Bagian 15

1.1K 123 0
                                    

Hari keempat setelah ia menemui Obito di hutan. Ia kembali ingin menemui anak laki-laki itu, dengan jinjingan bento yang ia pisahkan dengan susah payah kemarin.

Kemarin, setelah selesai memasak, untung saja Kakashi teralihkan perhatiannya pada Osaka yang mengacak-acak kasurnya. Jadi ia bisa memisahkan bagian untuk Obito yang akan diberikannya.

Sakura harus menepati ucapannya. Ia akan memberikan hasil makanan pertamanya pada Obito. Laki-laki yang ia sukai. Bukan lagi pada Uchiha Sasuke yang mungkin tidak peduli tentang perasaannya sedikit pun.

Masakan pertamanya tidak boleh direbut oleh siapapun, termasuk Osaka.

Ketika Sakura hendak keluar, matanya menatap langit biru yang menurunkan butir-butir es lembut berwarna putih.

"Sakura, apa yang kau lakukan di sana?" tanya Kakashi yang muncul di balik tembok ruang tengah dekat pintu utama.

Sakura refleks berbalik menatap Kakashi dan menyembunyikan bento tersebut di belakangnya, "T- tidak."

Kakashi langsung mendekatinya. Bukan, lebih tepatnya ia membuka pintu rumah dengan lebar. Sakura jelas langsung mengikuti arah Kakashi. Jika tidak, mungkin ia akan dicurigai lagi karena menjinjing kain berisikan kotak bento itu. Dan tidak mungkin ia akan beralasan untuk diberikan pada kucing yang kedua kalinya

"Sudah turun salju."

Kakashi berbalik pada Sakura yang sedikit terkejut. Ia melilitkan syal yang selalu ia gunakan itu di leher Sakura. Seketika itu, rasa panas terasa menjalar di seluruh tubuh Sakura.

"Padahal salju baru saja turun, tapi wajahmu sudah memerah. Sudah kukatakan padamu, jangan sampai kau demam. Aku tidak ingin direpotkan."

Sakura mendengus sebal. Bibirnya mengerucut dan pandangannya beralih ke arah bawah. Kakashi yang melihatnya langsung mengacak-acak rambut Sakura pelan.

"Aku hanya tidak ingin memikirkan bagaimana keadaanmu ketika sedang menjalankan misi."

Wajah Sakura kembali memanas. Ia tidak menyangka bahwa Kakashi akan bersikap seperti itu. Rasanya anak itu memang berubah.

"Meow... meow..."

Kakashi langsung berjalan melewati Sakura. Ia menatap Sakura sekejap, "Kurasa Osaka ingin makan," lalu meninggalkannya.

Kesempatan bagus. Sakura segera keluar dari rumah. Menutup pintu dengan sangat perlahan agar tidak terdengar oleh Kakashi.

Sesampainya di hutan, benar saja. Ada Obito di sana. Sorot matanya terlihat lebih serius sejak pertama kali ia melihatnya berlatih di sana.

"Obito-kun!" teriak Sakura yang berlari sambil melambai-lambaikan tangannya. Ia mengatur napasnya setelah berada di depan Obito.

"Sakura, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Obito yang langsung menghentikan kegiatannya.

Sakura mengangkat balutan berisi kotak bento tersebut sampai sejajar dengan wajahnya. Ia tersenyum lebar sampai matanya menyipit.

"Makan siangmu. Sesuai yang kau mau, ini adalah makanan buatanku yang pertama."

Senyum lebar Sakura tertular pada Obito. Kedua mata onyx anak itu berbinar, "Wah, kau hebat, Sakura!"

Sakura tersenyum lagi sampai gigi-giginya terlihat. Dadanya yang selama ini terasa penuh dan sesak karena ulah laki-laki yang tidak bertanggungjawab, kini rasanya ringan seakan tidak ada apa-apa.

Persis seperti yang dilakukan tempo hari, meskipun tanah sudah terbalut salju, Obito tetap mendudukinya. Dan Sakura juga entah kenapa malah mengikutinya.

Hanya dengan melihat Obito makan, rasanya Sakura sangat senang.

"Ah... aku kenyang," ucap Obito setelah selesai makan dan merapikan kotak bento tersebut.

Sakura terlalu lama menatap Obito sampai ia tidak menyadari jika anak itu sudah melahap habis makanan buatannya.

"A- apakah masakanku... enak?"

Jantung Sakura langsung terasa seperti diisi oleh drum-drum yang dipukul. Bergemuruh dan menggema sana-sini.

"Ya, tentu saja," jawab Obito dengan cengiran khasnya. Lalu, ia bertanya, "Apa kau serius meminta Kakashi untuk mengajarimu?"

Sakura mengangguk.

"Wah, keren. Kau memang cocok menjadi keluarganya Kakashi karena kau sama-sama pintar dan keren, tapi masakanmu sedikit berbeda dengan masakan Kakashi. Rasanya seperti ada rasa asam dan manis. Apa yang kau tambahkan di sana?"

Jika saja saat ini ia sudah besar, mungkin ia akan katakan bahwa ia menambahkan bumbu perasaan pada masakannya.

"Hanya saus tomat, sedikit perasan lemon, dan gula."

Obito mengacak-acak rambut Sakura dengan gemas, "Kau hebat. Terima kasih, ya."

Sakura mengangguk.

"Masakanmu ini... apakah Kakashi sudah mencobanya?"

"Tidak! Justru kaulah yang pertama kali memakan hasil masakan pertamaku. Aku bahkan tidak langsung memberikan masakanku pada Osaka."

Dalam hati, Sakura merasa bangga. Sebenarnya, ini bukan pertama kali Sakura memasak. Namun, jika untuk rasa yang enak ini adalah hasil masakannya yang pertama.

"Osaka?"

"Ah, itu... Kucingku," jawab Sakura. Obito hanya mengangguk-anggukkan kepala menanggapinya.

"Jadi, kau benar-benar melakukannya ya?"

"T- tentu saja!"

Obito kembali mengacak-acak rambut Sakura. Dan cengiran khasnya muncul lagi, "Terima kasih, ya, Sakura."

Sakura menatap Obito yang berdiri. Secara automatis, ia ikut berdiri juga, lalu menepuk-nepuk pakaiannya yang jadi sedikit basah.

"Ini syal milik Kakashi, 'kan?" tanya Obito sambil menyentuh syal yang melilit longgar leher Sakura. Sakura mengangguk.

"Kenapa kau memakainya?"

"Ini..." Sakura menyentuh syal tersebut dan menatapnya sekilas. Kemudian, ia berkata, "Kakashi-niisama yang memakaikannya padaku."

"Oh, begitu," jawab Obito sambil manggut-manggut.

"Ano... Obito-kun, kau akan latihan lagi?" tanya Sakura, Obito mengangguk. Ia kembali berujar, "Jangan berlatih terlalu keras dan berlebihan, kau bisa sakit."

"Tenang saja. Aku tidak akan sakit. Ada Rin yang selalu mengobatiku," jawab Obito dengan cengiran khasnya.

Sakura ikut menyengir. Namun jika harus jujur, hatinya sedikit terasa perih. Obito menyukai Rin, dan ia tidak ingin mengungkapkan perasaannya.

"Ya, kau benar. Rin-chan adalah perempuan yang hebat. Mungkin dia akan menjadi ninja medis terbaik di desa kita."

"Kalau itu aku setuju!"

Sakura ikut tertawa ketika Obito tertawa. Ya, setidaknya ia harus menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura bahagia padanya.

Sakura merasa kalau kini ia berada di posisi Hinata. Di mana ia menyukai seorang laki-laki yang bahkan ia tidak berani mengungkapkan perasaannya dan hanya selalu hadir sebagai peran tambahan dalam cerita.

Padahal saat ia suka pada Sasuke, ungkapan perasaannya terlontar begitu saja dengan lancarnya. Namun, jika pada Obito, rasanya ia tidak memiliki keberanian sama sekali.

Again [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang