Kita terbiasa dengan mentalitas kepiting
Yang merugikan sebagian dan menghancurkan mimpi yang lebih penting
Kita terbiasa menghabiskan waktu untuk kesia-siaan
Tertawa dengan nada menggelegar seperti petir di siang bolong
Katanya, membuang waktu untuk hal-hal yang menyenangkan
Dan hampir mati setiap kali menemui akhir
Berharap...
Andai bisa ku lakukan lebih cepat
Tapi sia-sia,
Seperti menunggu turunnya hujan di siang bolong
Katanya, siapa tahu saja bisa terjadi
Namun, ketika semuanya sudah terlambat dan tidak sesuai ekpektasi,
Hatimu kecewa...
Meratapi semua yang sudah terlewati.
Apa yang harus dilakukan?
Tidak ada.
Apa kamu kecewa?
Tentu saja, tapi bukan pada keadaan
Kecewa pada ketidak mampuan diri mengendalikan situasi
Jika sudah terjadi, kita hanya harus memaksakan diri
Berkawan dengan rasa sepi dan patah hati
Kekecewaan terbesar adalah ketika mengetahui hal-hal yang bisa dilakukan lebih baik daripada
orang lain
Sayangnya... Itu tidak akan pernah mungkin terjadi lagi
Kenapa?
Waktunya sudah habis, masa itu sudah terlewati, kamu dan juga aku, kita...
Bukan lagi jadi bagian dari masa lalu yang sama
Semuanya telah berubah mengarah ke jalan yang berbeda
Masing-masing...
Satu-satu...
Pelan-pelan...
Semuanya bergerak menuju masa depan
Karena tidak ada lagi yang bisa kau lakukan
Untuk menahan siapapun di masa lalu
Semuanya sudah ingin pergi
Hanya dirimu saja yang masih ingin menikmati
Menikmati apa?
Proses penyembuhan diri yang bergerak lambat
Maju sulit, mundur tidak mungkin
Jadi apa yang harus dilakukan?
Tidak ada
Oh, tunggu!
Ada satu hal yang bisa kau lakukan
Sendirian...
Lagi?
Ya! Cobalah belajar satu hal
Hal kecil yang sungguh melegakan
Seperti nyawamu sudah tuhan tambahkan
Apa itu?
Merelakan...
Masa lalu...
Kemudian,
Bergeraklah menuju masa depan
Sama seperti yang lain
Hidup memang begitu...
Hampir semua mata pelajarannya memuat 'dia'
Si anak kecil pembebas jiwa
Namanya,
R E L A
RELAKAN SAJA
SEMUANYA.