PbN-20

830 98 13
                                    

Pregnant by Nerd
.
.
.
.
.
.

Hari berlalu, Yeosang masih terjebak dengan keputusannya sedangkan Jongho kesal tiada tara karena sampai sekarang pun Seonghwa tak ada kabar, bahkan hanya sekedar pergi untuk bersekolah. Terhitung tiga hari tak masuk sekolah ditambah weekend dua hari dengan hari ini, total lima hari Seonghwa tak ada kabar. Nomor teleponnya sudah tak bisa dihubungi, tak terhubung. Akun sosial medianya pun tak aktif, terakhir online lima hari yang lalu.

Kesal bercampur khawatir. Bukan hanya dirinya saja, kedua sahabat yang lain turut masuk dalam kekalutan.

Malam ini Yeosang tak terlihat dimana-mana, Jongho mendengus kesal. Sepi, membuatnya mendadak sentimental dengan air mata yang sudah bercucuran. Belakangan ini harus Jongho akui, dia lebih sensitif dan cengeng.

Seperti hari kemarin, sepulang dari rumah Yunho, ia menangis. Penyebabnya? ia sendiri pun tak tahu. Hanya ingin menangis saja. Keesokannya saat berada di sekolah ia menangis lagi karena merindukan Chiko, teman sekelasnya yang pindah dua bulan yang lalu. Padahal ia tak begitu dekat, atau mungkin memang tak dekat dengan si Chiko itu. Entahlah, hari itu dia hanya ingin menangis, menangis, dan terus menangis. Sampai-sampai Yunho dan Wooyoung kelabakan. Si garang, preman di kelasnya menjadi aneh. Itu tak luput dari bibir-bibir manis tukang gibah di kelasnya. Seharian topiknya mengenai Jongho, hebatnya lagi itu bisa tembus sampai kelas-kelas lainnya. Alhasil Jongho menjadi hot news di sekolahnya.

Aneh memang, Jongho santai menanggapinya. Ia tak perduli. Yang ia mau hanya menangisi Chiko.

Dan sekarang Jongho menangisi Yeosang. Mendadak merindukan suami cupunya. Tanpa segan dan menyesampingkan logika, Jongho mengetik beberapa untai kata pada objek yang dimaksud.

babu

Lo dimana? balik anjing gua sendirian di apartement, terus aja lo keliaran kek gak punya tempat tinggal aja. Sepuluh menit kaga balik, gua kunciin lo di luar!

send

Setelahnya Jongho melanjutkan acara menangis. Kaki jenjangnya ia arahkan ke pantry. Menengok kulkas dan mengambil isinya. Tak banyak, ia hanya mengambil satu kotak ice cream ukuran besar. Membawa benda itu dan duduk di atas meja makan dengan menyilangkan kakinya. Masih dengan tangisan yang sama ia memakan ice cream yang lembut nan manis itu. Setidaknya ini membuatnya sedikit tenang.

Sepuluh menit berlalu yang ditunggu datang dengan peluh yang membasahi wajah tampannya. Berdiri di depan Jongho yang mengernyit heran.

"Lo kaga apa? Lo abis nangis lagi? Kok duduknya diatas meja? Itu lo kenapa gak pake celana? Demi tuhan lo cuma pake hoodie doang itu, mana makan ice cream banyak-banyak ntar lo sakit yang ada."

Jongho mengacungkan sendok kearah Yeosang, "Lo kok bawel? Terserah gua lah mau ngapain juga, mending lo diem aja deh!"

Yeosang mendengus, ia mendekat kearah Jongho. Menarik sisi tubuh Jongho agar lebih dekat dengannya. Yeosang tersenyum lembut, lalu mengecup dahi Jongho.

Jongho menegang, tubuhnya membeku, apakah karena efek makan ice cream atau efek Yeosang cupu itu? Tapi sepertinya Jongho harus menarik kata-kata cupu itu. Nyatanya Yeosang itu tampan, tak cupu. Jongho betah menatapnya.

"Adek, kakak gak tau harus ngomong gimana ke kamu. Kakak takut kamu kaget, gak siap yang akhirnya malah bikin kamu down."

Yeosang mengelus pipi Jongho perlahan, menatap lurus ke arah matanya. "Adek yang bentar lagi bukan adek. Mau janji sama kakak? Apapun yang terjadi percaya sama kakak ya?"

Jongho menggelengkan kepalanya heran, "Bentar. Lo kenapa dah Sang. Ngomongnya jadi gitu? aneh anjir, terus jangan bertele lah to the point aja sama gua."

Yeosang menghela nafasnya lalu tersenyum kecut. "Bodo amat deh. Intinya gua mau lo janji sama gua dek. Lo musti percaya sama gua."

"Ck, yaudah apaan?"

Yeosang menyentuh perut Jongho, "Disini, ada kehidupan baru."

"Maksud lo?"

"Lo bunting."

'Bruk'

"JONGHOOOOOOOOOOOO!"

.
.

"Lo udah mendingan?"

"Menurut lo aja sih San, lagian ngapain lo datang kemari? gua bisa urus diri sendiri."

Wooyoung makin bergelung dengan selimutnya. Semenjak insiden itu si Choi sulung ini makin menempel dengannya. Katanya sih merasa bersalah dan bertanggung jawab. Padahal ini murni kesalahan Wooyoung. Wooyoung lelah. Bahkan di hari libur seperti ini masih saja direcoki.

Wooyoung risih, bukan apa-apa tapi jantungnya selalu bereaksi berlebih ketika San berada dekat dengannya. Itu sangat mengganggu. Membuatnya tak nyaman.

"Wooyoung, maafin gua ya. Kalau aja gua langsung nyusulin lo. Lo gak akan gini."

"San udah gak apa-apa. Gua sendiri yang kabur dari lo."

"Lagian lo kenapa sih kabur dari gua?"

Wooyoung terdiam. Pipinya memanas, " kepo lo!" ucap kilat Woyoung, lalu menyembunyikan wajahnya di balik lembaran selimut.

Wooyoung malu, ia tak berani lama-lama berhadapan dengan San. Lagi jantungnya berdebar sangat kencang.

Choi San itu mematikan.

"Wooyoung kalau gua bilang gua suka lo gimana?"

Wooyoung menyingkapkan selimut yang ia kenakan. Menatap horor ke arah San yang terlihat gugup.

"M-maksud lo apa?"

San menghembuskan nafasnya, digenggam tangan Wooyoung dan menatap pasti. "Gua suka sama lo Wooyoung." ucapnya mantap.

Wooyoung tak karuan. Speechless dibuat Choi San hingga tak mampu untuk berkata-kata.

"S-serius?"

San mengangguk. "Gua serius, gua suka sama lo."

"Sejak kapan?"

"Waktu tau kita sekelas dan lo doyan bikin masalah, juga lo yang atributnya kaga pernah lengkap."

"H-hah?"

San mengencangkan genggamannya. "Wooyoung gua suka lo, bahkan udah ditahap sayang sama lo."

"lo confess?"

"Tapi gua gak minta buat lo terima perasaan gua. Gua cuma pengen lo tau aja. Pasti bakalan aneh juga yang lo anggap musuh itu diem-diem nyimpen perasaan sama lo."

San melepas genggaman tangannya dari Wooyoung, ia tersenyum dengan buliran air mata yang membasahi pipinya.

"San lo kenapa?"

"Gak apa-apa Woo, gua lega aja udah ungkapin apa yang gua pendem selama ini. Jangan jadi beban buat lo ya Woo. Santai aja udah ini gua pasti ngasih ruang buat lo. Btw gua pamit dulu ya lo butuh istirahat pasti. Jaga diri baik-baik ya."

San bangkit dan berlalu pergi tanpa melihat kearah Wooyoung.

Apa yang Wooyoung lihat adalah San yang kacau. Alih-alih terlihat lega, San malah terbebani. Wooyoung tak habis pikir. Pemuda yang menyatakan perasaannya beberapa menit yang lalu itu musuhnya. Wooyoung harus bahagia atau bagaimana? Ini terlalu mendadak, rasanya baru kemarin saling caci maki dan baku hantam tiba-tiba saja pindah haluan dari sesi romansa yang tak terungkap.

Wooyoung memijat dahinya, semua ini membuatnya pusing.

"Itu orang pake nangis juga."

"kaga tanya perasaan gua juga lagi."

"CHOI SAN ASU EMANG!"

______________________________________

hi 🌚
sorry typo 🌚
krisar?tap kolom komen

Pregnant by NerdsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang