Part 18

1.5K 70 1
                                    

Pov Natasha Silvana

Tahukah kamu bahwa cinta yang tersesat adalah pembuta dunia? Sinarnya menyilaukan hingga menjebak dalam kesalahan fatal yang entah di mana ujungnya. Aku terperangkap sekarang, aku ingin keluar, aku ingin meloloskan diri, tapi tidak bisa. Terseok-seok sendirian dengan kesakitan yang menyayat-nyayat tanpa ampun.

Jika aku tanya hatiku, apakah aku mencintai Om Arif? Aku akan menjawabnya dengan tegas, benar aku sangat mencintainya. Sungguh, demi Allah aku mencintainya. Dia cinta pertamaku, tapi rupanya ini sebuah kesalahan besar. Apakah aku masih bisa memperbaiki kesalahan besar ini? Apakah aku masih bisa menguraikan benang kusut ini?

Ya Allah ... aku harus bagaimana sekarang? 

Aku tidak tega melihatnya menangis sesenggukan seperti ini. Apakah ini juga sangat menyakitinya? Apakah dia sama sakitnya denganku? Ketika aku menatap matanya yang bersaput air, sungguh tidak tahan rasanya. Pancaran cinta yang dipancarkan begitu nyata, hatiku luluh lantah, tapi jika aku teringat Tante Lisda dan keluargaku, aku ingin dia pergi, aku ingin dia lenyap dari dunia ini. Walaupun ketika dia lenyap, aku akan kesakitan untuk selama-lamanya. 

"Sebaiknya Om pergi, sekarang aku enggak mau lihat Om di sini," kataku. Sebenarnya aku ingin dia di sampingku dan menemaniku, tapi aku terpaksa mengusirnya. Aku enggak mau melihatnya menangis dan mengenyakkan hatiku.

Om Arif bergeming, aku tahu dia pasti sedih aku usir. Maafin aku, Om.

"Pergi, Om!"

Om Arif mengangguk pelan, wajahnya terlihat sedih dan aku lihat matanya memerah, pasti dia sangat terluka sekarang. Dan aku juga terluka mengusirnya seperti ini. Sekali lagi, maafin aku, Om.

Aku melihat punggung itu keluar. Ketika punggung itu sudah menghilang dari pandangan, aku ingin bangun, berlari, dan memeluknya dari belakang, tapi aku tetap di tempat dengan segala kesakitan yang seperti menusuk-nusuk. Air mataku luruh tanpa aku hapus. 

Perlahan tanganku meraba perut yang masih rata, 'Maafin mama tadi bicara seperti itu di depan ayahmu, Nak. Mama ingin kamu hidup, mama enggak mau membunuhmu, mama mulai sayang sama kamu. Mama kekurangan nutrisi bukan karena sengaja, tapi semua karena hormon mama sedang kacau balau. Mama janji nanti akan memberimu banyak nutrisi.'

Aku berusaha bangun, duduk di ranjang mencari keberadaan tasku. Tasku berada di atas rak kabinet di samping ranjang. Aku mengambil ponsel di dalam tas lalu menghubungi Nindi. Aku harap dia mau menemaniku sekarang. 

Selang beberapa detik, Nindi mengangkatnya. "Halo, Nin," sapaku.

"Iya, Sha, ada apa?" tanya Nindi. 

"Nin, bisa nemenin aku gak sekarang?"

"Nemenin kamu di mana? Kosan?"

"Bukan. Di klinik, Nin, aku pingsan tadi siang, kata dokter aku kekurangan nutrisi dan harus rawat inap beberapa hari di sini."

"Apa! Terus Om kamu gimana? Dia tahu, gak?"

Nindi menyebut Om Arif dadaku kembali sesak. "Tau, dia aku usir tadi, aku enggak mau melihatnya."

"Kamu pingsan pasti ada hubungannya sama dia, kan? Ya udah kamu tunggu bentar, share loc posisimu ke WA. Gue kesana sekarang."

Hasrat TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang