17. Mulai Kacau Balau

13 0 0
                                    

Setelah menerima surat dan foto dari Mesa membuatku cukup kehilangan fokus belajar. Beruntung Tuhan memberikan kecerdasan otak untukku. Jadi meskipun aku banyak kehilangan fokus belajarku, tapi nilaiku masih tetap memenuhi standard kelulusan. Walaupun bukan nilai sempurna.

Selama tiga hari setelah menerima surat dari Mesa, aku hampir melupakan paket dari Mas Vanno. Hingga Sukma mengingatkanku siang tadi pas istirahat makan siang.

"Kamu udah ngabarin mas Vanno belum?" tanya Sukma di warung ketoprak langganan kami yang terletak di dekat tempat pelatihan.

"Oh iya Neng. Belum. Nanti deh pulang dari pelatihan. Ingetin aku ya neng" aku benar benar lupa.

Malamnya selesai makan, aku mengambil ponselku dan mencari kontak mas Vanno lalu mengetik sms:

Assalamu'alaikum Mas, maaf baru memberi kabar. Terima kasih paketnya sudah Salma Terima. Bagus.

Wa'alaikum salaam... Alhamdulillah. Aku boleh telpon sekarang?

SMS jawaban dari mas Vanno sangat cepat. Seolah olah dia memang sudah standby menunggu SMS dariku.

Boleh Mas. Silahkan.

Tanpa menunggu lama ponselku langsung berdering. Kulihat di layar tertera nama Vanno. Setelah menarik nafas panjang, akhirnya kuangkat teleponnya.

"Halo, Assalamu'alaikum" Sapa mas Vanno terdengar tenang.

"Wa'alaikum salaam mas"

"Lama juga ya paketnya nyampe Sal?" aku percaya ini bukan kalimat sindirian. Karena seorang mas Vanno rasanya bukanlah tipe orang yang senang menyindir atau melakukan hal julid lainnya.

"Maaf mas... Sebetulnya paket sudah kuterima sejak 4 hari yang lalu. Tapi jujur aku memang kaget banget. Jadi butuh sedikit waktu lebih lama untuk segera memberi kabar njenengan" jawabku

"Oo... Gitu... Gimana Sal? Bajunya muat? Kamu suka gak sama pilihanku?" Benar dugaanku mas Vanno pasti bakal menanyakan hal ini.

Aku sedikit gugup mau menjawabnya, selain memang merasa tidak enak hati. Aku juga cukup terkejut karena ternyata mas Vanno lumayan lebih banyak bicara, tidak seperti bayanganku sebelumnya. Aku sempat berfikir apa mungkin mas Vanno bisa banyak bicara seperti ini. Tapi ternyata dia cukup ramah dan memiliki cukup banyak kata yang mampu dia gunakan langsung untuk berkomunikasi seperti ini.

"iya mas, bagus. Terutama Pashminanya. Aku suka. Bakalan sering aku pakai. Tasbihnya juga. In Syaa Allah bakal tak bawa di dalam tas. Terima kasih hadiahnya In Syaa Allah akan bermanfaat banget buat aku. Soal bajunya... Mmmmm... Aku juga suka, tapi mungkin gak bisa sering-sering aku pakai karena modelnya cukup formal. Jadi mungkin hanya kepake di acara tertentu saja" jawabku panjang dan sedikit berbohong soal baju.

"Alhamdulillah kalau kamu suka. Semoga akan selalu membawa manfaat buat kamu ya Sal. Jadi... Gimana? Maaf kalau aku to the point... Kamu mau ngasih KITA kesempatan?" ternyata memang dia bukan orang yang pandai pandai amat untuk basa basi.

Sebetulnya aku sudah menyiapkan jawaban. Meskipun aku ragu menyampaikannya. Tapi aku harus segera mengambil kesempatan ini. Kasihan orang menunggu kepastian. Aku sendiripun tidak suka menjalani sesuatu tanpa kepastian. Seperti hubunganku dengan Mesa. Meski aku yakin Mesa PASTI mencintai aku dan aku mencintainya. Tapi masa depan kisah kami adalah hal yang paling tidak pasti dalam perjalanan cinta kami.

"Mas... Maafkan aku... Mas Vanno orang baik, kalau aku boleh jujur sebetulnya mungkin aku bisa saja memberi kesempatan untuk KITA berjalan bersama. Tapi maaf... Sekarang alasanku bukan lagi hanya soal aku belum benar benar berhasil menjadi Pramugari karena masih harus berjuang lulus dari pelatihan, tapi aku juga tidak menyukai hubungan jarak jauh. Aku bukan tipe orang yang sanggup menjadi setia dengan jarak. Aku tidak mau menyakiti orang lain dengan hubungan jarak jauh seperti ini. Tapi... Bisakah kita tetap berteman?"

Miles AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang