kertas di atas meja TV. Belum juga sampai di tempat tujuanku kudengar seseorang membuka pintu kamar yang sedetik kemudian aku tahu itu adalah mbak Sur si ibu kantin.

"Sudah bangun Sal? Gimana kondisimu sekarang?" tanya mbak Sur kepadaku seolah-olah aku sedang sakit. Tapi aku memang sedang sakit. Sakit yang teramat sangat yang mungkin tidak ada obatnya.

"Kepalaku sakit banget mbak..." Jawabku

"Bentar tak bawain teh panas ya... Minum obat sakit kepala mau ya? Siapa tahu bisa meredakan sakitnya Sal" mbak Sur berkata sembari langsung memutar balik badannya kembali keluar dari kamar yang bisa kupastikan dia akan membuatkan aku teh panas dan membawakanku obat.

Benar saja. Setelahnya aku langsung menerima teh dan langsung kuminum obat pemberian dari mbak Sur meskipun perutku masih belum terisi makanan apapun sejak semalam. Bahkan si pecel lele semalam juga belum kusentuh.

"Makan ya Sal, tadi Kholis nitipin kamu ke mbak Sur dari pagi mbak Sur bolak balik ke kamar tapi kamunya masih tidur dan mbak Sur gak berani bangunin Salma. Kholis juga pesen katanya nanti kalau Salma bangun mbak Sur disuruh nyampein kalau Kholis dinas ke Tasikmalaya 3hari. Dia khawatir ninggalin Salma tapi dia juga gak mungkin menolak penugasan" kata mbak Sur panjang lebar dan hanya sanggup kujawab dengan anggukan.

"Assalamu'alaikum!!!"
Terdengar suara pria mengucap salam dengan nada ceria di depan pintu kamar. Aku sangat mengenali suaranya. Itu pasti suara mas Upik. Salah satu kerabatnya mas tentara yang tinggal di gedung mess sebelah. Mas Upik inilah yang lumayan sering nemenin aku nonton atau jogging. Dia bekerja sebagai salah satu security di sebuah gedung perkantoran di daerah Jakarta Timur.

"Wa'alaikum salaam" Jawabku dan mbak Sur serempak.

"Heiiiiii... Salma kenapa?" tanyanya heran melihat kondisiku yang bisa dibilang berantakan

"Gapapa mas. Sakit kepala aja" jawabku singkat

"Bentar ya Sal tak ambilin makan" pamit mbak Sur kemudian sembari meninggalkan aku dan mas Upik.

Mas Upik mendekat ke arahku "Sal, Mas Kholis udah cerita semalem katanya kamu histeris. Sepertinya lagi ada masalah. Mau cerita sama aku gak?"

Aku menggeleng.

"mmmm... Mau jogging gak? Biar seger pikirannya gak sempit dan berantakan kayak kamar ini" tanyanya sedikit bercanda. Tapi aku sedang tidak dalam mode ingin bercanda.

Lagi lagi aku hanya menggeleng.

"Jalan ke mall aja yuk!" mas upik masih berusaha menarikku dari kemurungan. Tapi sia sia.

Miles AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang