19

488 39 5
                                    


"Kau yakin aku tak perlu datang bersamamu?" Aku tersenyum meyakinkan Garra.

"Aku tak apa, sungguh. Justru dengan kehadiranmu, semuanya akan semakin rumit."

"Aku bisa kapanpun kau membutuhkanku, hubungi aku jika terjadi sesuatu."

"Terimakasih Garra, kau sangat membantu."

"Aku pergi dulu. Semangat Keyna!" Ia menepuk bahuku dan berbalik pergi.

Aku pandangi pintu besar dihadapanku dengan gugup. Aku menghirup napas dalam-dalam mencoba menenangkan detak jantungku yang bergemuruh, kudorong daun pintu itu perlahan dan melangkahkan kakiku masuk seraya mendorong kereta bayi dan menarik koperku.

Ah, sudah lama aku tak mengunjungi rumah ini. Rindu juga rasanya, aku tinggal koper dan kereta bayi di ruang tamu dan melanjutkan langkah kakiku menuju ruang keluarga.

Aku mendapati Ibu dan Oom aldi sedang bermain bersama Arra di karpet lantai di depan televisi. Ibu yang menyadari keberadaanku terkejut dan langsung beranjak dan berlari berhambur memelukku.

"Yaampun Keyna, kau sudah pulang? Kenapa tidak memberitahu Ibu? Kami akan menjemputmu di bandara." Aku menenggelamkan kepalaku di bahu Ibu.

"Maaf, kedatanganku mendadak." Aku mencium tangan Ibu dengan senyum haru.

"Tak apa, yang penting kau sudah pulang." Aku melepaskan pelukanku dan menghampiri Oom Aldi.

"Apa kabarmu Keyna? Kau terlihat lebih dewasa." Aku mencium tangan Oom Aldi dan tersenyum lebar.

"Baik Oom." Aku beranjak menghampiri Arra yang sedang sibuk dengan mainan digenggamannya.

"Ara... apa kabar?" Aku mencium kening Arra dan mengelus kepalanya pelan.

"Keyna, Ibu bantu bawa barangmu ya." Samar-samar aku mendengar suara ibu yang mulai menjauh.

Sontak, bahuku menegang terkejut dan segera bangkit menhampiri Ibu. Namun sepertinya aku terlambat, kulihat punggung Ibu yang membeku memandangi Ares yang tertidur pulas di kereta bayi.

Tidak, semuanya terlalu cepat. Aku memang akan memberitahu Ibu, namun situasinya tidak tepat. Aku menghampiri Ibu mencoba memberi penjelasan.

"Ibu... aku..."

"Ini bayi siapa Keyna?" Ibu menatapku dengan pandangan kosong.

"Ibu..." Seketika bibirku kelu menatap Ibu.

"JAWAB IBU INI ANAK SIAPA KEYNA!" Ini pertama kalinya aku melihat Ibu lepas kendali.

Aku pejamkan mataku dan menggigit bibirku yang gemetar. Aku tak bisa berbohong. Tidak, aku tidak ingin berbohong. Aku buka mataku dan menangkap sosok Oom Aldi dibelakang Ibu. Aku meneteskan air mataku dan menatap lurus Ibu.

"Dia anakku, Ibu," Ibu yang terkejut kehilangan keseimbangannya terhyung ke belakang, jika Oom Aldie tidak sigap menahan Ibu mungkin ia akan terjatuh.

"Tenang dulu ya, kita bicarakan dengan kepala dingin," bisik Oom Aldie pada Ibu yang memegangi kepalanya.

"Bisa kau jelaskan, Keyna?" Kini Oom Aldie yang angkat bicara.

"Aku minta maaf, Ibu, Oom, aku minta maaf," aku menundukkan kepala dalam meremas ujung bajuku berusaha meredam isak.

"Ibu tak perlu kata maafmu. Katakan kalau semua ini bohong, Keyna.." Ibu menatapku nanar dengan mata memerah.

Hujan Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang