6

5.2K 260 0
                                    

Aku menyeruput jus manggahku di pinggiran kolam berenang seraya menggerak-gerakkan kakiku yang tercelup di dalamnya.

"Ternyata kau disini," Aku menoleh kearah kiriku dan mendapati Farren yang sudah terduduk disampingku.

"A-ada apa?" Ucapku gugup.

Sial, semenjak kejadian ciuman tiba-tiba itu aku selalu terkejut dan gugup jika Farren datang tiba-tiba. Tenanglah sedikit diriku.

"Tidak, aku hanya ingin memberitahumu."

"Memberitahuku apa?" Aku mengerutkan dahiku lalu menaruh gelas jus yang kupegang di sisi kiriku.

"Mmm, minggu depan kita akan ke Bali."

"Benarkah? Hari apa?" Tanyaku antusias.

"Rencananya, kita akan berangkat hari rabu malam setelah Ayah pulang bekerja dan pulang pada minggu sore."

"Benarkah? Kita selama empat hari akan liburan disana?"

"Lebih tepatnya tiga hari karena pada hari kamis kita akan menghadiri seminar dari perusahaan Ayah. Tujuan kita ke Bali adalah memperkenalkan kau dan Tante Rani, tentu saja dengan Arra ke kolega-koleganya."

"Aku, Arra dan Ibuku? Lalu bagaimana denganmu?"

"Aku sudah beberapa kali bertemu mereka, seharusnya mereka mengenaliku," Aku tertawa kecil.

"Lalu setelah seminar kita akan kemana?"

"Tentu saja acara bebas, kita akan menetap di Bali sedangkan Ayah dan Tante Rani akan ke Lombok."

"Kenapa kita menetap di Bali? Kenapa tidak ikut ke Lombok saja? Lalu bagaimana dengan Arra?"

"Ayah berkata ia ingin bulan madu karena mereka belum sempat bulan madu dan tentu saja Arra ikut mereka," Farren berhenti sejenak dan meminum jus manggaku hingga habis.

"Maaf aku haus," Katanya seraya tersenyum polos. Aku mendengus pelan.

"Tak apa, lanjutkan."

"Ohya, kita menetap di Bali karena pada hari jumat kita diundang ke pesta ulang tahun Marlo."

"Marlo kakak sepupumu kan? Setahuku ulang tahunnya tanggal 1 Desember, kenapa dirayakan sehari sebelumnya?"

"Konsep Midnight Party. Ia akan meniup lilin tepat pukul 12 malam," Aku mengangguk paham.

"Baiklah, aku akan ke kamar." Farren beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam rumah.

Sebaiknya aku juga masuk ke dalam, terlalu lama merendam kaki tidak baik.

"Ibu? Ara dimana?" Tanyaku seraya menaruh gelas di tempat cuci piring lalu mencucinya.

"Oh, ada di kamar. Ohya, kau sudah diberitahu Farren? Tentang rencana minggu depan," Ibu tergesa-gesa mengaduk susu dalam botol lalu mengocoknya.

"Euumm... sudah. Ibu sedang apa? Sibuk sekali, ada yang bisa kubantu?" Aku menghampiri Ibu.

"Kau tahu? Merawat bayi tidaklah mudah. Bisa tolong beri susu ini ke Ara? Ibu ingin ke kamar mandi."

"Tentu," Aku mengambil botol susu lalu melangkah menuju kama Ara.

Suara tangisan bayi menyapaku saat aku membuka pintu kamar Ara. Aku menghampiri kasur bayi lalu menaruh botol susu di meja sebelah kasur. Aku menggendong perlahan bayi perempuan yang sedang menangis keras lalu mengayunkan pelan.

Aku kembali memangambil botol susu lalu memberikannya pada Ara. Aku memperhatikan baik-baik wajah lucu Ara yang sedang menyusu. Pipinya yang tembam dengan semburat kemerahan, hidung yang mancung dan juga matanya yang berwarna coklat gelap. Aku tahu, itu adalah mata Ibu, mata Ibu juga berwarna coklat gelap. Berbeda denganku, aku memiliki mata berwarna hitam pekat yang menurun dari Ayahku.

Hujan Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang