8

5.7K 247 7
                                    

Warning 18+

"Farren, sepertinya aku merasa gaunku terlalu terbuka," Kataku seraya menarik-narik ujung gaunku yang tak sampai lutut saat kami turun dari taksi.

"Kenapa? Kau terlihat mengagumkan," Farren melepas cepolan rambutku lalu menyampirkan sebagian ke depan menutupi leherku yang terekspos.

"Kenapa kau melepasnya? Aku menata rambutku selama setengah jam, kau tahu!"

"Begini lebih baik," Aku terdiam.

"Ayo, sepuluh menit lagi acara tiup lilin akan dimulai," Farren mengulurkan lengannya yang segera ku sambut seraya tersenyum.

"Apa kabar? Wah, kau terlihat semakin dewasa," Sambut Marlo saat kami memasuki gedung.

"Tentu saja. Apa aku harus mengucapkan selamat ulang tahun sekarang?"

"Weits, tahan dulu. Acaranya akan dimulai 5 menit lagi. Dan oh? Siapa ini? Keyna? Waahh, kau terlihat sangat berbeda. Kita sudah bertemu sebelumnya bukan?" Marlo berpaling menatapku.

"Ya, kita pernah pernah bertemu di acara pernikahan Ibuku. Tak kusangka kau masih mengingatku."

"Ingatanku tak seburuk itu. Baik, kalau begitu mari kita mulai acaranya," Marlo berteriak lantang pada seluruh tamu undangan di Club malam ini.

*

Aku menyesap jus jeruk dengan bosan lalu mengaduk-ngaduknya dengan sedotan. Tidak ada orang yang kukenal disini, aku benar-benar merasa seperti orang bodoh. Jangan tanya tentang Farren, dia bahkan meninggalkan aku sendiri dan asik berbincang dengan teman lamanya. Apa ini yang dirasakan Farren saat di Club malam tempo hari? Kini aku bisa mengerti kenapa ia ingin cepat pulang saat itu. Huft.

Tapi setidaknya disini lebih baik, tak ada asap rokok di dalam ruangan ber-AC dan tidak terlalu ramai. Ya, tentu saja karena Marlo menyewa seluruh Club malam ini khusus untuk pesta ulang tahunnya. Aku yang tak pernah merayakan ulang tahunku secara mewah merasa asing dengan suasa ini.

Aku menyesap minumanku hingga habis. Merasa diperhatikan, aku melirik kearah gerombolan beberapa wanita yang sedang bergantian melirikku dengan berbisik satu sama lain, tak lupa diselingi tawa. Sepertinya mereka sedang mengejekku, mungkin aku terlihat lucu di mata mereka. Tak heran, aku hanya mengenakan dress sederhana yang tak mencolok dan itu berbanding jauh dengan mereka yang terlihat mengenakan dress mewah.

Sebenarnya bisa saja aku mengenakan pakaian dan perhiasan mewah, uang saku yang diberikan Oom Aldie lebih dari cukup untuk membelinya namun aku merasa itu bukanlah keperluan yang cukup penting untuk menghabiskan banyak uang, namun terimakasih karena itu membuat uang tabunganku lebih dari cukup untuk seukuran seorang mahasiswi.

Kini mataku tertuju pada Marlo yang sedang di kelilingi oleh teman-temannya, ia sedang membuka kado satu-persatu dan terlihat sangat senang. Aku penasaran bagaimana rasanya merayakan ulang tahun bersama teman-temanmu, apalagi mengadakan pesta besar seperti ini. Tapi sepertinya itu tak akan terjadi mengingat teman dekatku hanya bisa dihitung jari.

Ah, aku jadi ingat dimana terakhir kalinya ulang tahunku dirayakan bersama, saat aku berumur 15 tahun dan itu ulang tahun terakhir dimana Ayah masih hidup. Itupun hanya secara sederhana dan hanya kami bertiga, setelah kematian Ayah kami tak pernah merayakan hari ulang tahun lagi, hanya sekedar mengucapkan selamat dan memberikan kado. Sial, aku jadi merindukan Ayah.

"Hai, aku Jerry. Kau?" Kata seorang lelaki yang kemudian duduk disebelahku. Aku memalingkan wajahku menghapus air mata yang sedikit melesak keluar lalu menatapnya dan tersenyum singkat.

"Keyna," Jawabku singkat.

"Kau sendirian?"

"Kau bisa melihatnya," Ah, aku sedang tidak mood berbincang dengan orang asing. Dan ini sudah ketiga kalinya pria asing menghampiriku dan mengajak berkenalan, mungkin lebih baik aku mencari Farren.

Hujan Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang