Bagian 18

1.2K 143 1
                                        

"Sakura!" teriak Kakashi sambil menggedor pintu kamar Sakura dengan keras. Berkali-kali ia coba mengetuk, namun gadis kecil itu belum juga menyahutinya.

"Sakura, bangun! Astaga, kau ini perempuan, bagaimana bisa tidurmu sangat pulas seperti itu!" teriak Kakashi lagi sambil berkacak pinggang, menatap pintu kamar Sakura dengan sebal.

Tak lama, pintu pun terbuka. Sosok gadis kecil berambut merah muda dengan kulit putih muncul sambil menggosok-gosok matanya.

"Ada apa? Ini masih sangat pagi, tahu. Kenapa kau mengetuk pintuku seperti orang kesetanan?"

Kakashi mendekatkan wajahnya pada wajah Sakura. Manik matanya menyiratkan kekesalan, "Ya, ini memang masih sangat pagi. Dan waktu ini adalah waktu yang pas untuk memeriksa amazake!"

Dengan diam, Sakura mendorong Kakashi menjauhi kamarnya. Lalu, ia menutup pintu kamar dan berjalan ke dapur. Disusul oleh Kakashi di belakangnya.

Langkahnya menuju lemari es. Kemudian, ia membuka lemari es tersebut. Tangannya terulur dan menarik keluar botol berisi amazake yang dibuatnya kemarin.

"Sudah jadi," ucap Sakura. Kemudian, ia menyodorkan botol tersebut tepat di depan Kakashi sambil berucap, "Tapi, kurasa minum ini di pagi buta bukan lah waktu yang tepat."

"Hey, siapa yang peduli? Aku rela menunggumu menyelesaikan ini hanya untuk meminumnya tahu!"

"Ya, ya."

Sakura pergi ke kamar mandi lalu membasuh wajahnya. Ia menatap pantulan wajahnya yang ada di cermin. Buruk. Ia kurang tidur karena harus bolak-balik memeriksa dan memastikan amazake tetap pada yang seharusnya. Kakashi bahkan tidak membantunya sama sekali.

"Kenapa kau lama sekali? Apa yang kau lakukan di kamar mandi?" tanya Kakashi yang ternyata sedang bermain dengan Osaka.

"Membasuh wajahku," jawab Sakura, lalu ia pun duduk bersimpuh di depan Kakashi.

"Kalau begitu, siang nanti, kita minum amazake bersama, ya?" pinta Kakashi yang membuat kedua bola mata Sakura terasa hampir keluar.

Kakashi yang melihat Sakura mematung dengan wajah cengonya pun bertanya, "Kau kenapa? Sakit?"

"Tidak. Hanya saja, aku merasa sedikit ada keanehan di sini..."

"Hah? Apa maksudmu?"

Sakura menggeleng lemah. Mulutnya masih terbuka dan matanya masih terlihat tidak menunjukkan sorot kehidupan.

Tidak mungkin Sakura mengatakan bahwa ia terkejut dan tak habis pikir jika Kakashi akan bersikap seperti itu. Dan juga, apa-apaan dengan rela menunggu demi meminum amazake yang ia ucapkan tadi itu.

"Osaka, kau lapar? Tunggu sebentar, aku akan menangkap banyak ikan untuk makan enak kita," ucap Kakashi sambil mengelus Osaka yang terlihat senang.

"Sakura, aku pergi dulu. Jaga rumah dan Osaka."

Kakashi yang sempat diam sejenak karena melihat Sakura masih membeku pun mengacuhkannya dan langsung pergi.

Selang beberapa waktu kemudian, akhirnya Sakura sudah tersadar dan ia langsung menepuk kedua pipinya cukup keras sampai meninggalkan jejak merah di sana.

"Kurasa memang ada yang tidak beres dengan anak itu. Saat awal bertemu, dia sangat membenciku. Namun, saat ayahnya meninggal, rasanya dia jadi berbeda."

Osaka yang semula tidur di atas bantal duduk pun berpindah ke pangkuan Sakura. Ia mendusel-dusel pipinya di perut Sakura. Membuat gadis kecil berambut merah muda itu terkekeh.

Setelah setengah hari berlalu, Kakashi pulang dengan membawa sebuah ember berisi ikan-ikan yang hampir memenuhi ember tersebut.

"Hey, ayo kita masak bersama!"

Sakura lagi-lagi dibuat melongo ketika Kakashi berteriak di dapur. Ia pun segera menghampiri Kakashi dan melihat anak itu sedang sibuk membersihkan ikan-ikan.

"Sakura, tolong lanjutkan ini," ucap Kakashi sambil menjauh dari wastafel. Kemudian, ia mulai berkutat dengan alat-alat dapur sambil berkata, "Aku akan menyiapkan peralatan untuk memasaknya."

Kini Sakura tidak kehilangan kesadarannya lagi. Ia mengangguk dan langsung melakukan apa yang diucapkan Kakashi.

"Sakura, apa kau sudah selesai?" tanya Kakashi. Ia sedikit melirik Sakura, namun pandangannya beralih cepat pada Osaka yang menghampirinya.

"Osaka, kau tidak perlu kemari. Tunggu saja, aku dan Sakura akan segera menyelesaikannya."

Sakura menatap Kakashi yang menggendong Osaka menuju ruang tengah. Tak lama kemudian, ia kembali.

"Ini," ujar Sakura. Lantas, ia menyodorkan ikan-ikan tersebut pada Kakashi dan bertanya, "Apa lagi yang harus kulakukan?"

"Selagi aku memasak ikan, bisakah kau memotong-motong sayurannya?"

Sakura mengangguk. Ia langsung mengambil pisau dan mengiris-iris sayuran yang sudah disediakan oleh Kakashi sebelumnya.

"Sakura, ada yang ingin kutanyakan padamu."

"Apa?" tanya Sakura yang masih fokus pada kegiatannya.

"Sebenarnya, sudah berapa kali kau membohongiku?"

Sakura langsung menghentikan acara potong-memotongnya. Tatapannya terasa terpaku pada sayuran-sayuran yang ia potong tadi.

"M- maksudmu?"

"Saat kau memintaku untuk mengajarimu memasak, sebenarnya, aku tahu kau lakukan itu untuk Obito. Aku juga melihatmu mengunjunginya ketika dia sedang latihan di hutan dekat sungai yang sering kita datangi."

Sakura diam. Ia merasa tangannya dibekukan dan tubuhnya seakan tak dapat bergerak sedikit pun.

"Sebenarnya, bagaimana bisa kau memiliki rasa padanya?"

Again [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang