SETELAH sepuluh hari mendadak menjadi relawan, Bond kembali ke negaranya. Kembali bekerja sambil terus berpikir dan mencari celah mengambil RJ. Dari awal, dengan tagline selama janur kuning belum melengkung, pantang biduk surut ke belakang, dia tidak peduli jika disebut petunor, perebut tunangan orang. Kondisi hubungan mereka yang terasa janggal dan perasaan RJ yang flat pada Rad menjadi semacam bahan bakar. Pemicu semangat Bond mengacak-acak data Rad.
Mungkin saatnya menjalankan plan C?
Sebarkan berita BroRD menanamkan saham di perusahaan kaleng-kaleng lalu menggoreng saham sehingga rawan terancam gagal bayar. Biarkan Rad sibuk, sambil terus menebar pengalih isu, lalu orang-orang tidak peduli RJ dengan siapa.
Ah, terlalu kotor.
Merebut tunangan orang sudah kotor, apalagi melakukannya dengan cara kotor. Bond tidak sekotor itu. Dia harus mencari cacat Rad yang lain. Kesalahan yang memang wajar jika RJ pergi.
Pikirannya berputar di sekitar itu saja. Berpikir dan merenung di gazebo ditemani udara malam yang menggigit. Kanopi pohon di atas gazebo menghalangi pemandangan ke langit gelap. Tapi apa pun yang ada di atas sana, tetap saja yang terlihat hanya wajah RJ.
***
Pagi itu Bond bergerak malas di rumah. Semua dia kerjakan tanpa tenaga. Dia harus bekerja mengembalikan keseimbangan perusahaannya sambil mengurus RJ dan mempersiapkan hatinya untuk kemungkinan yang terburuk. Dan itu menyedot energinya.
Sampai di kantor dia hanya membuka-buka beberapa berkas dan menyuruh sekretarisnya menjadwal ulang janji temunya yang bisa dialihkan ke hari lain. Sesudahnya, dia berpikir lagi. Lebih tepatnya merenung. Tapi yang terjadi adalah melamun. Dengan kursi terputar ke arah belakang, dia bebas menatap langit. Yang lagi-lagi hanya terlihat wajah RJ.
Tok tok tok.
"Masuk," ujarnya ketika mendengar suara ketukan. Tapi dia tak mengubah posisinya.
"Lama-lama gue strum juga nih orang jatcin." PA datang dan langsung menggerutu. "Perasaan kambing jantan kalau estrus juga nggak gini-gini amat."
"Brisik. Gue pecat lu."
"Lu nggak akan pecat gue, karena gue minta naik gaji."
"Mati aja lu."
"Ck." Philla mengabaikan makian itu. Sudah terlalu terbiasa dengan mulut bosnya yang sering asal bunyi dan tidak terdidik jika sedang badmood. "Plan A gagal, plan C ribet. Kita pakai plan B. Plan Bond."
"Hah?" Bond langsung memutar kursinya.
"Sebenarnya gue tahu info ini sudah lama. Sebelum kita jalanin plan A. Tapi gue belum mau pakai karena buktinya masih lemah. Masih gampang banget dia ngeles kayak guru matematika. Kalau waktu itu bukti sudah shahih, ini bisa jadi plan A. Tapi yah, mungkin lu kurang sedekah kali, Boss, sampai si Rad bisa ngerjain lu begitu. Makanya—"
"Sudah?" Bond memutus rentetan kalimat Philla.
"Apanya?"
"Ngocehnya."
"Belum."
"Lu habisin jatah dua puluh ribu kata per hari ke siapa kek di luar. Kalau sisa seratus baru masuk sini lagi."
"Minta naik gaji." PA berkata, abai, dan membuka tabletnya. "Ini bukti awal." Dia memutar sebuah video. "Spy yang lu sebar dapat ini. Cuma begini. Tapi gara-gara ini gue yakin gue bisa dapat video lebih meyakinkan lagi. Dan semua pertanyaan lu terjawab."
"Segitu main bersihnya si Rad?" Bond hanya mengangguk melihat video itu termasuk ketika kamera mengarah ke sekitar dan sebuah papan nama. "Ini nggak berarti apa-apa," lanjutnya menanggapi isi video. Isi video hanya sekumpulan manusia yang sedang hangout. Tempat tidak terlalu bisa membuktikan apa yang sebenarnya terjadi.
"Iya, Boss." Tangannya berhenti menggeser dan mengetuk layar. "Makanya gue cari bukti lain. Selama ini kita fokus ke satu titik. Tapi video tadi bikin gue mikir, kita bisa mulai dari titik lain yang kita nggak pernah pikir. Eh, pernah deh. Tapi kita abaikan karena rasanya mustahil." PA membuka video kedua. "Yang kedua, ini bukti valid banget. Dia nggak akan bisa ngelak. Mukanya semua jelas. Kita bisa tau siapa mereka dan ekpresinya ketangkap bagus banget."
Dengan satu ketukan mantap PA membuat layar memutar sebuah video yang—
"Astaga!" Akhirnya Bond berespons setelah melihat satu scene yang sangat jelas di video itu. Dia tidak bisa berkata yang lain. Terlalu terkejut.
"Dua orang di video pertama jadi pemeran utama di video kedua. Gue kirim ke ghibahTV mayan nih fee-nya bisa buat beli mobil baru." Kode keras dari PA ke boss.
"Ck."
"Kali ini, lu tembak langsung ke RJ. Biar sisanya dia yang urus langsung ke Rad. Nggak usah lu gegayaan ke sana. Bangkrut beneran lu, Boss."
"Oke, gaji lu naik." Wajahnya datar. Hanya itu cara Bond melampiaskan kebahagiaannya. Dia jarang gagal mengatur emosi dan ekspresinya. Meski di depan Philla biasanya dia lebih terbuka.
"Kalau nggak naik gue mbelot ke Rad, buka semua borok lu."
"Ck." Bond berdecak. "Gimana lu bisa dapat video ini? Ini di ruangan Rad, dan bukan dari CCTV."
Philla terkekeh.
"Gue sudah bilang, bukti awal bikin gue yakin bisa dapat bukti lebih kuat. Dan gue harus bisa. Kepo does exists. Di situ gue mikir gimana caranya. Pas kita antar berkas sue itu, gue taruh kamera di ruangan dia."
"BeeCam?"
"Yeps."
"Apa sudah sempurna?"
"Anggap aja yang kemarin itu gladi resik. Dan yes. BeeCam sempurna."
"Rontok?"
"Begitu laporan akhir dari BeeCam yang gue terima sebelum perangkat itu merontokkan diri."
"Lu taruh di mana BeeCam pas di sana?"
"Gue taruh di terrarium. Sesuai namanya lebah aman di terrarium. Pas dia rontok ya sudah nggak berbetuk, kecampur-campur sama isi terrarium. Aman."
"Kita harus bikin bentuk lain. Nggak selamanya lebah bisa ditaruh di sembarang tempat."
PA mengedikkan bahunya. "Carilah serangga yang kecil jangan mamalia besar macam gajah. Mentok-mentok reptil kecil macam cicak."
Bond mengabaikan ucapan PA.
"Gue butuh beberapa. Siapkan."
"86. Jadi plan B oke, Boss?" Pertanyaan yang tidak perlu tapi Bond mengangguk satu kali sebagai jawaban. "Gue out dulu, silakan melakukan selebrasi." PA berjalan keluar dan Bond terlalu yang terlalu senang hanya menyeringai licik.
Rad, you and her, end.
***
Tak mau membuang waktu, saat sudah melakukan selebrasi berupa seringai super licik dan jijik, saat itu juga Bond menghubungi RJ.
B. Bondowoso : R, kapan bisa ke rumah?
B. Bondowoso : Ada yang mau gue omongin.
B. Bondowoso : Penting.
Dia terus memelototi ponselnya, jika dalam hitungan kesepuluh tidak ada jawaban, dia akan menelepon RJ.
RJ : Nanti gue kabarin.
RJ : Gue susah keluar sekarang.
RJ : Rad dan Bokap kompak banget.
B. Bondowoso : Kasih tau gue kalau butuh apa-apa.
RJ : Nggak bisa streaming aja?
B. Bondowoso : Nggak bisa.
B. Bondowoso : Lu harus ke sini.
Pembicaraan terputus. Menyisakan tanda tanya besar memenuhi kepala RJ dan Bond yang makin tak sabar bertemu.
Ini rindu.
Terasa menggebu.
Dan harapan bisa bersatu.
***
Bersambung
YOU ARE READING
Manusia Bodoh [16+ End]
RomanceTell me then, does love make me a fool or do only fools fall in love? -Orhan Pamuk- *** APA jadinya jika kisah Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso ditarik ke era milenial? Bond--Bandung Bondowoso--baru saja mengakuisisi holding milik Prabu Boko sa...