MATAHARI sudah hilang saat rangka baja dan panel dinding sudah terpasang. Matahari memang sudah hilang, tapi dengan bantuan sejuta lampu semua bisa tetap bekerja seperti biasa. Menjelang tengah malam, panel dinding sudah terplester. Progres tiap bangunan nyaris sama. Bond merencanakan semua bangunan akan selesai di saat yang bersamaan.
Tak ada kendala berarti dari tim reboisasi. Mereka cukup menanan saja. Memasukkan anakan ke dalam lubang yang sudah disiapkan. Bahkan anakan pun sudah diletakkan di sisi lubang. Meski nyaris tanpa kendala, tapi angka sejuta tetap butuh waktu. Untuk memenuhi tenggat waktu 24 jam, tiap jam harus ditanam 41.667 anakan. Tinggal dibagi dengan tenaga yang tersedia. Kelihatannya memasukkan lalu menutup lubang hal yang mudah, tapi jika harus menanam 100 pohon dalam satu jam itu artinya nyaris dua pohon harus ditanam dalam waktu satu menit.
Semua berkejaran dengan waktu. Padahal waktu sendiri tidak berlarian ke mana-mana.
Semua berjalan on schedule. Bond, meski sibuk memantau dan mengkoordinir, juga harus stand by. Dia terlihat cukup tenang.
"Bond..."
"Ya?" Bond menoleh ke arah suara.
"Lu sudah makan?"
Yang ditanya melirik jam di tangannya. Waktu jam makan malam sudah lewat jauh.
"Belum."
"Tunggu di situ ya." RJ menunjuk sebuah posko darurat. "Gue ambilin dulu."
Bond mengangguk dan tersenyum lalu berjalan ke arah yang RJ tunjuk. Di dekatnya sebuah menara pengawas dengan lampu menyorot berkekuatan ribuan watt. Tak ada orang di tempat itu, semua sibuk. Saat duduk dan bersandar itulah Bond baru merasakan tubuhnya ternyata lelah. Mengembuskan napas keras, dia memerosotkan punggungnya, dan tanpa sadar, dengan tubuh setengah duduk, dia sudah terlelap.
Saat RJ datang dia mendapati Bond terlelap dengan posisi tak beraturan. Setengah duduk dengan sebelah kaki masih menjuntai ke bawah dan sebelah lagi tertekuk di balai-balai. Meski bibirnya tersenyum, tapi sisi hatinya yang lain juga terenyuh melihat kondisi Bond yang berantakan. Bond memang tak hanya berteriak memerintah, tapi dia juga turun langsung bekerja.
Perlahan, RJ meletakkan bawaannya—nasi kotak, sebotol air mineral, dan segelas plastik teh manis hangat—di sisi terjauh dari Bond yang nyenyak. Lalu dia berusaha memperbaiki posisi tubuh bond. Mengangkat kakinya yang menjuntai, meluruskan yang tertekuk, lalu memerosotkan punggungnya agar utuh telentang. Bond tidur mati. Dia tidak sadar sepanjang RJ memperbaiki posisinya.
Setelah posisinya normal, RJ duduk di sisi balai-balai. Dan tanpa sadar dia tersenyum melihat Bond yang nyenyak. Dia terus menonton Bond tidur. Hanya sesekali tatapannya beralih ke tempat lain, sekilas memperhatikan kesibukan di sekitarnya akibat permintaannya. Ulahnya.
Dia terus menonton Bond tidur, sampai mata tontonannya mulai bergerak disusul bahu dan tangannya.
Pandangan Bond berbayang. Dia berkeryit melihat ke sebuah wajah, butuh beberapa saat untuknya sadar siapa yang tersenyum di sana. Dan ketika dia sadar, dia langsung tersenyum dan menggeliat seperti kucing malas. Membuat senyum RJ lebih lebar. Melihat senyum itu, Bond terkekeh lalu bergerak cepat dan menjatuhkan kepalanya ke pangkuan RJ.
"Ndusel-ndusel ternyata enak ya. Pantas Koko dan Kiki anteng." Meski suara Bond teredam, RJ bisa jelas mendengar. Dia tertawa kecil lalu tanpa sadar tangannya mengelus rambut Bond. Memainkan rambut itu, menyisir dengan jarinya, menggaruk kulit kepala, dan lain sebagainya.
Bond diam.
Tak bisa berkata-kata, hanya ingin menikmati saja. Di tengah hiruk pikuk konstruksi bekerja, kontak fisik yang lebih intim terjadi. Bond bernapas perlahan sambil memejamkan matanya.
YOU ARE READING
Manusia Bodoh [16+ End]
RomanceTell me then, does love make me a fool or do only fools fall in love? -Orhan Pamuk- *** APA jadinya jika kisah Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso ditarik ke era milenial? Bond--Bandung Bondowoso--baru saja mengakuisisi holding milik Prabu Boko sa...