POV Arif Mikaila Syahputra
"Rif, elo yakin duit lo mau buat ini semua?" tanya Rian teman SMA sekaligus partner bisnisku sekarang.
"Yakinlah. Gue lihat bisnis kaus distro ini menjanjikan banget, kita gak boleh setengah-setengah juga dalam memulai bisnis, kan? Buat sementara kita pasarkan lewat online dulu. Habis itu kita promosi gede-gedean."
Rian ngangguk-ngangguk. Lelaki jangkung itu baru saja habis kontrak kerja di sebuah pabrik elektronik di daerah Bekasi, dengan pesangon yang dia dapatkan, digabung dengan pesangon yang aku dapatkan pula, bismillah, kita bersama-sama membangun bisnis ini. Semoga berkah.
"Kita ngampar di taman-taman, alun-alun buat jualan kaus ini nanti. Semoga nanti kita bisa nyewa kios di pasar."
"Aamiin," balas Rian. Kenapa aku percaya pada Rian untuk membangun bisnis ini bersamanya? Karena dia orangnya amanah, aku sudah kenal betul dia gimana. Rian belum nikah, pacar pun tak ada. Sepertinya dia trauma karena pernah ditikung temannya sendiri. Rian juga tahu soal Lisda dan Sasha. Awalnya dia mengutukku setelah apa yang aku lakukan terhadap Sasha, tapi perlahan dia mulai mengerti setelah tahu bagaimana Lisda.
"Elo cowok gila yang pernah gue kenal." Begitu kata Rian setelah aku cerita semuanya. Ya, aku memang gila, edan, enggak waras, dan apa pun itu, aku sadar aku salah, tapi mau gimana lagi semuanya sudah terjadi. Jika aku punya kemampuan untuk memutar waktu, aku akan memutarnya ke malam itu agar kejadian nistaku dengan Sasha tidak terjadi.
Namun, entah apa yang aku rasakan kini. Dari kemarin sore setelah tahu bahwa Sasha hamil, hatiku seperti berbunga-bunga. Aku tak merasakan kesedihan lagi, aku bahagia, dan aku merasa ingin hidup seribu tahun lagi. Aku tidak menyangka sama sekali akan menjadi seorang ayah, dan Sasha adalah ibu dari anakku. Membayangkannya saja aku tak bisa menghentikan senyum di bibirku ini.
"Yuk, berangkat," ucap Rian sambil mengenakan sweeter hitamnya.
Aku mengangguk lalu meraih sepatu di rak kecil dekat pintu kontrakan. Pagi itu kami akan pergi ke Bandung untuk belanja kaus langsung dari agen. Rian punya teman yang kebetulan kerja di agen kaus tersebut, dan kami disuruh datang pagi-pagi agar kebagian stok beberapa model. Jadi jam tiga pagi kami sudah berangkat dari Jakarta ke Bandung menggunakan bus.
Jakarta belum berdenyut pagi itu. Suasana terminal sangat lengang, tapi beberapa pedagang makanan sudah beraksi. Pengemis dan gelandangan tidur meringkuk berselimut angin malam di sudut-sudut terminal beralaskan koran. Pemandangan yang sungguh memilukan. Aku lebih beruntung daripada mereka.
Pukul tujuh pagi, kami sudah sampai di Bandung, di depan kios agen kaus tersebut. Kiosnya masih tutup, jadi kami mencari makanan dulu untuk mengganjal perut. Setelah itu kami kembali, sekarang kios itu sudah buka. Saat kami datang, kami langsung disambut oleh temannya Rian yang bernama Yanto.
Kami dibantu olehnya mengumpulkan kaus yang sudah kami pilih. Ketika sedang sibuk mengepak kaus ke dalam karung, aku mendengar ponselku beberapa kali berdering, tapi aku tak mengangkatnya. Setelah beres mengepak kaus itu ke dalam beberapa karung, kami pun pulang menggunakan mobil sewaan karena barang bawaan kami sangat banyak, akan ribet jika pulang menggunakan bus atau kereta.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Terlarang
Ficción GeneralMencintai dalam diam memang tidak enak, tapi semuanya akan baik-baik saja jika aku melabuhkannya pada hati yang tepat.