" Ketika yang dekat lebih memilih menjauh "
•••
Semakin hari kedekatan Rosé dan Minyoung semakin terlihat jelas kedua ibu dan anak itu selalu bersama, menunjukkan kasih sayang satu sama lain.
Rosé yang belum pernah merasakan kehadiran sosok seorang ibu dalam hidupnya begitu merasa senang, sementara Minyoung terlihat nyaman saat gadis blonde itu terus menempel padanya.
Dan Lisa yang seolah terlupakan ..
"Eomma!!" Teriakan nyaring itu berasal dari tangga yang dimana kini Rosé tengah merentangkan kedua tangannya sembari berlari ke arah Minyoung yang juga menyambut kedatangan Rosé dengan hangatnya.
"Jangan berlari seperti itu Rosé, kau bisa jatuh." Ujar Minyoung lembut. Jangan tanya bagaimana perasaan Lisa saat ini, gadis itu hanya duduk diam dengan hati yang berdenyut nyeri, entah kapan panggilan Eomma itu menjadi begitu memilukan di telinganya.
"Kemari dan duduklah."
"Apa itu?" Tanya Rosé ketika melihat sang ibu yang tengah sibuk memasukan beberapa makanan kedalam sebuah kotak.
"Ah ini kotak makan siang mu, Appa bilang kau selalu lupa menyantap makan siang, jadi Eomma berinisiatif untuk membuatnya." Wanita berumur itu berujar dengan senyum yang terpatri di wajah cantiknya.
"Woah benarkah?! Aku selalu mengharapkan hal ini terjadi." Seru Rosé senang, gadis itu tersenyum dengan lebar, ia selalu merasa iri ketika teman-temanya menyombong kan kotak makan siang yang di buat ibu mereka, sedangkan Rosé? Ia hanya terduduk lesu menyantap sandwich dan susu strawberry nya.
"Eomma--- " belum sempat ia mengutarakan apa yang ingin ia sampaikan Minyoung lebih dulu memotong perkataan nya.
"Ah Lisa jika sudah selesai segeralah pergi kau bilang ada kelas tambahan bukan?" Mendengar hal itu Lisa pun mengangguk samar, dalam hati ia bertanya : tak adakah kotak makan siang untukku juga?
"Aku pergi." Tak ada jawaban. Minyoung masih pada kegiatannya. Dengan berat hati Lisa pun bergegas pergi, tak ada Seojun, Rosé menjadi semakin manja pada sang ibu.
Bahkan sudah beberapa bulan berlalu bukan sebuah kebahagiaan yang ia dapat melainkan rasa sakit yang terus menerus menggerogoti hatinya.
Gadis berponi itu terlihat kebingungan mencari keberadaan Tae Joo juga mobil yang biasa mengantar jemput nya, manik bambi itu menerawang jauh kedalam garasi, hanya ada tiga mobil milik kakaknya.
TINNN!!!!
Lisa terjingkat dengan jantung yang berdegup kencang saat salah satu dari ketiga mobil dihadapannya menyala dengan suara klakson nyaring memenuhi setiap sudut lorong garasi itu.
Taeyong menyembulkan kepalanya lewat jendela mobil kemudian ia berseru. "Yak! Minggir! kau menghalangi jalanku!!" Serunya, Lisa pun menurut, maniknya menatap sendu kearah mobil mewah yang perlahan mulai menghilang.
"Apa yang kau harapkan Lisa, dasar bodoh." Gadis berponi itu pun melenggang pergi dengan raut sesalnya, sejak saat itu, ia tak pernah mendapatkan mood baik dalam setiap harinya.
Setelah lima menit menunggu akhirnya bus yang ia tunggu pun tiba, Lisa bergegas naik, maniknya terus melirik kearah arloji ditangannya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh dua puluh, hanya tinggal sepuluh menit lagi jika lebih maka ia akan terlambat.
Lisa berlari dengan sekuat tenaga, hampir sampai, itulah yang sejak tadi gadis itu ucapkan, sudah lewat dua menit ia bertambah panik ketika gerbang menjulang tinggi itu sudah tertutup rapat. "Ah jinjia, eottoke?!!" Tangan kurusnya mengguncang pagar itu dengan brutal tapi perlu kalian tahu besi itu sama sekali tak bergerak.
"Shit! Pabbo-ya!!" Umpatan demi umpatan terus keluar dari mulut mungilnya, mengalihkan atensi seorang pemuda yang terus menatap lucu kearah si poni.
"Kajja." Sebuah tangan mencekal pergerakannya, menyeret tubuh kurus itu pada sebuah dinding tepat di belakang sekolah.
"Naik ke punggung ku." Pemuda jangkung itu sudah berjongkok, menumbalkan punggung kekarnya untuk Lisa naiki.
"Eh?" Sementara si poni masih dengan mode bingungnya menatap punggung berbalut almamater hitam itu penuh selidik.
"Baiklahbmembolos saja kal---"
"Tidak! Aku naik." Sanggah Lisa cepat, dengan perasaan was-was gadis itu berbisik. "Jangan mengintip."
"Aku sudah sering melihatnya."
"Eoh?!"
"Lupakan." Raut kecurigaan masih terukir jelas di wajah cantik itu, tapi Lisa segera mengeyahkanya, ini sudah sangat terlambat untuk berdebat! gadis itu pun naik dengan perlahan.
BRUK! Ia mendarat dengan mulus, merapikan seragam dan memakai tas yang sebelumnya ia lempar sembari berseru.
"Ya! Lemparkan tas mu juga."
Hening ...
"Ya! Tas mu?!" Masih tak ada jawaban, karena nyatanya pemuda itu sudah pergi entah kemana.
"Ya-- "
"Lisa?"
•••
"Ya! Rosé, tumben sekali kau membawa bekal." Tzuyu berkata sembari mendudukkan tubuhnya dihadapan gadis Lee itu.
"Wanita itu yang menyiapkan nya." Balas si blonde tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel di genggamnya, berbeda sekali saat pagi hari tadi, dimana Rosé begitu antusias menerima kotak makan siang buatan Minyoung.
"Hei dia ibumu, kau harus memanggilnya dengan layak." Ujar Tzuyu sembari membuka kotak makan di hadapannya.
"Itu panggilan terlayak dari ku." Rosé tak mencegah saat sahabatnya melahap hampir setengah dari jatah makan siangnya. "Pesankan aku makanan dulu sebelum kau menghabiskan nya!"
Gadis Chou itu terkekeh kecil dengan mulut yang penuh makanan. "Hhe mian, ini sangat enak! Kau tak ingin mencobanya? Cobalah, Aaaa." Tzuyu menyodorkan satu buah telur gulung, pada Rosé namun gadis itu menolaknya.
Dan semua itu tak luput dari manik bambi yang kini mulai memerah menahan rasa kesal dan segala hal yang ingin Lisa luapkan saat itu juga.
Jadi apa arti kegembiraan yang gadis Lee itu tunjukkan saat Minyoung menyiapkan satu kotak makan dengan perasaan bahagia? Apa arti harapan yang Rosé utarakan jika ini yang gadis itu lakukan di belakang ibunya?
Disaat Lisa menahan diri untuk tidak meminta hal yang sama, Rosé malah menyia-nyiakan hal yang sangat Lisa inginkan.
Gadis berponi itu bengkit dengan amarah yang sudah meletup-letup menghiraukan teriakan ketiga sahabatnya, ketika dengan tidak sabarannya Lisa menarik tangan kurus sang kakak untuk mengikutinya.
"Yak! Kau gila!!" Lisa menyudutkan Rosé pada dinding kamar mandi menatap manik sipit itu kecewa.
"Kau semakin berani pada ku hah?!" Seru Rosé marah.
"Kenapa kau melakukannya?" Tak menggubris perkataan sang kakak gadis berponi itu balik bertanya.
"Kenapa kau bersikap seolah kau sudah menerimanya? Kenapa kau menaruh harapan sebesar itu pada ibuku?!" Rosé sudah mulai paham kemana arah pembicaraan ini, Lisa sudah mulai terpancing pikirnya.
"Ck! Wae? Kau marah karena wanita itu lebih menyayangi ku ketimbang kau Putri kandungan sendiri?" Seringaian tipis terukir dari sudut bibir tipisnya.
"Panggil dia dengan sebutan yang layak Chae!!" Lisa mengepalkan tangannya kuat, kilatan amarah terukir jelas dari manik juga ekspresi wajahnya.
"YAK!! Jangan pernah memanggilku dengan panggilan itu!! karena kita tidak sedekat apa yang kau pikirkan!"
Jari telunjuknya menunjuk tepat kearah wajah mungil Lisa bersamaan dengan tatapan menghunus tajam, Rosé pun berlalu meninggalkan Lisa dengan segudang rasa sakit menghujam hatinya.
📌Rab, 2 Jun 2021
📝Jangan di bawa ke rl yaa, jangan sampe benci Rosé atau tokoh menyebalkan dalam cerita ini ~ 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Where Should I Go? [✓] | Taelice
FanfictionHidupnya berubah menjadi lebih rumit Setelah sang ibu memutuskan untuk menikah lagi, Lisa merasa seluruh dunia membencinya.