2

5.9K 274 0
                                    

Lagi-lagi keheningan saat makan malam membuatku bosan, jujur saja aku tak suka dengan keheningan panjang saat sedang berkumpul keluarga, yaa walaupun ini hanyalah keluarga baru. Selama ini aku hanya menghormati ibu yang tak menyukai kebisingan saat makan. Pernah satu kali aku mendengar ucapan ibu saat menatap foto ayah. Ia berkata kalau canda tawa kami saat makan bersama sangat ia rindukan. Mungkin bercengkrama saat makan membuatnya rindu pada ayah, menurutku.

Namun setelah menikah dengan Oom Aldi lima bulan yang lalu sepertinya ibu sudah bisa menerima kepergian ayah dengan lapang dada, Oom Aldi memang tidak pernah bergurau saat makanan sudah tersaji, namun ibu juga tak pernah protes saat Oom Aldi memulai percakpan.

"Bagaimana dengan kuliahmu, Keyna?" Akhirnya Oom Aldi membuka pembicaraan setelah sekian lama keheningan merajai.

"Baik kok Oom."

"Bagus. Ohya, Oom dengar dari mamamu kau akan wisuda semester depan ya?"

"Mudah-mudahan Oom, kalau lancar semester depan aku wisuda," Oom Aldi mengangguk paham.

"Bagaimana denganmu Farren? 2 bulan lagi kau Ujian Nasional bukan? Apa kau sudah siap?" Oom Aldi beralih menatap Farren yang duduk disamping kananku.

"Ya," Jawaban yang sangat singkat.

"Ayah minta tolong padamu, tolong jangan kecewakan ayah. Sudah cukup nilai Ujianmu saat SMP yang membuat mata ayah sakit. Tolong jangan kecewakan ayah lebih jauh lagi," Oom Aldi menatap Farren memohon dan dengan kurang ajarnya, Farren hanya mendengus.

"Contohlah kakakmu Farren. Lihat, Keyna lulus SMA dengan nilai tinggi dan juga ia selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Ia juga diterima di perguruan tinggi terkemuka di Indonesia tanpa jalur tes. Di kampusnya Keyna juga berprestasi, ia bahkan mengoleksi piala dan piagam dikamarnya."

"Aku paling benci dibanding-bandingi. Dan Ayah tahu itu," Kata Farren pelan, namun sarat akan emosi.

"Ayah tahu, maka dari itu, kau harus berusaha lebih keras. Ayah tahu kau anak yang pintar, buktinya sewaktu kau SD kau selalu berada di peringkat teratas, dan kau bisa masuk SMP favorit tanpa bantuan Ayah. Namun semenjak Ibumu tiada, kau menjadi anak yang sangat malas," Oom Aldi menatap sedih anaknya.

"Ayah tidak tahu apapun tentangku," Farren mengeratkan rahangnya.

"Tereserah padamu. Keyna, bisakah kau mengajari Farren untuk membantunya menghadapi Ujian Nasional," Oom Aldi menatapku memohon.

"Mmm... Bisa kok Oom," Jawabku ragu.

"Baguslah, kau bisa belajar dengan Keyna, Farren."

"Aku tidak butuh guru privat. Aku bisa belajar sendiri Ayah."

"Tidak, kau membutuhkannya. Jangan bantah Ayah."

"Terserah," Kata Farren dingin lalu beranjak dari duduknya.

"Kau mau kemana Farren? Selesaikan makanmu dulu."

"Aku sudah kenyang dan aku ngantuk," Farren berbalik hendak pergi sebelum sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Sungguh, Ayah rindu dirimu yang dulu. Farren yang murah senyum, sering tertawa, Farren yang ceria dan manis. Ayah merindukannya, bukan Farren yang dingin dan tertutup seperti ini," Oom Aldi menatap nelangsa punggung Farren.

"Aku juga merindukan Ayah yang dulu," Ia berbalik dan mentap Oom Aldi.

"Ayah yang sering meluangkan waktu untuk keluarganya, Ayah yang selalu pulang cepat ke rumah hanya untuk kembali bertemu dengan keluarganya. Bukan Ayah yang gila kerja dan selalu menghabiskan waktu di kantor daripada di rumah."

Hujan Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang