27

555 64 6
                                    

Setelah perawatan selama 5 hari akhirnya Ayah diperbolehkan pulang dengan catatan check up 3 kali dalam seminggu juga pelatihan untuk dapat berjalan normal lagi karena ototnya y telah kaku berbaring selama tiga tahun lamanya.

Ia hanya terdiam saat Ibu mendorong pelan kursi rodanya memasuki halaman rumah kami yang jauh lebih sederhana daripada rumah mewahnya dulu.

Farren telah menceritakan semuanya kepada Ayah dan Oom Rahman juga telah membantu menjelaskan situasi saat itu, tak ada raut marah ataupun kecewa saat mendengarnya. Ia hanya mengatakan "Kita akan rebut kembali semuanya," dengan tenang dan penuh keyakinan. Ya, itulah seorang pebisnis sejati.

"Ternyata ini rumah yang kau tempati untuk menghabisi masa kecil mu, Keyna?"

"Ya, kurang lebih seperti itu."

"Pantas saja kau merasa tak nyaman saat dulu pindah, rumah ini sangat pekat dengan suasana hangat yang nyaman. Mengingatkan pada masa kecil Ayah dulu," Ia tersenyum simpul.

"Keyna, kau bantu Ibu menyiapkan makan malam ya. Farren, tolong antar Ayahmu ke kamarnya. Untuk Ara dan Ares kalian mandilah dulu setelah itu kita makan malam bersama," Kami dengan sigap bergerak sesuai perintah Ibu.

Ting Tong

Ting Tong

"Biar aku saja bu."

Aku melepas celemek dan berjalan menuju pintu masuk.

"Sarah?" Aku membulatkan mata terkejut mendapati seorang wanita dengan rambut sebahu dari balik pintu.

"Halo Keyna, aku dengar Oom Aldie sudah keluar dari rumah sakit. Aku datang untuk menjenguk," Sarah mengangkat separsel buah dengan senyum lebar di wajahnya.

*

"Tepat sekali kau datang Sarah, kami akan makan malam bersama,"

Ibu menuangkan nasi di piring kami dengan senyum senang.

"Hehe iya Tante, sekalian jenguk Oom Aldie. Gimana Oom udah sehat kan?"

"Tentu, bahkan Oom tak pernah merasa lebih sehat dari ini sebelumnya,"

Walaupun masih di kursi roda, raut wajah bahagia dan bersyukur selalu terpancar dari Ayah. Aku yakin kejadian kemarin telah banyak mengubah hidupnya.

"Bagaimana kabar Ayah dan Ibumu?"

Aku melirik Sarah dengan panik namun ia tersenyum menenangkan.

"Ayah sudah meninggal empat tahun yang lalu, Tante. Sedangkan Ibu pergi ke Prancis dan tak pernah kembali sampai saat ini."

Ibu yang terkejut tersenyum canggung.

"Oh maaf Sarah, Tante tidak bermaksud..."

"Gapapa kok Tan, itu udah masa lalu," Sarah tersenyum kecil.

"Oh ini dia Ares, sini nak kenalan sama Tante Sarah."

Aku mencoba memecah suasana canggung dengan memanggil Ares yang tepat muncul di ruang makan.

"Halo Tante, aku Ares," Ares mencium tangan Sarah.

Sarah tersenyum kagum melihat Ares.

"Haloo Ares, wahh kamu sudah besar yaa, dan sangat tampan tentunya. Aku tebak pasti kau punya banyak teman perempuan ya?"

"Iya Tante, mereka sangat menyenangkan dan mainan mereka sangat lucu," ujar Ares dengan senyum lebar hingga matanya berbentuk bulan sabit.

"Haha, kau sangat lucu Ares. Sayangnya aku terlahir terlalu cepat hahaha."

Hujan Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang