PbN-18

796 106 15
                                        

Pregnant by Nerd
.
.
.
.
.
.

Pagi menjelang diiringi dengan suara alarm yang memekakan. Jongho mengerutkan dahinya, ia merasa sangat terganggu. Perlahan ia membuka matanya, sedikit mengerjap ketika tirai yang bercelah dimana sangat memungkinkan untuk sinar mentari menyorot langsung ke arah wajah. Jongho memijat kepalanya ketika rasa pening ringan menyerang, pula sambil mengingat mengapa dan sejak kapan ia berada di ruangan yang amat berbeda dari ruang tidurnya di rumah. Beberapa saat terheran dan berfikir, ia mengerjapkan matanya. Betul, ini bukan kamarnya melainkan kamar barunya yang berada di apartemen si suami culun.

'cklek'

"lo udah mendingan?" Jongho mengangguk. Yeosang menyimpan nampan berisi sarapan di meja nakas, kemudian duduk menempati space kosong ranjang.

"Gua kenapa?"

Pandangan mereka beradu, Jongho dengan kebingungannya dan Yeosang yang sedikit ragu. Yeosang membuang wajahnya lalu sedikit menghela nafas diakhir.

"Jangan kecapean sama banyak pikiran." setelah itu Yeosang pergi. Meninggalkan Jongho yang clueless.

Yeosang, ia bukannya tega meninggalkan sang suami dalam kondisi yang sedang tak baik. Yeosang hanya ragu juga bingung. Ya bukan hanya Jongho yang bingung tapi si suami ikut bingung.

Kejadian semalam itu membuatnya khawatir. Membuatnya tak berkutik dalam satu momen.

Melihat suaminya terkapar tak sadarkan diri membuat jantungnya seolah berhenti. Walau dalam faktanya yang menyebabkan itu adalah faktor kesehatan, bukan karena para berandalan yang memukulinya membabi buta. Pengecualian untuk kedua temannya yang memang terkapar karena ulah tangan-tangan jahil itu.

Yeosang panik, tak jauh berbeda dengan si ipar yang nyatanya lebih panik karena yang jadi topik kesinisan si adik padanya terikat di batang pohon dengan kondisi yang mengenaskan.

Saat itu, tanpa adanya komando salah satu dari para berandalan itu melarikan diri yang diikuti ke dua temannya.

Yeosang kecewa.

Ia tak bisa tenang, langkah yang ia tempuh selama ini sangat berat juga membebankan.

Jika bukan karena orang tuanya.
Jika bukan Jongho si pemenang hatinya sejak dulu.
Dan Jika itu bukanlah egonya.

Mungkin Yeosang melangkah lebih ringan.

Yeosang benci. Perasaannya campur aduk.

Di satu sisi kebahagiannya akan segera datang melengkapi keluarga kecilnya.

Di sisi lain, ancaman yang lebih besar sangat mungkin juga mengikuti.

Yeosang tak siap sebetulnya.

Tapi dituntut untuk siap akan semua hal yang ia ambil.

Ia mendudukan diri di sofa ruang tamu ditemani dengan sepi selain ritme detik dari jarum jam. Mengusak wajahnya kesal, ia tak bisa terus begini. Detik jam makin membuatnya tak tenang. Waktu seolah mengejeknya padahal ia mengingatkan Yeosang untuk segera mengambil langkah.

Langkah yang harus tepat karena menyangkut beberapa nama yang ia kasihi.

Dengan acak Yeosang mendial salah satu nomor yang berada di kontaknya. Walau random tapi satu yang pasti.

"Iye apa?"

"Bang lo dimana? gua ketempat lo ya?"

"Ada apa- eh tunggu. Gua paham. Gua rasa kita ketemu di tempat biasa dulu aja. Jangan ke tempat gua."

Pregnant by NerdsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang