37

727 60 7
                                    

Aku memandang pantulan wajahku di cermin besar yang berdiri tegak di sudut ruangan. Sebuah dress brukat panjang berwarna putih gading membungkus tubuhku begitu anggunnya dengan polesan riasan sederhana di wajahku. Aku menoleh ke kiri memperhatikan rambutku yang tersanggul rendah dengan kepangan sederhana dan sebuah headpiece silver yang menghiasi rambut hitamku.

"Keyna.. kau sudah siap? 15 menit lagi acaranya akan dimulai." Aku menoleh melihat kepala Sarah yang muncul dari balik pintu.

"Ya, aku sudah selesai."

"Oke." Ia membuat lingkaran diantara Ibu jari dan jempolnya lalu pergi dengan tergesa.

Aku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 9 pagi. Huh, kenapa aku tiba-tiba merasa gugup. Aku meraba dadaku yang berdetak keras lalu menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Tenanglah, jantungku.

Aku menoleh saat suara derit pintu terdengar pelan. Seorang wanita cantik paruh baya dan seorang gadis kecil berjalan memasuki ruangan lalu menghampiriku.

"Kau terlihat sangat cantik, Nak." Ucap Ibu seraya menggenggam lembut tanganku.

"Terimakasih sudah datang, Bu."

"Sudah Ibu bilang, Ibu akan datang kan?"

"Arra apa kabar?" Aku beralih pada seorang gadis kecil dan mengusap rambut lurusnya lembut.

"Baik, Kak. Oiya, selamat ya Kak."

"Iya, terimakasih sudah datang." Aku tersenyum manis.

Tak lama, suara deritan pintu kembali terdengar. Kini seorang lelaki dengan setelan tuxedo putih berjalan dengan gagahnya memasuki ruangan. Lihatlah, lelaki yang akan menjadi suamiku beberapa menit lagi terlihat begitu menawan. Agak aneh rasanya menyebutnya sebagai suamiku, menimbulkan rasa menggelitik di perut.

"Ibu datang?" Ucap Farren dengan nanda terkejut menyadari Ibu.

"Apakah Ibu pernah bilang kalau Ibu tidak akan datang?"

Lelaki itu tersenyum simpul.

"Terimakasih Bu telah merestui kami."

"Bagaimana bisa Ibu menghalangi kebahagiaan kedua anak Ibu?" Ucap Ibu dengan senyum teduh.

"Baiklah, ini saatnya Ibu keluar. Acaranya akan dimulai sebentar lagi kan?"

"Ya."

Ibu memelukku sebentar lalu pergi bersama Arra. Kini hanya tinggal kami berdua yang berada di ruangan. Sial, kenapa tiba-tiba aku merasa canggung?

"Kau terlihat cantik." Ucap lelaki itu dengan senyum manis di bibirnya.

Aku hanya tertunduk malu menyembunyikan pipiku yang memerah.

"Kau bahkan terlihat lebih cantik jika sedang tersipu malu." Lanjutnya dengan senyum menggoda.

"Hentikanlah, dasar bodoh." Aku meninju pelan dadanya. Ia hanya tertawa kecil.

"Keyna.. sudah waktunya," teriak Sarah saat ia memasuki ruangan. "Eh, ada Farren juga ternyata," ucapnya saat menyadari Farren yang berada di sebelahku. Sarah menghampiriku dan memberikan sebuah buket bunga putih kecil.

Farren menatapku dengan sebuah tangan terulur. "Ayo," aku meraih tangannya. Ia menggenggam jemariku lembut lalu berjalan pelan menuntunku keluar dari ruang rias.

Hujan Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang