23. Salvia

3.4K 447 40
                                    

sekilas tentang nama bunga di chap ini SALVIA, aku baru tahu ada bunga nama itu, cantik yaa.. *udahgituaja *random *maafyaa

udah pada follow ig aku beluuuum, aku baik kok orangnya, gak gigit. T.T

btw, jangan lupa jarinya pencet bintang kecil di pojok, supaya Awan bahagiaaa..

happy reading my loves, have a nice weekend.. *xoxo.

-Salvia simbolizes health and heal-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Salvia simbolizes health and heal-

*****

Awan POV.

"Senja!" ujarku setengah berteriak, melihat Senja keluar rumah setengah berlari. Aku merasakan Senja melewatiku, tanpa berhenti, tanpa berkata apa-apa, seakan dia ingin secepatnya pergi dari hadapanku. Aku menolehkan kepala ke arah pintu depan dan melihat Senja menghilang tanpa bisa kucegah.

"Kenapa kamu mengejar dia?" sahut Kanaya dingin, terdengar dari belakang.

Aku memalingkan wajah ke arahnya dan menatap wajah cantik itu, wajah yang saat ini terlihat tidak bersahabat sama sekali.

"Kamu masih bisa bertanya seperti itu? Kamu itu sebenarnya kenapa Kanaya? Kenapa kamu bisa sekejam itu sama Senja?" tanyaku bingung, jujur aku merasa kesal dan emosi mendengar perkataan Kanaya pada Senja. Bagaimana bisa dia bersikap seperti itu, ini bukan Kanaya yang aku kenal.

"Apa salahku?"

"Apa salah kamu? Harus kah kita bicarakan satu per satu apa yang salah? Aku baru saja sampai di depan pintu ketika mendengar suara pertengkaran kalian, suara tamparan kamu. Astaga Kanaya! Aku tetap diam di sana karena ingin mendengarkan apa yang kalian bicarakan, ternyata ada namaku disebut dalam pertengkaran itu. Sebenarnya ada apa Kanaya? Kenapa tiba-tiba kamu memecat Senja?"

Kanaya memandangku dengan pandangan kesal, seakan pertanyaanku aneh dan tidak tepat. Wajahnya sinis, tubuhnya berdiri kaku. "Aku memecat dia karena dia sudah kurang ajar. Lagipula aku sudah kembali kan sekarang? Jadi kita gak perlu orang itu lagi. Gak masalah kan kalau aku usir dia pergi?"

Tanpa sadar aku mengepalkan tangan di atas pegangan kursi roda, aku benar-benar emosi mendengar jawaban Kanaya yang acuh dengan pertanyaanku. "Tapi kamu juga gak bisa seenaknya memecat dia, apalagi memperlakukan dia seperti itu. Kamu melempar uang ke lantai Kanaya! Dia manusia, dia juga punya harga diri. Gak sopan bersikap seperti itu!"

"Memangnya kenapa? Aku yang mempekerjakan dia, aku juga bisa memecat dia. Kamu sendiri kan yang bilang kalau kamu gak suka sama dia, kamu bilang kamu gak tahan sama kehadirannya. Dia menyedihkan," jawab Kanaya.

Aku menghela napas kesal, jari-jemariku menekan halus pangkal hidung, menghilangkan kepenatan. "Kanaya, sudahlah."

"Jadi benar ucapan Senja, kalau kamu sudah Gak menganggap dia menyedihkan lagi? Kamu ingin berteman sama dia, Awan? Bagaimana bisa?"

Senja Bersama Awan (END, KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang