05

220 25 29
                                    

"Sebenarnya"

Drrttt drttt

Ucapan Arka terpotong oleh getaran ponsel yang tergeletak di atas meja. Ada seseorang yang menelfon Tara.

"Bentar, Papa angkat telfon dulu."

Arka hanya mengangguk.

"Huft, kapan-kapan aja deh." ucap Arka santai.

Setelahnya Tara menuju teras rumah untuk menerima telefon.

Dan Arka, ia membolak balikkan kertas. Kembali fokus pada dokumen-dokumen nya.

_____



Tok tok tok

Nata mendengar pintu kamarnya terketuk.

"Nata!"

"Nata! Nak buka pintunya."

Dan jelas itu suara bundanya. Suara dari balik pintu lebih tepatnya.

Belum ada sahutan dari Nata. Sedari tadi tangan wanita paruh baya itu terus mengetuk pintu kamar putrinya.

Entah kenapa Nata masih tak terima akan sikap keluarganya. Tak pernah mereka menyembunyikan suatu perihal dari Nata. Semua rahasia bahkan hal penting sekalipun, Nata selalu mengetahuinya. Kali ini Nata seperti dianggap orang asing yang tak boleh mengetahui hal yang sepertinya dianggap penting oleh keluarganya.

"Nak, Bunda tau kamu belum tidur. Buka pintunya kita semua mau ngomong sama kamu sayang."

Nata sesekali menatap pintu kamarnya dan mengedarkan pandangannya ke objek lain dengan tatapan kosong.

"Nata buka pintunya! Atau kamu tau akibatnya nanti."

Nata mulai jengah. Kasihan juga bundanya sedari tadi hanya berbincang dengan pintu.

Dengan malas, Nata membuka pintu.

Hanya membuka pintu.

Ia langsung kembali duduk di atas kasur dan memainkan ponselnya. Membiarkan Dewi masuk dengan sendirinya.

"Kamu masih ngambek, hm?" ucap Dewi yang menyusap rambut putrinya.

"Enggak."

"Yang lagi ngomong sama kamu Bunda loh. Bukan HPnya."

Nata terus mencoba tetap fokus ke ponselnya tanpa memperdulikan sekitar.

"Maafin kita semua yah. Kita bukannya nggak mau ngasih tau kamu. Kita cuma mau nunggu masa yang sesuai."

"Kalo waktunya nggak pas, kita takut kamu nggak terima keadaan."

Diwajah Nata, tampaklah raut wajah bingung. Ia tak mengerti dengan keadaan apa yang bundanya maksud. Tapi dengan kekehnya, Nata mencoba biasa saja. Jika ia bertanya apa maksud ibunya, gengsi.

Sikap cueknya yang tadi bias binasa seketika. Itu pemikiran Nata.

"Kita keluar yuk. Ayah mau ngomong sama kamu."

Nata tetap tak menggubris ucapan bundanya.

Dewi membuang nafasnya gusar.

"Kalo kamu pingin tau, harusnya kamu keluar. Kalo enggak.."

Nata melirik kearah bundanya.

Dewi tahu jika Nata berada dalam mode kepo.

"Ya, terserah kamu aja deh. Bunda keluar dulu. Kalo berubah pikiran, keluar aja. Kita ada di ruang tengah. Itupun kalo kamu pingin tau banget." ucap Dewi dengan nada menggoda seraya keluar dari kamar Nata.

My Teacher Is The Best HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang