28

570 57 5
                                    

"Woaahh, udaranya segar sekaliii."

Ara berlari dan berteriak kegirangan saat kami sampa di Villa dan Ares yang sepertinya tertular ikut berlari-lari bersama Ara.

"Jangan lari-lari, nak," ucap Ibu yang sedang mendorong kursi roda Ayah memasuki villa.

Aku yang sedang berkutat dengan barang-barang mencoba memperhatikan Ares dan Arra memastikan bahwa mereka baik-baik saja.

"Biar aku saja."

Aku tersentak saat seseorang mengambil alih semua barang-barang dan dengan mudahnya membopong masuk ke villa. Aku meliriknya sekilas lalu menghampiri Ara dan Ares. Selalu saja seenaknya merampas barang orang, aku rasa ia berbakat menjadi pencuri.

*

"Sini biar aku saja yang memotong dagingnya, bu."

Aku menyiapkan pisau dan talenan untuk memotong daging. Kulirik Ares dan Ara yang bermain pistol air dengan tawa bahagia. Ibu yang sedang meracik bumbu barbeque tertawa lepas melihat Ara dan Ares yang basah kuyup. Tak jauh dari mereka ada Ayah yang ikut menjadi bulan-bulanan pistol air mereka.

Matahari tak terlalu terik siang ini, dan taman belakang villa sangat luas membuat suasana liburan semakin terasa. Sebuah hal sederhana yang dapat membuatmu tak bisa melepas senyum.

Pandanganku sedikit terganggu oleh rambutku yang terurai ke depan. Sial, aku lupa mengikat rambutku dan sekarang tanganku sudah kotor.

"Bu, bisa bantu aku mengikat rambutku?"

"Tangan Ibu kotor nak," ucap Ibu seraya mengangkat kedua tangannya yang berlumur saus.

Aku terlonjak saat sebuah tangan merapihkan rambutku menyisirnya ke belakang dan menggenggamnya agar tak terlepas. Aroma ini, ini aromanya. Sial, lagi-lagi jantungku selalu bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya. Aku harap ia tak mendengarnya.

"Aku harus mengikatnya dengan apa?"

"Ah, itu ada karet rambut di tasku," Aku menunjuk tas yang berada tak jauh dariku.

Tangan kirinya yang terbebas mendekat dan mencoba meraih tasku. Apa ini? Tunggu? Dadanya? Sial aku bisa merasakan dadanya di punggungku.

Aku menjauhkan sedikit kepalaku saat dengan tiba-tibanya kepalanya muncul diatas pundakku. Aku melirik sedikit kearah kiri dan mendapati wajahnya yang sangat dekat. Aku menelan ludahku berat dan menahan napas melihat pahatan wajahnya dari samping.

Ia yang sepertinya tersadar melirikku sebentar lalu menjauh saat menemukan benda yang ia cari. Aku menarik napas panjang saat ia sudah kembali ke belakang dan mulai menguncir rambutku.

Ini memalukan, sungguh. Aku rasa ia telah selesai menguncir rambutku tapi kenapa tangannya masih menggenggam rambutku?

Bulu kudukku berdiri saat punggung telunjuk tangannya mengelus leher berlakangku perlahan. Aku mengerjapkan mataku gugup. Serius, apa yang ia lakukan?

Aku menoleh sedikit ke belakang dan sontak ia terkejut dan segera pegi meninggalkanku. Memang cuma dia yang bisa membuatku kehilangan akal.

"Keyna, dagingnya sudah selesai?"

Aku tersadar dari lamunanku dan segera menyelesaikan pekerjaanku.

"Sedikit lagi bu."

Aku membawa daging yang telah di bumbui ke panggangan. Farren dengan wajah frustasi yang lucu sedang berusaha keras menghidupkan bara api. Tanpa sadar aku tertawa kecil melihat tingkahnya.

Hujan Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang