Happy reading.. :)
-Gladiolus symbolizes rememberance, strength, and integrity-
*****
Awan POV.
Aku memandang sesosok wanita yang sedang duduk berjongkok di taman belakang. Senja terlihat sedang mencabuti rumput liar yang tumbuh sembarangan di sela-sela pot tanaman. Peluh membasahi dahinya, sementara bibirnya tak berhenti bergerak, seiiring dengan gerakan jari-jemarinya yang terlihat ceroboh. Bibir itu sedikit cemberut, seakan dia kesal karena harus melakukan pekerjaan itu. Dari jauh aku tersenyum melihat kelakuan kekanakannya.
Aku tahu kalau saat ini Senja pasti kesal karena harus mencabuti rumput, entah kenapa aku juga tahu kalau ini pertama kali dia melakukan pekerjaan ini. Senja bukan pembantu rumah tangga yang sesungguhnya, itu yang aku yakini. Aku yakin kalau Senja pasti terpaksa melakukan pekerjaan ini, dia tidak terbiasa dengan semua pekerjaan rumah tangga, walaupun aku tahu dia mampu. Jadi pasti ada alasan kenapa tiba-tiba dia harus bekerja untukku, sebagai pembantu rumah tangga.
Aku tahu kalau Senja adalah wanita dengan pendidikan yang cukup tinggi, lebih dari yang dia tampilkan. Setelah sering kali berinteraksi dengannya, aku merasa perkataan dan perbuatan Senja luar biasa. Dia bisa memberikan pandangan lain dalam kehidupanku, bahkan dia dengan mudah bisa membaca dan mengerti ketakutan terdalamku. Dia wanita hebat, dia wanita yang luar biasa.
Dan ternyata, Senja tahu lagu Edelweiss.
Senja menyenandungkan lagu Edelweiss di hadapanku. Senja adalah wanita yang dulu nyanyiannya pernah aku dengar di rumah ini. Mungkin semua itu tidak berarti apa-apa, maksudku pasti banyak orang yang juga mengetahui senandung lagu itu, tidak hanya aku maupun Senja. Tapi, jauh di lubuk hatiku aku merasa semua serba kebetulan, kebetulan Senja mengetahui lagu itu, kebetulan Senja satu sekolah dengan Naya, dan kebetulan Senja mengetahui nama adikku, Air.
Jadi tidak salah kan kalau aku penasaran?
*****
"Kakak?" suara merdu seorang wanita terdengar di ujung telepon.
Seketika aku tersenyum, mendengar suara yang sudah lama tidak kudengar, suara yang paling kurindukan. "Ibu, apa kabar?"
"Ibu, Ayah, dan Adek baik-baik saja. Kakak sehat?" Utari ibuku, menjawab dengan penuh semangat seperti biasa.
"Alhamdulillah sehat, aman tentram sentosa," ujarku sambil tertawa, diikuti dengan tawa renyahnya di ujung telepon.
Setelah itu terdengar Ibu menghela napasnya panjang, dia berkata penuh penyesalan. "Maaf ya Kak, Ibu baru telepon sekarang. Ibu baru tahu kalau Kanaya kerja ke luar negeri, kenapa kamu gak bilang? Kamu sama siapa disana Nak? Ibu pulang ke Indo lebih cepat ya, supaya kamu ada yang menemani."
"Gak usah, Ibu sama Ayah di sana saja. Air lebih butuh Ibu dibanding aku," jawabku lembut, berusaha menenangkan. Karena memang sekarang aku belum membutuhkan Ibu dan Ayah untuk menemaniku disini, aku masih bisa mengurus diriku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Bersama Awan (END, KK)
Romantizm#HUJAN.SERIES.2 (Beberapa chapter sudah dipindahkan ke Karyakarsa) "Kiara?" "Naya. Kanaya?" "Bener ternyata ini lo. Gue ada perlu sama lo. Lo bisa bantu gue gak?" "Apa?" "Gue tahu lo butuh uang kan? Jadi gue mau lo kerja buat gue." "Maksudnya?" "...