PbN-24

721 98 6
                                        

Pregnant by Nerd
.
.
.
.
.
.

Pada sebuah waktu yang menunjukan tengah malam, Jongho terbangun. Disampingnya ada Yeosang yang tertidur pulas. Wajahnya yang tenang dan damai mau tak mau mengulas sebuah senyuman dari Jongho.

"Kalau lagi tidur gini ganteng lo Sang, kalau bangun kek anak ayan yang ngajak tawuran." gumamnya

Jongho beranjak dari tempat tidur untuk sedikit berjalan, memikirkan kembali kesepakatannya dengan Yeosang juga beberapa pertimbangan yang kakaknya sarankan.

Hidupnya rumit sekarang, karena ia hidup bersamaan dengan orang lain.

Yeosang bukan lah suatu nama asing untuk Jongho. Pemuda itu sudah memenuhinya sejak dulu. Banyak hal yang sudah terjadi dalam hidupnya begitu pun Yeosang yang turut andil.

Jongho tak pernah terpikir sebelumnya pula tak pernah menyangka. Bagaimana Jongho bisa terima ini dengan berlapang?

Jongho bermaksud untuk keluar dari circle yang mengurungnya, namun itu tak lah mudah.

Jongho gamang, ia yakini semua permasalahan yang sedang ia alami lambat laut menjadi sangat kompleks. Jongho dengan sederet doa dan harap memohon yang terbaik. Ini tak hanya mencangkup satu, tapi lebih.

Ia mengambil ponselnya, ingin mencari kantuk karena besok ia harus bersekolah seperti biasa. Tak ada waktu untuk berleha atau membolos, nyatanya ujian kelulusan tinggal menghitung bulan. Diawali dengan menscroll timeline salah satu sosmednya berlanjut hingga membuka aplikasi chatting. Jongho mengerutkan keningnya ketika nomor yang tak diketahui mengiriminya pesan.

unknow

kita berjumpa lagi :)
tunggu saya ya?

'Deg'

"Secepat ini?"

"Apanya yang cepat?"

Jongho tersentak, menoleh ke sumber suara. Itu Yeosang dengan wajah mengantuknya. Matanya menyayu tanda masih mengantuk. Yeosang mendekatkan diri ke arah Jongho, mulanya untuk menanyakan maksud perkataan Jongho. Alih-alih begitu, Yeosang menumpukan kepalanya dibahu Jongho. Jongho maklumi, Yeosang yang masih dengan kantuknya. Tapi tangan kekar pemuda itu aktif untuk memeluk tubuh Jongho.

Awalnya kaget dan belum terbiasa. Rasanya aneh saja ketika seseorang yang dulunya dihindari kini ikut serta mengubah hidup mu menjadi lebih dekat dan intim.

"Cepet apanya?"

Kini mata Yeosang terbuka sepenuhnya. Dengan kalimat yang sama.

Jongho mulai mengutuk sedang Yeosang menuntut jawaban.

"Gimana?"

Jongho menggeleng. "Bukan apa-apa."

Yeosang tak begitu percaya. Masalahnya Yeosang sedang dalam keadaan siaga untuk melindungi kedua cintanya. Jadi hal-hal yang mengarah ke arah ke-sensitif-an seperti ini akan menjadi objek fokusnya.

Yang jadikan Yeosang tahu akan hal ini tak lain karena sikap Jongho yang seperti sengaja menyembunyikan. Terlihat dari raut wajahnya yang panik dibuat keras menjadi santai. Itu terekam jelas oleh penglihatannya.

"Bener?"

Jongho mengangguk, "Iya, sekarang lo balik tidur. Gua masih belom dikasih ngantuk."

Yeosang merebut halus ponsel Jongho yang lalu disimpannya di meja nakas, ia genggam kedua telapak tangan Jongho. Hangat yang Jongho rasakan setelahnya. "Kalo ada apa-apa ya omongin ke kakak, kakak khawatir dan gak mau kamu nanggung sendirian apalagi sekarang udah ada baby."

"Gak apa, gua baik kok. Sang gua ke toilet bentar ya." Ucapnya sambil membuang pandang dan berlalu.

Ada yang disembunyikan. Iya tahu itu, bahasa tubuh dan ekspresi wajah Jongho ketika gugup sangat terlihat.

Yeosang menghela nafasnya, ini serba membuatnya bingung dan pusing.

Beberapa jam yang lalu ia diberikan kesempatan dari Jongho. Ini sangat membahagiakan untuknya tentu saja, saat-saat yang paling ditunggunya. Penantiannya kini berakhir namun hadangan yang cukup besar menantinya di depan.

Yeosang bukan tipe orang yang penuh dengan masalah. Mencari dan membuat, tidak. Yeosang lebih memilih untuk mengamati. Namun sayang namanya cukup besar untuk terseret kedalamnya.

Yeosang bukan pula anak yang wajar. Maksudnya dia tidak mewajari apa dan bagaimana anak seumurnya, tapi ia memilih untuk melintas lebih dari itu. Support orang tua juga turut besar dan sepenuhnya pada Yeosang. Yeosang tumbuh lebih pesat dari anak-anak seusianya. Bukan dari fisik memang, tapi dari hal lain. Seperti cara dia berpikir juga memutuskan suatu perkara dan mungkin hobi ekstrimnya.

Tidak mudah bagi Yeosang. Ia harus menempatkn diri. Banyak orang khususnya anak seusianya menganggap Yeosang aneh, alhasil tak banyak jalinan pertemanan yang Yeosang dapatkan.

Jongho, anak itu pertama kali dipertemukan saat menjelang kenaikan kelas 2 Sekolah Menengah Pertama. Jongho menawarkan sebuah pertemanan padanya. Dengan senyum lebar, menjabat tangannya dan mengklaim bahwa saat itu juga mereka berteman.

Yeosang enggan sebetulnya. Pikirnya dulu, bisa saja Jongho hanya manawarkan kepalsuan dibalik wajah polosnya. Tapi itu tak terjadi ketika Yeosang mulai memperlihatkan perbedaannya. Jongho terkagum-kagum. Menjadikannya idola dan panutan. Itu salah, Yeosang tak sepatutnya mendapatkan semua itu. Juga Jongho, harusnya Yeosang tolak ujaran si polos.

Yeosang berakhir dengan terperangkap dalam pesona Jongho. Kepribadiannya yang hangat melemburkan perasaan Yeosang.

Yeosang kalah, dia kalah dan memilih untuk jatuh jauh untuk Jongho.

Yeosang remaja yang harus terlibat dalam arus yang bukan arusnya.

Keharusannya membuat beberapa orang terdekatnya juga terjerumus.

Salah satunya Jongho.

Yeosang mengeluh, beban pikirannya sekarang jauh lebih berat karena hingga kini tak ada obrolan serius mengenai kehamilan Jongho yang ia buka. Bagaimana caranya menjelaskan kepada para tertua.

Jongho pasti menunggu dia untuk sebuah pernyataan dan jalan keluar. Tapi sangat disayangkan otak jeniusnya lenyap bahkan itu tak sedikit pun membungkam permasalahan yang ada.

"Lo gak tidur Sang?"

Jongho kembali sambil mengibaskan tangan di depan wajahnya yang lembab. Yeosang pikir mungkin Jongho sengaja membasuh wajahnya. Tapi mengapa? bukannya itu hanya makin mempersulit dirinya untuk kembali terlelap?

"Belum ngantuk, kamu tidur ya? kalau gak kakak pindah kamar aja biar kamu agak nyaman."

Yeosang perhatikan kedua mata yang biasa jernih itu memerah. Ada sesuatu yang terjadi dengan Jongho.

"Eum gak apa Sang terserah lo, eh gua tidur duluan ya. Mulai ngantuk."

Jongho merebahkan dirinya yang langsung menutup mata, terkesan  enggan untuk diserbu pertanyaan dari Yeosang.

"Kalo gitu kakak pindah ke kamar sebelah, kalau ada apa-apa ketuk aja."

Yeosang kembali ke kamarnya yang sudah ia tempati hampir tiga hari itu. Iya tiga hari karena kamar yang sering ia gunakan di klaim Jongho. Tak pernah pula tidur satu kamar dengan suaminya itu, baru kali ini saja. Itu pun hanya beberapa jam dan disebabkan oleh tekanan emosi dalam argumen masing-masing.

Yeosang tak langsung terlelap. Ia memikirkan beberap plan kedepannya namun masih abu-abu dengan kata lain Yeosang menyerah. Ia bisa saja melakukannya, dimulai dari menjelaskan kepada orang tuanya dan berakhir kerja keras lebih dari dua kali lipat untuk kesayangannya. Yeosang sanggup? Belum terbayangkan namun rasanya akan sangat berat. Dukungan yang ia miliki hanya dukungan dari modal nekadnya. Pemuda yang menjadi suaminya adalah semangat namun tak menjadi sistem pendukung.

'Drrtt drrrt'

Yeosang menyambar ponselnya, disana pesan dari Hongjoong, membuat ia menajamkan pandanganya. Ia berdecak, "Apa yang ia inginkan sebetulnya?"

_____________________________________

Pregnant by NerdsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang