BAB 18

1.4K 178 22
                                    

"Sialan kau! Bisa-bisanya kau ada disini?!" Kata Sasuke sambil menatap marah pada Naruto. Tangannya mengepal kuat.

"Sasuke-kun, kau kenapa? Tenanglah." Kata Hinata sambil mengelus pelan pundak Sasuke.

Naruto terheran melihat Sasuke marah padanya. "Maaf, kenapa-"

"Kau!" Kaki Sasuke bergerak begitu saja melangkah ke arah Naruto. Kepalan tangannya terangkat mengarah ke Naruto.

Melihat Sasuke yang ingin menghantam Naruto dengan tinjunya, Hinata dengan cepat menarik Sasuke mundur dan menahannya.

"Ayo Sasuke-kun, aku antar kau keluar." Kata Hinata, lalu menariknya keluar kantor.

"Ada apa lagi ini?" Tanya Sai melihat sepasang kekasih itu bergandengan tangan sambil berlari kecil menuju pintu keluar kantor.

"Sebenarnya kau ini kenapa, Sasuke-kun? Kenapa kau bersikap seperti itu pada Naruto?" Tanya Hinata.

"Aku benci padanya! Jangan dekat-dekat dengannya atau kau berhenti saja dari sini." Jawab Sasuke dengan amarah yang masih tersisa.

"Sasuke-kun tahu tentang Naruto?"

"Tentu saja! Aku tidak mau kau bertemu dengannya!"

"Aku dan dia hanya sebatas rekan kerja, Sasuke-kun. Percayalah padaku."

"Tetap saja aku khawatir." Sasuke menatap Hinata dalam-dalam. "Sekarang juga kau berhenti bekerja disini atau aku akan menyuruh bosmu memecatnya!"

Hinata menghela napas panjang. "Bisakah Sasuke-kun untuk tidak bersikap kekanak-kanakan? Jangan berbuat sesuatu seenaknya saja."

"Bagaimana aku bisa membiarkanmu bertemu dengannya terus?!"

"Dengar Sasuke-kun, sesering apapun aku bertemu dengannya, itu tidak akan merubah apapun. Aku sudah berjanji padamu."

Sasuke mengusap wajahnya. Hatinya semakin tidak tenang. Di pikirannya hanya kekalutan terhadap si pria masa lalu Hinata.

Hinata meraih tangan Sasuke dan menggenggamnya erat. "Pergilah. Sai-san sudah menunggu dari tadi."

Sasuke tak bergerak. Matanya masih menatap khawatir pada Hinata.

"Aku takut kau akan pergi bersamanya dan meninggalkanku."

"Aku akan selalu disisimu. Sasuke-kun meragukan kesetiaanku?"

"Bukan begitu, aku-"

Hinata menempelkan telunjuknya di bibir Sasuke, lalu mengecupnya singkat. Dalam sekejap jantung Sasuke berdebar kencang. Mendadak kegelisahannya meluap entah kemana.

"Percaya padaku, oke?" Kata Hinata meyakinkan.

Sasuke menghela napasnya. Semburat merah di wajahnya muncul begitu saja. Dengan cepat, ia menutupi pipinya yang memanas itu menggunakan kedua tangannya.

"Kau pikir itu ampuh untuk membujukku?" Tanya Sasuke sambil mencoba untuk memasang wajah sedatar mungkin.

Hinata terkekeh. "Kalau kucium sekali lagi apakah masih tidak bisa membujukmu?"

Sasuke terdiam sambil menahan senyumnya. Ia membuang muka pada Hinata.

"Haruskah aku menginap di tempatmu juga malam ini untuk membujukmu?"

Wajah Sasuke semakin memerah. Hatinya mengerang kesal dan bersorak gembira secara bersamaan. Ini bukan saatnya untuk mengalah begitu saja. Tapi karena kebucinannya melebihi akal sehatnya, akhirnya ia menyerah.

"Baiklah. Tapi kau harus ingat! Jangan dekat-dekat dengannya."

Hinata mengganguk dan tersenyum. "Iya, aku tahu."

"Kau harus ingat juga untuk tidak tersenyum padanya! Dan juga pada pria diluar sana, selain aku dan ayahmu."

