BRAK!
Aku dan Ilham sama-sama menoleh ke arah pintu yang di dorong keras dari luar, menampakkan sosok Fitri yang kini terlihat panik.
"Ra! Adam..."
Refleks tubuhku langsung bangkit, berlari keluar di susul oleh Ilham.
"Del! Adam mana? Kenapa kalian malah meringkuk di depan pintu?!"
Aku menatap Dela dan Nisa yang kini tengah duduk ketakutan di depan pintu yang tertutup.
"Fit, mana Adam?" Lagi-lagi aku bertanya, karena mereka tak kunjung menjawab.
"Tenang, Ra." Ilham mencoba menenangkanku.
Ilham gimana, sih! Gimana mau tenang kalau dalam keadaan seperti ini. Masalahnya ini menyangkut Adam.
"A-Adam... Di bawa ke dalam, Ra." Kini Fitri yang bersuara.
"Di bawa ke dalam? Maksudnya? Siapa yang bawa?"
Kenapa orang sukanya bicara setengah-setengah, buat orang jadi berpikir dua tiga kali.
Ilham mencoba membuka pintu di depan kami, meski ia dobrak beberapa kali, tapi tetap saja pintunya tidak bisa terbuka.
"Adam! Kamu dengar Kak Rara nggak?"
Tak ada sahutan, kutempelkan telingaku di daun pintu, berharap bisa mendengar suara dari dalam sana.
"Fit, siapa yang bawa Adam ke sana? Kenapa kalian nggak ikut? Atau cegah!?"
"Ka-kami juga nggak tahu, Ra. Siapa mereka." Kini Dela yang berbicara. Meskipun dia dan Nisa suah tidak meringkuk di depan pintu. Namun rasa takut masih terlihat jelas di raut wajah mereka.
Mereka? Aku semakin panik, tapi jika orang jahat yang membawa Adam, kenapa Adam malah di sekap di kamar Nenek. Kenapa mereka tidak membawanya kabur saja.
Bukan berarti aku menginginkan Adam di bawa pergi. Tapi ini sungguh kejanggalan yang tidak masuk akal.
Ceklek
Hening, pandangan kami semua tertuju pada pintu yang kini terbuka dengan sendirinya.
Sosok mungil itu berdiri menatap kami dengan wajah datarnya. Apa yag terjadi dengan adikku?
"Adam..." lirihku dan segera menghampiri Adam yang masih mematung di depan pintu.
Ilham mengikuti langkahku, namun dia segera masuk ke dalam kamar, mungkin dia ingin memastikan siapa yang ada di dalam kamar tersebut selain Adam.
"Kak... Kenapa mereka mau jahatin Adam?" lirih Adam, wajah mungilnya terlihat pucat pasi. Aku segera mendekap tubuh mungil itu. Selain pucat, tubuh Adam terasa begitu dingin.
"Nggak ada siapa-siapa di dalam." lirih Ilham sembari kembali memeriksa untuk yang ke sekian kalinya, mungkin saja mereka yang Adam dan Dela maksud, sedang bersembunyi di tempat yang belum Ilham periksa.
Aku memandang ke dalam kamar, menatap sekitar. Sebenarnya mereka itu siapa? Kenapa aku, bahkan Ilham sendiri tidak menemukan siapapun di dalam sana, selain Adam.
"Kak..." Lagi-lagi Adam memanggilku lirih.
"Iya sayang, Kak Rara di sini." Rasa kahwatir, takut dan sedih menumpuk, menjadikan kelopak mataku kini berembun. Kenapa lagi-lagi aku harus gagal menjadi seorang kakak yang seharusnya menjaga adiknya dengan baik.
Adam melonggarkan pelukannya, kemudian menatapku dengan mata sendunya. Untuk pertama kalinya aku melihat retina hitam itu terlihat sayu.
"Adam capek..." Senyum simpul terukir di bibir mungil itu, jika capek kenapa Adam harus tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM|| On Going
Horror"Kebahagiaan aku, ketika melihat kamu menderita." 👽👽👽 Siapa sangka, di hari bahagianya, di sanalah awal duka itu kembali. Kejadian di masa lalu ternyata belum bisa terlepas sempurna dari bayang-bayang kehidupan Rara. Kematian sang Nenek, kembali...