👽👽👽
"Bagaimana, Ra?" Aku terdiam setelah mendengar ucapan Ustadz Syarif. Tentu saja aku masih ingat dengan hadiah yang Abah berikan waktu itu, dan siapa yang tidak ingin melanjutkan pendidikan sampai jenjang yag setinggi-tingginya.
Tapi, setelah semua ini terjadi. Setelah Nenek pergi, apa bisa aku berharap lebih untuk melakukan hal itu? Jika aku kuliah, siapa yang menjaga Adam, siapa yang merawat dia.
Aku tidak mungkin meminta bantuan terus kepada orang untuk hal yang memang sekarang sudah menjadi tanggung jawab aku.
"Terima kasih sebelumnya, Ustadz. Tapi mungkin memang bukan rezeki saya, untuk kuliah."
Ustadz Syarif terlihat menarik napas.
"Iya, sudah. Jika memang keputusanmu sudah bulat. Biar saya sampaikan ke Abah." Aku mengangguk pelan.
"Kamu betah tinggal sendiri di sini, Ra?"
"Alhamdulillah betah, Ustadz. Lagian Rara tidak tinggal sendiri, masih ada Adam..."
Dan Ilham
Sambungku dalam hati, aku tidak mungkin memberi tahu ustadz kalau Ilham juga tinggal di sini, meski sekarang aku tidak memperbolehkannya untuk di sini.
"Teman-teman juga sering main ke sini, Ustadz." Sambungku, Ustadz Syarif diam, beliau terlihat berpikir.
"Kamu benar? Tidak ingin melanjutkan pendidikan?" Aku kembali mengangguk untuk yang kesekian kalinya.
"Kalau begitu, mau menikah?" Tanpa sadar aku membelalakkan mata menatap Ustadz Syarif. Tidak lama, hanya beberapa detik sebelum aku sadar bahwa apa yang aku lakukan salah.
"Maksudnya, bukan sama ustadz, sama yang lain begitu, Ra." Ustadz Syarif sepertinya tidak ingin aku salah paham dengan kaimat yang beliau ucapkan tadi.
"Rara..."
"Assalamu'alaikum." Ucapanku terpotong, mendengar ucapan salam dari suara yang sangat aku kenali.
"Wa'alaikumussalam. Eh, Ilham?" Ustadz Syarif sepertinya sama terkejutnya dengan aku, melihat Ilham sudah berdiri di depan kami.
Apa mungkin aku terlalu fokus mengobrol dengan Ustadz Syarif, sehingga kedatangan Ilham sendiri tidak aku sadari.
"Iya, Ustadz. Saya Ilham...." Ilham terdengar menggantung ucapannya, dia menatapku sejenak sebelum kembali menatap ke arah Ustadz Syarif sembari tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM|| On Going
Terror"Kebahagiaan aku, ketika melihat kamu menderita." 👽👽👽 Siapa sangka, di hari bahagianya, di sanalah awal duka itu kembali. Kejadian di masa lalu ternyata belum bisa terlepas sempurna dari bayang-bayang kehidupan Rara. Kematian sang Nenek, kembali...