Chapter 17: Panutan Utama
Kembali lagi dengan kelakuan Ivory yang buat Lana melongo. Putra yang membaca buku di meja makan sambil menandai beberapa materi untuk ia ajarkan di les onlinenya hanya melengos mendengar permintaan Ivory di dapur rumah Bapak Yusuf Bahtiar siang itu.
"Lo.... Mau apa?" tanya Lana masih dengan plastik pentol di tangan yang belum juga ia makan dihentikan kedatangan Ivory.
Ivory menatap Lana berbinar, penuh semangat. "Ajari Ivory untuk jadi anak band!!"
Lana tenganga, "tiba-tiba banget????"
Ivory mengatupkan bibir, melirik Putra yang acuh tak acuh. "... Biar jadi kayak Kak Putra...." Jawabnya dengan jujur.
Lana jadi mendelik masih dengan bibir terbuka bingung. "Bukannya Ivo bilang kemaren mau mundur, balik main ep-ep aja?" tanyanya memegangi plastik pentol dengan tak mengerti.
Ivory mendengus kecil, "Kenapa laki-laki harus mundur padahal belum dapat penolakan jelas?" tanyanya dengan sungguh-sungguh membuat Lana hampir mual dengan Putra yang kini mendongak dan mendelik sempurna.
Ivory tersenyum miring, masih berdiri di ujung meja makan. "Ayolah. Di sini ada gitar, ada keyboard. Ayo ajari Ivo, ngapain kek gitu. Yang penting ngeband," katanya dengan sungguh-sungguh.
Lana geleng-geleng, memilih merobek plastik pentol dan mulai memakannya saja daripada dia terbawa emosi ngobrol sama anak TK satu ini.
Ivory mendecak, jadi menarik kursi dan duduk ke samping Lana. Kini memandang Putra yang kembali menunduk pada buku. "Kak Putra, Ivo mau nanya," katanya membuat Putra melirik.
"Nggak usah nanya tentang cewek, gue nggak paham," jawab Putra begitu saja, membalik halaman dengan tenang. "Tanya Lana."
Ivory merapatkan bibir. Tapi cowok berbehel itu tak mundur. "Kak Putra suka sama Laila?" tanyanya dengan terus terang.
Lana di antara keduanya jadi memandangi mereka bergantian, makin menikmati kunyahan pentolnya.
Putra mengangkat sebelah alis, "apa maksudnya?" tanyanya tak paham. Cowok itu menghela nafas keras menatap Ivory serius, "dia temennya Lala. Lo pikir gue segila itu?"
Ivory agak kaget. Ia mengerjap-ngerjap, lalu merapat pada Lana di sampingnya sambil berbisik. "Kok galak banget?" tanyanya menciut takut.
Lana mengunyah makanan di mulut, menelannya lalu menjawab. "Abis dapat harapan palsu, jadi sensi," ucapnya tanpa dosa membuat Putra hampir refleks melempar pulpen di tangan.
Lana tertawa tanpa dosa, "eh betewe, Teteh lu kemaren napa balik cepet?" tanyanya pada Ivory, melirik Putra yang menatapnya dingin tapi masa bodoh dan kembali menunduk pada buku.
"Tau," jawab Ivory mengedikkan bahu, "udah puas kali belanjanya makanya mau pulang."
Lana kembali memakan satu pentol, mengunyahnya sebentar. "Tapi dia nonton kan pas gue tampil?" tanyanya dengan santai. Sementara Putra dengan tenang memandang buku di depannya dengan pulpen di tangan.
"Kayaknya sih," jawab ivory polos, "soalnya teteh sempet bahas kok tuh pacarnya Kak Lana yang nyanyi, berarti teteh nonton, kan?"
"OOOOOOHHHHHHHH," Lana dengan sengaja berseru nyaring, "NONTON???? Kirain nggak."
Putra membalik kertas ke halaman sebelumnya, tak merespon apapun sementara Ivory agak bingung dengan respon berlebihan Lana.
"Harusnya sempetin nyamperin kek kemarin. Kan gue kira teteh lo nggak datang," kata Lana dengan nada ditekankan, lalu lanjut memakan pentol dengan santai. "Apa kemaren dia sibuk dapat kenalan cowok cakep kali ya? Kan banyak anak kuliahan kemaren."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Clown
Teen FictionHari ini adalah hari penting pertemuan kembali para manusia-manusia Peridana setelah setahun berpisah karena pandemik. Kadang Lala kaget. Perasaan baru kemaren Lala sibuk ngurusin berkas masuk SMA, kok sekarang udah mau kelas 12. Kelas 11 beneran n...