POV Arif Mikaila Saputra
Dia lebih cantik dari segala hal yang ada di bumi. Bahkan kolibri yang merancau di pucuk-pucuk pohon jambu sepakat denganku. Wajah teduhnya berhasil meluluh lantahkan hatiku, tanpa ampun, hingga aku kesulitan untuk membendungnya. Dosa. Ini dosa tentu saja. Namun, kenapa dosa ini tampak sekali indah?
Deretan bunga daffodil yang tumbuh di sepanjang jalan dengan warnanya yang oranye dan mendayu-dayu karena belaian angin, tak bisa mengalahkan keindahannya.
Natasha Silvana, seorang wanita salihah dan cerdas yang sudah aku rusak masa depannya. Aku sungguh menyesali perbuatan bejatku itu. Kenapa Engkau sampai menautkan hati ini padanya? Apa yang salah denganku hingga Engkau menghukumku sedemikian berat? Ya, bagiku mencintainya adalah suatu hukuman berat.
Sasha itu keponakan istriku. Hasrat ini sungguh terlarang dan berbahaya. Aku tidak berdaya, hingga tak bisa menahan syahwatku terhadapnya.
Aku memang lelaki bejat! Sangat bejat. Kamu jangan pernah memaafkanku, Sha.
Sidang mediasi kemarin berjalan dengan lancar. Aku bersikukuh ingin bercerai dari Lisda, tetapi entah kenapa Lisda bersikukuh ingin mempertahankannya. Bukankah dia tidak mencintaiku lagi? Apa mungkin dia menyesal?
Entah ... bagiku dia wanita yang penuh drama. Sejak gugatan cerai itu dilayangkan, aku sudah tidak tinggal di rumah orang tua Sasha lagi, aku memilih tinggal di kosan temanku. Kenapa di kosan temanku? Karena Ibuku tidak akan henti-hentinya memojokanku untuk membatalkan perceraian ini.
Apa semua orang tidak mau melihatku hidup tenang? Bersama Lisda aku tidak bahagia. Aku coba mengesampingkan dulu perasaanku terhadap Sasha. Bersama Lisda aku tertekan, dia selalu menuntut hal yang tidak bisa aku kasih. Contohnya, dia ingin kami membooking perumahan. Aku bilang padanya waktu awal-awal menikah, gaji sebagai pelayan minimarket itu kecil, aku tidak punya uang sampai puluhan juta untuk itu.
Aku mengusulkan sementara mengontrak rumah, tapi ujung-ujungnya kami malah berdebat dan bertengkar. Kami pun terpaksa tinggal bersama Kakak Lisda karena dia tidak mau tinggal bersama Ibuku.
Hidup hedonis Lisda seperti mencekikku. Aku tahu dia seperti itu karena pengaruh buruk teman-temannya. Aku tidak begitu tahu bagaimana pergaulannya sebelum menikah. Yang aku tahu, dia sering nongkrong di depan minimarket tempat aku kerja bersama teman-temannya. Aku terpesona dengan kecantikannya, jatuh cinta, jadian, tak lama setelah itu, aku memberanikan diri melamarnya. Karena menurutku, pacaran itu banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Tidak disangka Lisda menerima pinanganku, lalu kami pun menikah.
Terlalu terburu-buru dan berani memang, tetapi saat itu aku hanya melakukan apa kata hatiku.
Aku sangat ingin Lisda berubah seperti Sasha. Maksudku, berhijab dan semakin mendekatkan diri pada Allah, atau istilah populernya hijrah, tapi tampaknya itu suatu yang mustahil. Semakin hari, Lisda semakin ekstrim dan jauh dengan Tuhan. Aku kecewa dan merasa telah gagal mendidiknya.
Kemudian aku melihat semua yang aku inginkan ada pada diri Sasha. Setiap hari aku sudah menundukkan pandangan, tapi rupanya imanku tidak sekuat yang aku duga. Pupil dan retinaku berhasil menangkap sesuatu yang kemudian terekam dengan baik ke otak dan menerjemahkannya ke hatiku__aku menyukai anak itu. Kemudian rasa suka itu terus terpupuk karena kita bertemu setiap hari, sehingga akhirnya bermetamorfosis menjadi cinta.
Aku sungguh mencintainya.
Isi hati ini aku serahkan semuanya pada-Mu. Kuikhlaskan apa yang akan terjadi, kisah sedih maupun bahagia. Jika takdir ini yang harus kujalani, aku ikhlas. Aku berharap di masa yang akan datang, air mata duka menjadi air mata bahagia, dan tangis menjadi tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Terlarang
Fiksi UmumMencintai dalam diam memang tidak enak, tapi semuanya akan baik-baik saja jika aku melabuhkannya pada hati yang tepat.