Bagian 8

1.2K 161 4
                                    

Sakura dan Kakashi berdiri di depan makam mendiang Sakumo. Sakura yang melihat Kakashi mematung menatap batu nisan ayahnya merasa sedih. Sejak awal dimulainya prosesi pemakaman, mereka belum beranjak dari sana sama sekali.

Sakura pun menepuk bahu kiri Kakashi pelan, "Kakashi-niisama, ayo kita pulang," tapi tidak ada respon dari anak berambut perak itu. Tatapannya malah terasa semakin kosong.

Dengan lembut, Sakura meraih tangan Kakashi. Menangkupnya dengan kedua tangan mungilnya yang hangat, tapi sedikit bergetar. Ia tersenyum ketika Kakashi meliriknya.

"Kau mendengarkan apa yang tousan-mu katakan kemarin bukan?" tatapan sendu Kakashi membuat hati Sakura sedikit teriris, "kau itu kebanggannya. Kau hebat dan kau kuat."

Tiba-tiba tatapan Kakashi menjadi tajam, membuat pacu jantung Sakura menjadi lebih cepat dari biasanya, "tousan tidak seharusnya mati. Ia seharusnya tidak membantu teman yang justru ikut menghinanya."

Kakashi mencengkram kedua bahu Sakura dengan sorot mata yang penuh amarah, "tousan seharusnya hanya fokus pada misinya. Iya, 'kan, Sakura?"

Grep!

Saat ini yang bisa dilakukan oleh Sakura hanyalah memeluk Kakashi. Ia merasa tidak mampu untuk berkata apapun padanya. Ia juga merasakan kesedihan yang sama besarnya.

"Tousan..." isak tangis Kakashi perlahan membanjiri pakaian Sakura, "seharusnya orang yang ditolongnya lah yang mati."

Sakura langsung melepas pelukannya ketika Rin dan Obito menghampiri mereka. Kedua anak itu juga sama sedihnya seperti Sakura, terutama Kakashi.

"Kakashi, kau harus ikhlas. Kita semua juga akan mati, hanya waktu dan bagaimana cara matinya saja yang berbeda," ucap Rin, menepuk pelan bahu Kakashi.

"Kau benar, Rin," celetuk Obito, "aku bahkan tidak tahu orangtuaku ada di mana. Sekarang, bukankah kita semua sama?"

Kakashi menatap Obito dengan marah, "aku tidak sama seperti kalian. Aku masih punya tousan. Dan sekarang dia sudah tidur selamanya di dalam tanah ini!"

"Kakashi, maksud Obito bukan seperti itu," sela Rin, "kau masih punya kami. Ada aku, Obito, dan Sakura. Kau tidak akan kesepian."

Sakura menatap Rin dengan getir. Anak perempuan berambut cokelat itu memiliki pemikiran yang sedikit dewasa dibanding dengan usianya.

***

Kakashi yang sedari tadi dipaksa pulang oleh Sakura dan selalu menolak pun akhirnya menyerah. Mereka pulang. Kembali ke rumah yang baru kemarin masih ada Sakumo bersama mereka.

Tanpa berbicara apapun, Kakashi masuk ke kamar ayahnya yang kini menjadi miliknya. Sakura pun masuk ke kamarnya yang dulu milik Kakashi. Kedua anak itu masih kalut dengan perasaan dukanya masing-masing.

Sakura merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Kedua manik emeraldnya yang berkilau menatap langit-langit kamar dengan tempelan benda-benda langit yang ia buat secara diam-diam ketika rumah sudah sepi.

"Apakah mungkin yang dilakukan Sakumo-san baru-baru ini supaya menutupi niatnya untuk bunuh diri? Apakah ia sengaja tiba-tiba menyuruh kami membeli sesuatu yang sama? Jika dipikir lagi, ucapan Sakumo-san kemarin sangat dalam. Aku sudah merasakan perasaan tidak enak di dalam diriku, tapi mengapa aku tidak menyadari akan datangnya hari itu. Aku... aku bahkan tidak melakukan apa-apa untuknya. Aku belum bisa membalas kebaikannya padaku selama ini."

Kabar mengenai kematian Hatake Sakumo yang bunuh diri memberikan pukulan hebat bagi desa. Terlebih para petinggi yang sangat percaya dan menganggapnya sebagai ninja terbaik Konoha.

Orang-orang itu bahkan tidak memikirkan bagaimana sakitnya hati pria dengan julukan Si Taring Putih karena ucapan-ucapan mereka. Apakah menyelamatkan teman adalah sesuatu yang salah?

Sakura menelusupkan wajahnya ke bantal. Ia tidak ingin ada seorang pun mendengar jerit tangisannya lagi. Namun tetap saja hal itu terdengar oleh Kakashi yang diam-diam berdiri di pintu kamarnya dan menguping.

***

Sakura yang mendengar suara dentingan antara piring dengan sendok-garpu pun keluar. Matanya menangkap sosok Kakashi yang sedang berdiri di depan kompor. Si perak itu memasak.

"Duduklah. Kau harus makan."

Sakura tersentak. Namun ia pun langsung duduk di kursi meja makan. Tak lama, masakan khas Kakashi itu sudah tersaji di atas meja. Kakashi mengambil dua set peralatan makan, lalu meletakkan satu set di depan Sakura.

"Makanlah."

Sakura mengangguk, "itadakimasu..."

Mereka pun makan. Rasanya sangat hening karena tidak ada yang mau memulai percakapan. Ekor kuning yang biasanya terasa sangat nikmat, terasa sedikit hambar.

Biasanya Sakumo akan menengahi mereka karena selalu bertengkar walaupun sedang makan. Namun sekarang itu sudah tidak akan bisa terjadi. Sakumo telah tiada.

Selesai makan, Sakura meminta untuk biar ia saja yang mencuci wadah kotornya. Kakashi yang tidak ingin berdebat pun menyetujui dan memilih untuk kembali ke kamar.

Beberapa kali Sakura menyadarkan dirinya yang melamun. Sekarang apa yang harus ia lakukan. Saat ini ia masih kecil dan hanya ada Kakashi yang bersamanya. Ia hanya takut akan menjadi beban bagi Kakashi.

"Sakura..." panggil Kakashi dari dalam kamarnya. Sakura yang untungnya sudah selesai mencuci piring langsung mengelap tangannya yang basah dan menghampiri Kakashi.

Pintu kamarnya terbuka. Sakura pun masuk ketika Kakashi memberikan arahan dengan tangannya yang melambai. Si perak itu duduk di kasur. Ia pun ikut duduk di sebelahnya.

Sakura sangat terkejut ketika Kakashi menyingkap poninya, membiarkan jidat lebarnya terekspos. Ia lalu mengikatkan kepalanya dengan tali pita berwarna merah. Menghiasi rambut merah mudanya.

"Dari tousan," ujar Kakashi sambil menunjukkan kotak kecil yang sudah kosong dengan catatan kecil di sana.

——————————————————

Ini untuk Sakura

——————————————————

Sakura langsung berlari ke kamar mandi. Melihat rupanya yang seperti saat dia masih kecil. Jidatnya yang selalu diejek oleh anak perempuan ia tutupi dengan poni yang menjuntai. Dan setelah memakai poni pun ia masih mendapat ejekan dari mereka.

Tapi sejak awal kedatangannya ke dunia Kakashi ini, jidat lebarnya sudah terekspos. Namun jidatnya semakin terlihat lebar karena Kakashi.

"Baka-kashi..."

Again [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang