Chapter 22: Buah Kerja Sama Tim
Laila menarik nafas sedalam mungkin. Gadis itu menghembuskannya mantap seperti langkah kakinya memasuki sekolah Minggu pagi itu. Dengan celana training merah maroon dan kaos oblong cokelat tua ia melirik sekitar. Tak pernah tau sekolah di hari Minggu akan seramai ini.
Laila diam-diam merasa gugup. Tapi mencoba menguasai diri tetap tenang dan kalem. Kedua tangannya kini meremas tali tas selempangnya, sambil berdoa semoga saja ada teman sekelasnya yang melihatnya dan mau menemani.
"Laila."
Gadis itu terlonjak. Jantungnya yang sudah berdegup cepat dari tadi seakan melompat. Tapi berikutnya menghembuskan nafas super lega, menolehkan kepala merekah melihat sosok Nathan dengan pakaian olahraganya mendekat santai.
Nathan mengangkat sebelah alis, menyadari pakaian training Laila. "Lo mau ngapain?" Nathan mengernyit, "elo punya ekskul?" tanyanya bingung. Merasa sudah dua tahun sekelas dengan Laila, rasanya Nathan tak pernah tau ekskul Laila.
Laila mengatupkan bibir, agak gugup. "A... anu," Laila agak menarik diri menciut kecil, "gue mau gabung basket."
Nathan melebarkan mata. Ia menegak, lalu melihat ke arah dalam. "Lo udah ngasih tau Alamea?" tanyanya kembali menoleh pada Laila.
Laila meringis kecil, "belum sempet. Dari kemaren Lala juga keliatan sibuk mikirin artikelnya, jadi gue nunda nunda chat buat ngasih tau..." katanya sedikit menyesal juga.
Nathan merapatkan bibir. "Ayo sama gue," katanya sambil melanjutkan langkah membuat wajah Laila merekah.
"Makasih ya Nat," kata Laila tulus sambil mengekori, "elo selalu baik."
Mendengar itu Nathan mendelik. Cowok itu kembali menggerakkan kepala memandang Laila, "baik apanya? Gue juga anak basket. Gue juga mau ke lapangan," katanya dingin membuat Laila jadi termundur dan mengatupkan bibir.
Laila mengulum bibir, kembali memegangi tali tasnya mengikuti Nathan. Iya sih bener. Nathan bukan baik. Emang lagi kebetulan aja ketemu Laila.
Memasuki koridor terdekat dengan lapangan, Laila mulai gugup lagi. Ia mencoba mengenyahkan pikiran takutnya kalau akan tidak diterima. Apalagi dia tau semua anggota basket putri kecuali Lala tak menyukainya. Bahkan mereka pernah membully Laila terang-terangan saat itu.
Nathan berhenti di bibir lapangan. Cowok itu bergeser, menutupi Laila membuat Laila agak termundur dan menciut. Di lapangan, sosok Lala sudah terlihat. Dengan satu lutut bertekuk ke atas duduk di emperan lapangan sedang berbicara menggebu-gebu pada Rebecca dan Diana di depannya sambil mengacung-acungkan roti yang sudah tergigit setengah. Nampaknya heboh tengah bergibah ria.
"ALAMEA!" panggil Nathan nyaring, membuat Lala terkejut.
Lala menolehkan kepala. "Oi!" sahutnya santai dengan refleks membuat Rebecca yang tersadar dengan sikap itu segera menarik kaki Lala agar turun dan duduk manis.
"La, cantik cantik dikit kek. Itu yang semalam ngedate sama elo!" bisik Rebecca dengan nada tertahan menegur.
Lala jadi mencuatkan bibir, melotot kecil malu menyuruh Rebecca diam-diam saja. Gadis berambut sebahu itu kembali memandang Nathan. Ia mengernyit, melihat ada sosok lain di belakang pemuda itu. Melihat Nathan nampak memberi tanda memanggilnya membuat Lala jadi melongo bingung.
Di tempatnya, Nathan menghembuskan nafas merasa lelah sendiri. "Tu anak emang tiap pagi otaknya harus pemanasan dulu apa ya," katanya menggerutu sendiri karena tiap pagi selalu saja ada tingkah Lala yang ajaib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Clown
JugendliteraturHari ini adalah hari penting pertemuan kembali para manusia-manusia Peridana setelah setahun berpisah karena pandemik. Kadang Lala kaget. Perasaan baru kemaren Lala sibuk ngurusin berkas masuk SMA, kok sekarang udah mau kelas 12. Kelas 11 beneran n...