Part 3

6.6K 117 0
                                    

Setelah salat Ashar aku duduk di teras masjid, memandang aktivitas orang-orang sekitar yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Di antara mereka, adakah yang mempunyai problem berat sepertiku? Ataukah cuma aku di dunia ini yang bisa melakukan hal bodoh itu?
Tentu saja, karena cuma orang tidak waras yang bisa melakukannya.

Gara-gara masalah ini, aku sering tidak konsentrasi melakukan apa pun. Beberapa wawancara gagal. Tapi alhamdulillah masih ada harapan di salah satu perusahaan advertising.

Menjadi copy writer adalah hal yang baru untukku, tapi aku akan mencobanya dan berusaha yang terbaik, mudah-mudahan lolos dan diterima. Pekerjaan menulis bukan hal baru untukku, waktu SMA aku ikut ekstrakulikuler Mading dan Jurnalistik.

Ekstrakurikuler ini salah satu ekstrakurikuler yang tidak begitu populer di sekolahku. Teman-temanku lebih tertarik mengikuti cheerleader, modern dance, atau paskibraka.

Kegiatan ekstrakurikuler ini fokus pada dua hal, publikasi kegiatan sekolah dalam bentuk mading, dan kejurnalistikan dalam bentuk blog serta buletin. Hal tersebut dilatarbelangi oleh perkembangan zaman yang begitu pesat, menjadikan media cetak atau elektronik harus mampu berkontribusi sebagai sarana menyampaikan informasi yang bersifat objektif dan faktual. Dulu aku begitu senang melakukannya, karena banyak ilmu yang aku dapatkan dari sana.

Aku merogoh ponsel di tas, lalu melihat jam. Ekor mataku menangkap tanggal juga di sana. Dadaku terrenyak. Setiap melihat tanggalan aku selalu was-was dan takut. Minggu depan seharusnya haid, tapi jika tidak, inilah akhir duniaku.

Perkara tersebut seolah membentuk lingkaran tanpa ujung, berputar-putar di dalam kepalaku tanpa henti, dan mengganggu berbagai aktivitas yang aku lakukan. Bahkan sejak hari itu, aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, juga mimpi buruk.

Sekarang Yang bisa aku lakukan adalah lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, memohon ampun tanpa bosan dan tanpa jeda, karena aku tahu dosa zina masih dapat diampuni jika benar-benar bertaubat.

"Ayo pulang." Suara Laras membuyarkan lamunanku.

"Sudah?"

"Sudah, makasih ya, Sha." Gadis berrambut sebahu itu memberikan mukenaku yang dia pinjam.

Sejak tiga hari ini aku berteman dengannya. Dia satu kos denganku, datang sehari setelah aku. Yang membuat kita dekat adalah gara-gara kita sama-sama pengagum salah satu novelis wanita terbaik Indonesia. Asma Nadia.

Berawal dari dia tiba-tiba mengetuk pintu kosanku, dan kebetulan aku tengah membaca salah satu karya Beliau. Eh, dia excited banget pas tahu aku sedang membaca novel tersebut. Setelah itu, berlanjut lah obrolan kami tentang karya-karya Beliau, dan saling bertukar novel yang belum dibaca.

Kami hanyut hingga tengah malam, sampai dia lupa bahwa tujuan utamanya datang ke kamarku adalah untuk meminta obat nyamuk oles. Keesokan paginya dia berkata seperti itu padaku.

Dengan kehadiran Laras, sejenak aku melupakan problem berat ini, melupakan cinta pada Om Arif yang rupanya tidak juga hilang dari hatiku.

Beberapa kali aku bertanya pada nurani, kenapa harus dia? Kenapa hati ini berlabuh pada sosoknya yang jelas-jelas bukan hakku?

Hilangkan rasa ini ya Allah, musnahkan rasa yang semakin lama semakin berkembang dan bermetamorfosis menjadi perasaan cinta. Rasa yang tak seharusnya bersarang menjadi perasaan yang tak terbantahkan ini telah menyeretku pada kenistaan.

***

Pagi-pagi aku mendapatkan chat dari Meyra, katanya dia akan menerima khitbah dari salah satu anak teman ayahnya.

Meyra bilang, dia laki-laki saleh, finansialnya pun sudah baik, katanya dia seorang pengusaha waralaba. Jujur, aku senang sekaligus iri.

Harusnya seperti itu, bukan? Khitbah lalu akad, tanpa pacaran, apalagi berzina.

Hasrat TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang