Pergi

415 78 23
                                    

Sebelum Membaca
Jangan lupa
Vote⭐ dan comen💬
😘

Jika seseorang sudah menyadari bahwa pilihan Allah adalah yang terbaik baginyaMaka tidak akan ada istilah tidak menerima ataupun menentangTapi akan sebaliknyasebuah musibah dan kesulitan akan ia rasakan ringan dan mudah jika seseorang itu menerima...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika seseorang sudah menyadari bahwa pilihan Allah adalah yang terbaik baginya
Maka tidak akan ada istilah tidak menerima ataupun menentang
Tapi akan sebaliknya
sebuah musibah dan kesulitan akan ia rasakan ringan dan mudah jika seseorang itu menerima, bersabar dan bersyukur

👽👽👽

Aku kini terduduk lesu dengan tatapan kosong. Suara bacaan yasin yang menggema di tiap sudut ruangan tidak mampu mengalihkan pikiran kalutku.

"Kak Lala, Adam haus." Aku masih tidak menggubris, Aku mendengar apa yang Adam ucapkan namun sepertinya otakku tidak bisa merespon sehingga hanya membuat tubuhku seperti patung saat ini.

"Adam, Adam ambil minum sama Kak Ica aja, ya." Adam mengangguk, Nisa segera menggandeng Adam untuk mengambil minuman.

"Ra." Tepukan halus dipundakku mengalihkan tatapan kosongku.

"Di luar ada Para asaatidz datang, kita keluar sebentar ya." Aku mengangguk tanpa ekspresi mengiyakan ucapan Dela.

Sebelum beranjak dari tempat duduk aku kembali menatap tubuh yang kini sudah tertidur lelap di depanku, Wajah Nenek terlihat damai seperti begitu tenang meninggalkan aku dan Adam di dunia ini.

"Ra..." Ustadzah Salma langsung memelukku, mengusap kepalaku lembut. Aku berusaha untuk tersenyum, menunduk hormat kepada para Asaatidz yang telah menyempatkan diri untuk hadir di pemakaman Nenek hari ini.

"Rara ucapkan terima kasih kepada Ustadz dan Ustadzah yang sudah berkenan hadir di sini." Aku berusaha berbicara dengan ekspresi biasa, namun sepertinya hal itu tidak mempan untuk merubah keadaan hatiku sekarang.

"Kami turut berduka cita, Ra. Yang tabah, yang sabar, sesungguhnya segala yang bernyawa pasti akan kembali kepada Rabbnya." Aku berusaha kembali tersenyum, untuk menanggapi ucapan dari Ustadz Syarif.

"Silahkan masuk, Ustadz, Ustadzah." Dela mewakiliku, sepertinya dia tahu kalau saat ini aku tak ingin banyak bicara.

Sekarang aku kembali duduk di tempat semula, memandang wajah Nenek yang kini hanya terlihat sebagian karena sudah tertutupi kain kapan.

Aku kembali mengusap wajah beliau untuk yang ke sekian kalinya.

Nisa kembali duduk di sampingku bersama Adam, Sepertinya adik laki-lakiku itu sudah mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Nek, ayo bangun. Di sini lagi banyak tamu. Nenek nggak lupa kan mau beliin Adam hadiah kalau Adam sudah hapal Sulah-sulah pendek." Tangan kecil itu terus saja menggerakkan tubuh Nenek. Mungkin dia berpikir Nenek akan terbangun dan membelikan apa yang sudah Nenek janjikan kepadanya.

"Kak Lala, Nenek kok tidulnya lama kak. Tadi subuh Nenek lupa ajalin Adam ngaji, padahal Adam mau ngasih tau, kalau Adam sudah bisa hapal sulah Al-Waqiah"

DENDAM|| On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang