Chapter 23: Break The Rules

13.7K 3.3K 4.2K
                                    


Chapter 23: Break The Rules



Laila merapikan tas selempangnya, duduk di bangku tangga pinggir lapangan basket. Dengan Lala di sampingnya sudah duduk santai membuka kedua kaki sambil meneguk minuman di botol tumblr biru yang ia bawa. Yang lain sudah pergi ke kantin ataupun pulang lebih dulu karena latihan telah usai.

"La, maaf ya," kata Laila membuat Lala yang menutup tutup botol menoleh, "gue bikin suasana tim lo tadi jadi nggak nyaman."

Lala tertawa renyah dengan santai, "sans, La. Selama Becca masih jadi kapten, semua diem kok," katanya membuat Laila mengernyit, "yang senior juga nggak berani marah atau cari masalah."

Laila diam. Ia mengerjap memasang ekspresi kalem. "Terus? Kalau Rebeccanya yang marah?" tanyanya dengan hati-hati mencoba mengendalikan intonasi bicara.

"Ya abis dah," kata Lala santai sambil memasukkan botol minum ke dalam tasnya. "Tapi sejauh ini Becca profesional bisa ngendaliin emosi, makanya dia sering jadi leader dimana-mana."

Laila mengatupkan bibir. Ia kini tak melanjutkan. Beralih melepas ikatan rambutnya dan berganti jadi mencepol ulang. Laila memandang langit, merasakan cuaca mendung dengan udara dingin berhembus.

"Ck, kayaknya mau ujan. Gue mungkin bakal dijemput lama," kata Laila melengkungkan bibir ke bawah mengeluh.

"Entar aja baliknya," kata Lala menghasut, "elu baru sekali ikut ekskul minggu, lama-lama aja kali."

Laila jadi tertawa mendengar nyablaknya cewek rambut pendek itu.

"Btw, lo nggak kabur dari rumah kan nekat gini?" tanya Lala melebarkan mata dengan raut wajah serius.

"Sebenarnya orang tua gue belum bener-bener tau sih gue ikut basket," kata Laila mengaku, "tapi tante gue ikut bantu bilang gue butuh nilai tambahan ekskul karena bentar lagi kenaikan kelas. Jadi gue diijinin ke sekolah minggu ini."

Lala mendecak pelan, "padahal lo beneran jago," katanya berkomentar lalu maju memegang bahu Laila, "postur tubuh lo pas main tadi juga cakep banget."

Laila menipiskan bibir tersenyum miris. "Gue pernah obses banget mau main basket lagi, sampe-sampe latihan di kamar pake boneka ngehalu main sendirian. Meragain teknik teknik yang gue baca di google," katanya terkekeh kecil dengan pahit.

Lala mengatupkan bibir. Ia jadi menyendu, melengos panjang dengan berat. Gadis itu kemudian menepuk-nepuk bahu Laila menguatkan. "Sans. Gue bakal nemenin lo main basket dari sekarang," katanya meyakinkan.

Kedua ujung bibir Laila jadi tertarik terangkat ke atas dengan riang. Hatinya jadi menghangat, "makasih ya La," kata Laila dengan tulus. "Lo nemenin gue buat break the rules."

"Easy. Gue dari kecil bebas nggak pake rules-rules segala, jadi gue bakal nemenin lo kalau ada konsekuensinya nanti," kata Lala dengan percaya diri, seakan ucapannya ringan tak bermakna.

Tak tau Laila merasa bergetar kecil, dengan kedua bahunya yang rasanya kehilangan beban perlahan.

Lala menaruh tangannya di atas lututnya kini masih dengan kaki terbuka kecil memandang lapangan yang kosong. "Saat gue riset sana sini buat artikel baru tentang perempuan, gue jadi makin berpikir. Nggak ada salahnya untuk ngabisin masa remaja dengan apa yang kita mau. Karena saat dewasa dan jadi ibu, seorang wanita nggak punya kesempatan lagi jadi dirinya sendiri."

Laila tersentak. Garis wajahnya berubah perlahan. Ia mengangkat alis tinggi tertegun.

Laila menipiskan bibir mendesah berat. "Hm. Tante gue juga pernah bilang hal yang sama," katanya dengan getir, "mama gue juga bilang gitu. Tapi kan... gue punya keinginan sendiri? Mereka bilang gue harus nikmatin masa remaja gue, tapi juga ngasih aturan gue harus jadi apa."

Beauty and The ClownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang