Sasha
💕💕💕
Seorang wanita berkulit putih turun dari ojek online lalu menghampiri aku dan Tante Lisda. Rambut pirangnya dia ikat dengan model ekor kuda. Celana jeans yang robek di bagian lutut serta tanktop yang berlapis cardigan busana yang dia kenakan saat itu, gaya dan penampilannya sangat mirip dengan Tante Lisda.
Ketika wanita yang bernama Ririn itu mendekat, aku merundukan kepala hingga ke dada. Mudah-mudahan dia tidak mengenaliku.
"Hai, Lis," sapa Ririn.
"Hai. Eh, gue kan udah bilang entar gue yang ke tempat lo."
"Lama ah, pegel gue nunggu lo dari pagi. Abis ini gue mau balik ke Cirebon. Oh iya, jangan lupa honor gue, jadi detektif itu capek." Aku mendengarkan percakapan mereka masih dengan kepala tertunduk.
"Beres. Thanks ya, Rin. Kerja lo oke banget. Oh iya, kenalin ini ponakan gue, Sasha, dia kerja di Jakarta."
Aku tersentak kaget ketika Tante Lisda menyebut namaku. Cepat-cepat aku meraih ujung jilbab lalu aku jadikan cadar supaya Ririn tak bisa melihat wajahku dengan jelas.
Aku mendongak menatap Ririn. Gadis itu memicingkan mata, mungkin dia merasa aneh melihatku yang tiba-tiba menutupi sebagian wajah. "Hai," sapa Ririn sambil mengulurkan tangan. Jangan ditanya gimana deg-degannya aku saat itu, sederet doa aku rafalkan dalam hati supaya Ririn benar-benar tidak mengenaliku. Aku menyambut tangan Ririn dengan sedikit gemetar.
"Kayaknya aku pernah lihat kamu, deh," cetus Ririn sambil memandangku saksama.
"Hah? Maaf, kayaknya kita belum pernah ketemu, deh," elakku. Suaraku sampai sedikit bergetar saking takutnya. Namun, rupanya elakanku tak berguna karena sepertinya Ririn bener-benar mengenaliku walau aku sudah tutupi sebagian wajahku. Ririn masih menatapku penuh curiga, lantas dia menarik tangan Tante Lisda menjauh dariku. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi feelingku bilang Ririn memang betul mengenaliku dan akan mengatakannya pada Tante Lisda.
Allah ... aku sangat ketakutan. Tolong rengkuh aku!
Tante Lisda menoleh padaku sebentar lalu kembali menyimak ucapan temannya itu. Ririn mengeluarkan ponsel dari saku celana jeansnya lalu menunjukkan sesuatu pada Tante Lisda. Aku meringis, kakiku bergetar hebat, kepalaku pun mulai berdenyut-denyut, sepertinya tamat sudah riwayatku kini.
Tak berapa lama kemudian mereka kembali, dan tatapan Tante Lisda seketika berubah nyalang. "Sha, tolong jelasin foto ini sama aku!" katanya seraya menunjukkan sebuah foto di ponsel Ririn. Tenggorokanku tercekat-cekat, itu fotoku sama Om Arif di depan cafe SunHan kemarin.
"Itu ... itu ...." Aku kehilangan perbendaharaan kata. Lenyap dimakan dengan rakus oleh ketakutan yang tengah menjalari seluruh aliran darah.
Tante Lisda menarik ujung jilbab dari mukaku dengan kasar. "Please, Sha, aku mau denger jawaban berbeda dari laporan Ririn. Please, kalau kamu bukan selingkuhannya Arif! pliiissss kamu bilang itu sama aku!" Mata Tante Lisda seketika memerah. Tubuhku semakin bergetar hebat, situasi sekarang benar-benar membuatku ingin mati saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Terlarang
General FictionMencintai dalam diam memang tidak enak, tapi semuanya akan baik-baik saja jika aku melabuhkannya pada hati yang tepat.