selamat membaca.. :)
-Chrysanthemum simbolizes longevity, fidelity, joy, and optimism-
*****
Kiara/Senja POV.
Beberapa hari terlewati sejak terakhir kali aku berbincang dengan Awan, sudah lewat beberapa hari juga sejak Awan mendengarkanku bernyanyi lagu Edelweiss. Dan dia tidak pernah sekalipun menyinggung tentang kejadian waktu itu, seperti kejadian itu tidak pernah ada, seperti senandung itu tidak berarti. Entahlah.
Seharusnya aku lega karena Awan tidak mengingat nyanyian itu, seharusnya aku tenang karena ternyata senandung Edelweiss tidak berarti untuk Awan. Tapi, jauh di lubuk hatiku, masih ada keinginan agar dia tetap mengingatku, agar dia kembali menjalin pertemanan denganku.
Ya sudahlah, aku tahu harapanku itu sia-sia.
*****
Aku berdiri di depan kamar Awan, kamar yang tidak pernah aku masuki sejak aku bekerja disini lebih dari satu bulan lalu. Pintu kamar ini selalu tertutup, rapat. Seakan Awan tidak pernah membiarkanku masuk ke salah satu bagian hidupnya.
"Aargh...!"
Dari luar aku mendengar suara Awan, dia berteriak tertahan. Dan tiba-tiba suara itu menghilang. Aku mengeryit kebingungan, suara apa itu? Aku kembali memusatkan perhatianku pada suara-suara di balik pintu ini. Tidak terdengar apa pun. Apa aku salah mendengar?
"Aargh...!"
Suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dan nyata. Aku tempelkan kupingku di daun pintu kamar Awan. Pelan kudengar kembali suara rintihan tertahan, aku tahu itu suara Awan, aku yakin itu suara Awan. Tapi kenapa? Apa yang terjadi?
"Pak? Bapak tidak apa-apa?" tanyaku memberanikan diri. Aku mengetuk pintu kamar pelan.
"Aargh...!"
Suara Awan semakin terdengar, seperti menandakan kesakitan dan ketidakmampuan. Awan terdengar sangat putus asa, seperti dia tidak sadar mengeluarkan erangan tertahan itu. Aku semakin panik mendengar suaranya, apa yang harus aku lakukan?
"Pak, Bapak. Saya boleh masuk Pak? Pak?" Ketukan tanganku pada pintu kamar Awan semakin kencang dan sering, seiiring dengan rintihan Awan yang juga makin terdengar. Lalu tiba-tiba aku mendengar suara lain.
Aku mendengar suara terjatuh dari dalam kamar itu. Suara sebuah benda berat yang terjatuh ke lantai. Tanpa berpikir panjang aku buka pintu kamar itu, yang ternyata tidak dikunci. Aku bermaksud hanya masuk sampai ke ambang pintu, melihat kondisi Awan dari jauh, tapi kamar itu terlalu gelap. Aku tidak bisa melihat apa-apa.
Pelan aku masuki kamar, berusaha melihat dalam kegelapan. Mengapa kamar ini tidak ada cahaya sama sekali? Mengapa tirai kamar ini tertutup rapat? Aku menolehkan kepala ke arah pintu, untuk melihat cahaya di luar kamar, ini masih siang hari tapi terasa seperti malam kelam di dalam kamar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Bersama Awan (END, KK)
Romance#HUJAN.SERIES.2 (Beberapa chapter sudah dipindahkan ke Karyakarsa) "Kiara?" "Naya. Kanaya?" "Bener ternyata ini lo. Gue ada perlu sama lo. Lo bisa bantu gue gak?" "Apa?" "Gue tahu lo butuh uang kan? Jadi gue mau lo kerja buat gue." "Maksudnya?" "...