16

184 8 4
                                    

Akhirnya hari telah berganti. Tinggal hanya berdua dengan Arka, membuat Nata harus lebih rajin-rajin lagi dalam melakukan pekerjaan rumah. Pagi ini gadis itu hanya menyiapkan beberapa roti lapis untuk sarapannya dan suaminya.

"Capek juga jadi istri." ucap Nata seraya merapikan meja makan.

Sudah cukup lama Arka tak kunjung juga keluar dari kamar. Biasanya ia lebih awal bangunya dari pada Nata. "Ngebo udah kaya kebo beneran tu orang." Nata melepas celemeknya dan bergegas mengecek kamar apakah Arka masih tertidur.

Ceklekk

Pintu terbuka. Ternyata memang Arka masih tidur. Tak biasanya. Kenapa ya? Tanya Nata dalam hati.

Nata memberanikan diri untuk mendekat. Mencoba menggoyangkan bahu Arka. "Pak. Pak Arka" panggil Nata pelan.

Saat mencoba menarik selimut yang Arka gunakan, Nata kesulitan. Selimut itu sangat erat ditubuh Arka. "Kenapa sih?" Nata berdecak pinggang.

Nata ingat jika dulu ia susah bangun, Dewi bunda Nata selalu menyipratinya dengan air. Dan itu manjur. Sepertinya Nata akan mencobanya juga pada Arka. Weh biar jadi turun temurun.

"Tapi sopan nggak sih?" tanya Nata dengan lagak berpikirnya.

"Tapi nanti nggak bangun-bangun." Nata menatap jam ditangannya. Waktu terus berjalan. Ia bisa saja telat cuma karena mengurusi Arka yang tak bangun-bangun. "Udah deh. Guyur aja."

Saat akan melangkah, tiba-tiba pergelangan tangannya tercekal. Selimut tebal itu mengeluarkan satu tangan kekar. Arka mencekal tangan Nata. Nata kaget, ia pikir Arka tertidur. Lalu bagaimana ia tau kehadiran Nata? Apakah suaranya terlalu keras?

"Nata.." panggil Arka lirih. Nata bingung menatap Arka. Suaranya begitu lemah. Sebenarnya ada apa dengan orang ini?

"Iya?" tanya Nata memastikan.

Grebb

Tanpa aba-aba, Arka menarik Nata dalam pelukannya. Tubuh Nata dengan santainya jatuh diatas badan Arka. Mata Nata melotot lebar. Ia mencoba melepaskan pelukan itu namun tak bisa. Arka seperti tak memperbolehkan Nata pergi.

Posisi itu begitu intents. Tubuh mereka merekat bak diberi lem. Nata sama sekali tak bisa menyembunyikan wajahnya yang kini telah memerah seperti tomat segar. Nata merasakan jelas jantung Arka berdetak sangat kencang. Itu tak jauh beda dari jantungnya.

Sejak kapan gua punya penyakit jantung?-batin Nata.

"Pak?"

"Seragam saya kusut nanti."

Arka sama sekali tak menghiraukan. Ia tambah mengeratkan pelukannya.

"Disini aja.." hanya kata itu yang keluar dari mulut Arka. Nata semakin bingung dibuatnya.

"Iya saya disini, tapi lepasin dulu Pak. Saya nggak bisa napas."

Akhirnya alasan itu dapat membuat Arka melepaskan pelukannya. Nata segera berbalik badan guna menetralkan kembali ekspresi wajahnya. Sungguh ia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Hanya dipeluk saja ia merasa se-senang itu.

"Pak Arka kenapa?" tanya Nata sembari duduk disamping tempat Arka berbaring.

Sepertinya Arka sedang tak ingin banyak bicara. Arka menarik tangan Nata dan meletakkan tangan mungil itu ke dahinya. Nata merasakan jika dahi Arka panas. Apa dia demam?

"Bapak sakit?" tanya Nata sedikit khawatir. Sedikit.

Arka menganggukinya dengan lesuh. Se-lemas itu kah? Sepertinya ia sakit karena kehujanan kemarin. Tapi Nata baik-baik saja, tak sakit sama sekali.

My Teacher Is The Best HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang