14

141 7 0
                                    

"NATAA!!!" panggil seseorang dari dalam rumah.

"Sayang! Nata, kamu dimana?" ulang Sinta.

Sedari tadi wanita itu tengah mencari menantu kesayangannya. Sehabis sarapan pagi tadi, Nata belum kembali tampak. Padahal ia masih dalam cuti sekolah. Harusnya ia dirumah.

"Kenapa Sin?" tanya Dewi sembari berjalan menuju tempat Sinta berdiri.

"Aku lagi nyari Nata. Masa iya dari tadi nggak keliatan." ujar Sinta.

Dewi menepuk dahinya pelan, " Oh iya! Kok aku baru nyadar kalo tuh anak nggak ada. Kamu udah cek di kamarnya?"

"Udah. Aku niatnya mau ngajak dia belanja bareng. Aku liat ke kamarnya aja nggak ada." ucap Sinta.

"Gini aja kamu cari kearah depan, aku cek belakang." putus Dewi dan dianggukki Sinta.

Mereka pun berpencar. Rumah yang cukup besar akan mempersulit pencarian jika hanya satu orang yang mencari.

Sinta yang sedari tadi berulang-ulang mencari Nata, sepertinya hasilnya nihil. Ia tak menemukan Nata.

Lain halnya dengan Dewi. Di taman belakang terdapat seseorang tengan bersender dikursi taman sendirian. Dan itu pasti Nata.

"Dorr!!"

Sontak Nata terlonjak kaget. "Yaampun Bunda!"

"Hehe, kamu lagian ngapain disini? Dicari-cari dari tadi, taunya disini. Tadi Bunda pikir kamu sekolah malah." ucap Dewi terkekeh.

"Nata masih kecapean Bun. Nggak dulu sekolahnya." jawab Nata. Dan Dewi mengangguk paham.

"Tumbenan banget kamu ke taman. Udah gitu sendirian lagi. Terus juga lama banget disini."

"Nggak papa, Bun. Nata emang lagi pingin kesini aja."

"Kalo ngomong Bunda ditatap dong. Masa liat depan terus."

Nata lantas memalingkan wajahnya menghadap sang bunda.

"Iya Bunda. Ada apa?" tanya Nata manis.

"Harusnya Bunda yang tanya. Kamu kenapa?" ucap Dewi membelai lembut pipi Nata.

Bukannya menjawab, Nata hanya diam menatap Dewi dengan tatapan sendunya. Dewi dengan jelas melihat air sedikit demi sedikit memenuhi kantung mata Nata. Gadis itu mulai berkaca-kaca.

"Loh-loh. Kok nangis."

Tak bisa membendungnya, Nata akhirnya meneteskan air mata dengan derasnya.

Dewi hatinya merasa teriris jika ia harus melihat putrinya menangis. Ia lantas memberi pelukan hangat untuk Nata. Bukannya diam, Nata tambah sesenggukkan dalam tangisannya.

"Bun, h-hiks."

"Udah. Diem dulu, terus cerita sama Bunda." dengan halus dan tulus Dewi mengelus punggung putrinya.

Tak membutuhkan waktu lama, Nata melepas pelukannya. Kembali menatap Dewi dengan tatapan dalam.

"Kenapa?"

"Nata nggak mau Bun. Nata mau tetep tinggal sama Bunda. Nata nggak mau pindah." ucap Nata sendu.

Dewi menarik nafasnya lega. Ternyata ini yang membuat putrinya sedih.

"Sayang, kamu udah nikah. Kamu wajib dan harus ikut kemanapun suami kamu pergi." ujar Dewi

"Nah itu disitu ternyata." ucap Sinta yang baru saja melihat Nata dan Dewi di taman belakang dan langsung menghampiri keduanya.

"Iya, dari tadi Nata ada disini ternyata. Sendirian kaya orang ilang." jelas Dewi.

"Mama nyariin Nata?" tanya Nata.

My Teacher Is The Best HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang