Chapter 05: Pusat Perhatian si Pusat Perhatian
"Maaf ya La, jalan kaki. Rumah gue agak jauh juga sih dari gang," kata Lala sambil melangkah bersama Laila pulang sekolah itu untuk kerja kelompok bareng.
Laila tersenyum, "santai, La," jawabnya tanpa beban.
"Sama ini, Amas sama Akak gue lagi di rumah. Tapi mereka biasanya di kamar doang kok, gue ngasih tau aja entar lu kaget gitu karna dulu kan waktu belajar ke rumah gue Amas sama Akak gue lagi kuliah jadi jarang di rumah," ucap Lala menjelaskan melangkah pelan di pinggir jalan.
"Lucu banget manggilnya amas sama akak," kata Laila tertawa geli. Walau pandangannya melirik saat melewati sebuah warung dengan rumah besar berlahaman dan plang bertuliskan. 'KETUA RT 03'.
"Lo masih sering main sama Ivo nggak sih La?" tanya Laila merasa tak ada tanda-tanda cowok berbehel yang suka lambai-lambai ceria pada Laila.
"Masih," jawab Lala mengangguk, "tapi gue lebih sering sama tetehnya."
Laila mengangkat alis tinggi. Ia kali ini diam saja, mengangguk-angguk kecil menanggapi. Mengekori Lala yang lebih dulu memasuki rumah melewati pos ronda RT yang ada di depannya.
Rumah Lala masih sama, tanpa pagar. Halamannya tidak luas tapi juga tidak sempit, cukup. Uniknya, rumah berwarna biru itu dipenuhi tanaman yang asri. Banyak juga perpohonan tinggi, menjadikannya teduh dan halaman terasa penuh.
Dulu kata Lala, ayah dan abangnya yang ngerawat tanaman ini. Laila masih ingat waktu Lala cerita, kalau keluarga mereka rajin merawat bunga dan tanaman karena mendiang mama yang sejak dulu suka berkebun. Kata Lala, rumah tetap dijaga seasri mungkin agar mama lebih sering berkunjung.
"ASSALAMUALAIKUM!" teriak Lala seperti biasa, melepas sepatus asal melemparnya ke bawah sofa ruang tamu. Sementara Laila di luar rumah menunduk melepas sepatunya, lalu meletakkan dengan rapi di samping keset depan pintu.
"WALAIKUMSALAM!" balas seseorang berteriak dari dalam rumah membuat Laila agak kaget. "Jangan lupa cuci kaki, La!"
"Iyaaa!" Lala memasuki rumah, lalu menoleh pada Laila, "ke kamar gue aja La!"
Laila mengangguk, jadi agak canggung. Bener sih kata Lala. Dulu waktu ke rumah Lala, nggak ada orang lain selain mereka. Sekarang jadi agak segan.
Laila mengekor Lala dalam diam. Ia melirik pintu pertama depan ruang tengah. Menyadari pintunya terbuka, Laila refleks menunduk tidak berani melihat ke dalam kamar orang asing.
"Cuci kaki dulu ya La," kata Lala menyibak korden panjang berwarna cokelat di pintu pemisah ruang tengah dan area dapur. Laila mengangguk, masih diam canggung mengikuti Lala.
Laila mengangkat wajah saat mendengar suara dispenser dinyalakan dan air mengalir. Sebuah punggung pemuda berkaos putih terlihat di sudut dapur sedang menuangkan minuman di gelasnya.
"Mas masak cumi sama kangkung aja. Abis ganti baju panggil akak, langsung makan mumpung makanannya masih anget," kata Putra santai menghadap jendela di atas dispenser yang terbuka ke area belakang rumah. Lalu meneguk minumannya sesaat, sebelum kemudian membalikkan badan dan menoleh.
"Eh."
Pemuda itu refleks berseru kaget. Hampir saja latah karena tak menduga ada seorang gadis berambut panjang dengan kulit putih pucat berdiri di depan pintu dapur memandangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Clown
Teen FictionHari ini adalah hari penting pertemuan kembali para manusia-manusia Peridana setelah setahun berpisah karena pandemik. Kadang Lala kaget. Perasaan baru kemaren Lala sibuk ngurusin berkas masuk SMA, kok sekarang udah mau kelas 12. Kelas 11 beneran n...