"Memangnya kenapa? Itu kan hanya senyuman."

"Tidak boleh! Kau semakin cantik kalau tersenyum."

"Sudahlah, Sasuke-kun. Pergi sana! Sai-san bisa-bisa habis kesabaran karena kita."

Sasuke terdiam sejenak menatap Hinata, lalu melangkah menghampiri Sai dengan semburat merah yang masih menempel di wajahnya.

"Ayo kita pergi." Kata Sasuke sambil berjalan dengan tegap.

Sai mengerutkan dahinya melihat Sasuke. "Kau kenapa sampai wajahmu merah begitu?"

"Diam! Jangan merusak moodku." Kata Sasuke tajam.

.
.
.
.
.

"Hinata."

Hinata terbelalak. "Kenapa Naruto-san masih di ruangan saya?"

Naruto mencoba meraih tangan Hinata, tapi Hinata dengan cepat menghindar.

"Kau benar-benar sudah melupakanku?"

Hinata terdiam sejenak. Hati kecilnya ingin berteriak tidak, tapi ia tidak bisa mengatakan itu. Ia sekarang sudah punya hati dan janji yang harus dijaga.

"Kumohon katakan padaku jika kau juga tidak bisa melupakan cinta kita." Kata Naruto menatap sendu Hinata.

Hinata langsung membuang mukanya dari Naruto. "Maaf Naruto, kau hanya bagian dari masa laluku."

Naruto menghela napas. "Ternyata selama ini hanya aku yang menderita."

"Keluar."

Naruto dengan segera keluar dari ruangan Hinata. Setelah kepergian Naruto, Hinata langsung jatuh terduduk. Lagi-lagi dadanya terasa sakit.

Flashback

"Hinata-chan!" Panggil Sakura sambil menghampiri Hinata.

Hinata langsung berbalik menengok Sakura. "Ada apa Sakura-chan?"

"Aku baru saja membeli majalah. Ada artikel ramalan disini. Mau kubacakan?"

Hinata mengangguk bersemangat.

"Bulan ini adalah bulan cinta bagimu. Kau mendapatkan kasih sayang yang besar dari orang yang kau sukai. Orang yang kau suka saat ini kemungkinan besar adalah jodohmu."

Pipi Hinata memerah. "Naruto-kun... aku harap itu benar."

Sakura merengut. "Aku iri padamu. Ramalanmu sangat bagus."

"Aku yakin Sakura-chan juga mendapatkan yang bagus."

"Hinata!"

Sakura dan Hinata langsung menoleh ke sumber suara. Mereka mendapati pria blonde dengan senyum lebar khasnya.

Jantung Hinata langsung berdebar kencang. Pipinya sudah semerah tomat. Bahkan lidahnya terasa kelu untuk berbicara.

"Aku harus pergi." Kata Sakura buru-buru pergi.

"S-sakura-chan..." cicit Hinata melihat Sakura yang kabur.

"Hinata."

"Y-ya?"

"Aku ingin mengatakan sesuatu."

"A-apa itu, Naruto-kun?"

"Aku... aku menyukaimu." Naruto menunduk dengan wajah yang memerah. "Jika kau menerima cintaku, terimalah bunga ini."

Hinata menatap setangkai bunga matahari yang diberikan padanya. Ia tersenyum lebar. Naruto memang orang yang berbeda. Ketika orang lain menyatakan cinta dengan bunga mawar merah, ia malah memberikan bunga matahari. Walaupun begitu, ia justru semakin menyukainya.

Tanpa ragu, Hinata mengambil bunga itu. "A-aku juga menyukaimu, Naruto-kun."

Angin langsung berhembus pelan dan kelopak  bunga sakura berjatuhan diantara mereka.

Naruto tersenyum lebar. Ia menangkat tangannya. "Mulai hari ini dan selamanya, Hyuuga Hinata adalah satu-satunya cintaku."

"Naruto-kun..." Hinata tersipu malu.

"Ayo lakukan juga untukku."

Hinata menangguk. Ia mengangkat tangannya, lalu berkata, "Mulai hari ini dan selamanya, Uzumaki Naruto adalah satu-satunya cintaku."

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang