Aku adalah perempuan yang ingin menjadi lebih baik. Sudah hampir satu tahun kaus dan jeans ketat aku tinggalkan, berganti jadi gamis dan khimar. Kata Meyra, sahabatku, "Wanita yang terbuka auratnya akan menyeret suami, ayah, dan saudara laki-lakinya ke dalam neraka." Aku tidak mau orang-orang tersayang terjerumus karena keegoisanku.Namun, ada kalanya godaan setan lebih kuat dari iman manusia, sehingga aku terjerumus ke jurang yang dalam.
Aku belum bersuami. Usiaku 21, kuliah tingkat akhir, dan sebentar lagi gelar sarjana Ekonomi aku sandang. InshaAllah.
Sayup-sayup surah Ar-Rahman menggema dari Mushola tidak jauh dari rumah. Sebentar lagi adzan Subuh akan berkumandang. Aku menyibakkan selimut lalu turun dari tempat tidur, berjalan keluar kamar untuk mengambil wudhu, bersiap mendirikan salat.
Aku melangkah ke kamar mandi, di ruang tengah aku berpapasan dengan Om Arif.
Sekarang aku akan memperkenalkan Om Arif. Dia adalah suami Tanteku, adik bungsu Mamaku yang usianya hanya terpaut tiga tahun denganku. Bisa dikatakan kami seumuran. Sedangkan dengan Om Arif, terpaut usia lima tahun.
Karena belum mampu mengontrak rumah sendiri, mereka pun masih numpang di rumahku, atau lebih tepatnya rumah peninggalan nenek yang sudah dibeli oleh Papaku.
Gerak-gerikku di rumah serasa terusik sejak kedatangan anggota keluarga baru setengah tahun lalu, yang tidak lain adalah Om Arif. Kenapa merasa terusik? Tentu saja, dia bukan mahramku.
Aku harus berhati-hati sekali kepadanya kalau tidak mau sesuatu yang buruk terjadi.
"Mau ke Mushola, Om?" tanyaku basa-basi, melihat wajah dan rambutnya yang basah oleh air wudhu.
"Iya, Sha," jawabnya sambil senyum. Lalu masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.
Sudah tiga bulan ini, aku merasa terganggu dengan senyumannya itu. Aku tidak suka. Sungguh! Karena senyuman itu mampu menggetarkan hati ini.
Hidup seatap dan setiap hari melihat senyumnya yang manis, membuatku terbiasa, dan lama kelamaan mulai terpikat.
Apakah aku telah jatuh cinta padanya? Jangan Sasha, dia suaminya Tantemu! Sisi lain dariku mencoba memperingatkan, tetapi sepertinya tidak berhasil. Perasaan ini semakin tumbuh setiap harinya.
Cinta sama sekali tidak rumit, jika manusianya yang tak membuat rumit. Misal, dengan tidak meletakkan pada hati yang tidak tepat. Simpel. Tetapi apalah daya manusia dibanding Sang Pemilik Arasy, semua karena atas kehendak-Nya.
Berkali-kali aku beristighfar dalam hati supaya perasaan ini segera lenyap. Dan aku akan terus melakukannya hingga benar-benar lenyap.
***
Om Arif bekerja sebagai pelayan di sebuah mini market. Kaus merah dan celana hitam adalah seragam wajibnya. Hari ini dia kebagian masuk siang. Setelah mengantarkan Tanteku ke tempat kerjanya di sebuah pabrik tekstil, dia kembali ke rumah, lalu mengobrol hangat dengan Papaku sebelum Beliau pergi ke pasar. Kami punya kios sembako di sana. Mamaku yang berjaga duluan dari pukul empat subuh, nanti sekitar jam sembilan, gantian Papaku yang jaga, Mama pulang.
Papa dan Om Arif sangat dekat. Mereka seperti layaknya ayah dan anak. Mungkin karena Papaku mendamba anak laki-laki. Aku dua bersaudara, adik perempuanku mondok di salah satu pesantren populer di Jawa Timur sana. Pulangnya setiap enam bulan sekali jika libur semester.
Pagi itu setelah Papa berangkat ke pasar, entah kenapa Mama terlambat pulang, padahal sudah pukul sepuluh. Alhasil di rumah tinggal ada aku dan Om Arif.
Sekarang hari sabtu, aku libur kuliah. Tadinya aku akan pergi dengan Meyra, tapi tiba-tiba pagi ini dia membatalkan janji karena ada urusan mendadak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Terlarang
General FictionMencintai dalam diam memang tidak enak, tapi semuanya akan baik-baik saja jika aku melabuhkannya pada hati yang tepat.