18

85 7 0
                                    

Wajahnya begitu damai. Gadis itu kini terlelap tidur setelah menangis tadi. Mungkin ia kehabisan energi. Nata tidur berbantalkan lengan kekar suaminya-Arka. Wajah polos Nata saat tidur tak luput dari pandangan Arka. Lelaki itu tentu masih bingung dengan Nata. Tepatnya, setelah Nata meluapkan amarahnya. Ada perihal apa memang? Begitu pemikiran Arka.

Bahkan Arka sempat berpikir jika yang Nata ungkapkan tadi hanyalah hal sepele.

YEE SEPELE

Dan apakah Nata akan benar-benar belajar mencintainya juga? Hanya itu, pertanyaan yang sedari tadi ia katakan dibenak lelaki itu. Arka membuat kesimpulan tersebut, karena hampir seluruh ungkapan Nata mengarah pada poin itu. Ah iya, tadi Nata juga menyebutkan bahwa ia menghawatirkan Arka. Membuat Arka bangga dan PD dengan penalarannya.

Oh! Dan Arka masih merutuki dirinya. Betapa bodohnya ia. Apalagi jika bukan membentak Nata tadi? Arka mengaku ia khilaf. Ia sedang dalam keadaan sangat lelah setelah bekerja padat. Saat sudah pulang ia disuguhkan dengan sikap Nata yang tidak mengenakkan, dan bukannya sambutan hangat. Saat itulah emosinya tidak terkontrol.

Apapun itu, seharusnya ia tak membentak Nata. Ia kini masih sangat merasa bersalah.

Diatas lengannya ia merasa ada pergerakan. Rupanya Nata. Sepertinya gadis itu terbangun. Segeralah gadis itu bangun dan duduk. Arka meneguk slavinanya susah payah.

Melihat Nata saja, kini ia ketakutan. Sepertinya ia takut akan diterkam lagi. Gadis itu masih mengumpulkan nyawanya. Celingukan kesana kemari. Tibalah ia di spot serakhir. Ia melihat Arka yang duduk di sampingnya. Sontak Arka memundurkan kepalanya.

Wajah datar itu masih ada diwajah Nata. Itu mendukung ketakutan Arka. Arka tersenyum kikuk. LOL, itu terlihat konyol. Sepertinya Arka benara-benar takut.

"Hai," sapa Arka dengan senyum yang seakan terpaksa pada Nata yang masih memandanginya tanpa ekspresi. Tak lupa dengan lambaian kecil dari tangannya.

Gadis itu memutar bola matanya malas. Sungguh, Nata merasa ada yang tak beres dengan Arka. Ntah kesambet apa orang itu. Pikir Nata.

Nata memilih memalingkan wajahnya dan bergegas turun dari kasur, hendak keluar. Tanpa menghiraukan sapaan Arka. Arka menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sepertinya basa-basinya tak berguna.

"Sholat Isha dulu, yok." untungnya lelaki itu tak kehabisan akal untuk dapat berbicara dengan Nata.

Nata sempat menghentikan langkahnya, bahkan menoleh beberapa detik karena tau jika Arka bersuara. Tetapi ia melanjutkan langkahnya kembali dan segera keluar. Arka menatapnya semakin bingun. Bahkan Nata keluar serta menutup pintu tanpa menjawab ajakannya.

"Saya nggak solat," jawabnya dari sebalik pintu.

"Oh, oke." Arka menjawab, paham.

Pantesan kaya singa.

_____

Paginya, kedua sejoli itu tengah hikmat menyantap sarapan mereka. Tentu masih dengan keadaan sunyi. Seperti perang dingin. Selesai sarapan mereka tetap saling diam, seraya sibuk dengan ponsel maning-masing. Tak ada yang membuka suara, bahkan membahas atau meminta maaf perihal kejadian semalam. Arka ingin meminta maaf, tapi ia takut jika Nata mengingatnya lagi dan kemudian akan kembali marah.

Yaa sepertinya tak usah dibesar-besarkan lagi, pikir Arka.

Nata berdiri dan segera membereskan piring yang berantakan diatas meja. "Saya aja," celetuk Arka seraya merebut piring dari tangan Nata.

"Udah saya aja." rebut Nata pada piring ditangan Arka.

"Saya aja. Kamu duduk, disana." Arka tak mau kalah.

My Teacher Is The Best HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang